Literasi Hukum – Pelajari semua tentang Hak Milik atas Tanah di Indonesia! Temukan definisi, ciri-ciri, subjek hukum yang berhak, dan bagaimana hak milik dapat hapus. Termasuk informasi tentang badan hukum dan perseroan terbatas.
Definisi Hak Milik
Pada pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjelaskan bahwa hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh serta menjadi inti dari hak-hak atas tanah yang lain, hak yang dapat dipunyai orang atas tanah serta hak yang dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Turun Temurun, berarti bahwa hak milik tidak hanya berlangsung selama masa hidupnya orang yang mempunyai hak tersebut namun dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya ketika ia meninggal.
Terkuat, berarti jangka waktu hak milik tidak terbatas, pemilik mempunyai wewenang yang paling luas dan paling bebas dalam mempergunakan tanahnya.
Terpenuh, berarti hak milik memberi wewenang pada orang yang mempunyai yang paling luas jika dibandingkan dengan hak yang lainnya. Hak milik dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya dan hak milik berinduk kepada hak atas tanah lain. Dilihat dari peruntukannya, hak milik juga tak terbatas.
Terjadinya hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UUPA : hak milik menurut ketentuan hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selain itu, hak milik terjadi pula karena menurut penetapan Pemerintah dan ketentuan undang-undang.
Ciri-Ciri Hak Milik
- Dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan;
- Dapat digadaikan;
- Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain, yaitu suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan untuk memindahkan hak milik dari pemilik kepada orang lain, misalnya : jual beli, hibah, wasiat dan hak milik dapat beralih karena sebab suatu peristiwa hukum;
- Dapat dilepaskan dengan sukarela;
- Dapat diwakafkan.
Subyek Hukum Yang Dapat Memperoleh Hak Milik atas Tanah
Warga Negara Indonesia (WNI)
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) juncto Pasal 21 ayat (1) UUPA dijelaskan bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah. Hal itu dikarenakan UUPA melarang orang asing memiliki tanah di Indonesia. Demikian dijelaskan pula dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor Register 1025 K/Sip/1980 tanggal 13 Maret 1982, yang kaidah hukumnya menyatakan: “Orang asing menurut UUPA tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah”.
Ketentuan tersebut merupakan asas nasionalitas, yaitu hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik sedangkan warga negara asing (WNA) tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah.
Pengecualian yang terdapat dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA
Namun demikian, anak yang menjadi WNA (setelah berlakunya UUPA) tetap dapat memperoleh bagian warisan harta kekayaan berupa tanah dari pewaris yang berkewarganegaraan Indonesia dengan cara memberi ganti rugi kepada ahli waris yang berkewarganegaraan asing dalam bentuk uang tunai atau uang dari hasil penjualan tanah tersebut sesuai dengan porsi hak waris anak yang menjadi WNA tersebut. Hal ini dapat dilakukan karena pada pokoknya hak mewaris ahli waris sebagai WNA tidak langsung menjadi gugur, meskipun anak tersebut telah menjadi WNA bukan berarti menyebabkan hilangnya hubungan darah.
Selain karena adanya pewarisan tanpa wasiat seperti tersebut diatas, orang asing juga dapat memperoleh tanah hak milik apabila ada percampuran harta karena perkawinan (Pasal 21 ayat (3) UUPA).
Apabila warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA ia kehilangan kewarganegaraannya, maka ia wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau sejak hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Badan-Badan Hukum Yang Ditetapkan Oleh Pemerintah
Pasal 21 ayat (2) UUPA menjelaskan bahwa hak milik juga dapat diperoleh oleh badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada pasal a quo tersirat bahwa badan hukum dapat memiliki hak milik atas tanah dengan persyaratan apabila ada penetapan oleh pemerintah. Hal ini menegaskan bahwa terdapat hak prerogatif dari pemerintah dalam menetapkan badan hukum untuk memiliki hak milik atas tanah.
Badan-badan hukum yang dimaksud diatur pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (PP No. 38 Tahun 1963), disebutkan bahwa badan-badan hukum yang dapat memegang hak milik atas tanah, yaitu :
- Bank-bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara);
- Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 139);
- Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
- Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Selain dari badan hukum yang disebutkan tersebut di atas, maka tidak berpeluang memiliki hak milik atas tanah dan hanya boleh memiliki Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah. Terdapat pula hak yang dapat dimiliki oleh perusahaan, yakni hak pengelolaan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.
Perseroan Terbatas Tidak Dapat Mempunyai Tanah dengan Alas Hak Milik
Badan Hukum Perseroan Terbatas tidak dapat memegang hak milik atas tanah, namun sejatinya Perseroan Terbatas masih berkemungkinan mempunyai hak milik atas tanahnya yang dimiliki oleh komisaris atau pemegang saham atau pendiri koperasi.
Dapat dilakukan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa antara Perseroan Terbatas dengan komisaris atau pemegang saham yang memiliki hak milik atas tanah, kemudian Perseroan Terbatas dapat mengajukan dan mendirikan bangunan dengan status HGB. HGB dapat diberikan atas tanah hak milik namun jika jangka waktunya telah habis, hak tersebut tidak dapat diperpanjang dan diperbaharui.
Apabila untuk badan hukum koperasi, para pendiri koperasi memiliki hak milik atas tanah yang dapat diberikan kepada koperasi sebagai penerima manfaatnya.
Hapusnya Hak Milik (Pasal 27 UUPA)
- Tanahnya jatuh kepada Negara : karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18, karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, karena ditelantarkan, karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA;
- Tanahnya musnah.
Referensi
Sudaryat. “Pemaknaan Badan Hukum dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria dalam Prespektif Hukum Korporasi”. Jurnal Hukum Dan Bisnis (Selisik), Vol. 6, Nomor 2, (Desember 2020)