PremiumMateri HukumPidana

Memahami 3 Aspek Penting Penyelidikan dalam Hukum Acara Pidana

Adam Ilyas
1661
×

Memahami 3 Aspek Penting Penyelidikan dalam Hukum Acara Pidana

Sebarkan artikel ini
penyelidikan dalam hukum acara pidana
Ilustrasi Gambar

Literasi HukumArtikel ini membahas pengertian penyelidikan, kewenangan dan kewajiban penyelidik dalam penyelidikan, dan jenis-jenis tindakan penyelidikan. Yuk simak pembahasannya di artikel berikut ini.

Pengertian Penyelidikan

Pengertian penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP:
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 KUHAP, maka jelaslah bahwa tindakan penyelidik merupakan tindakan atas nama hukum yang diberikan kepada aparatur negara yang berwenang untuk melakukan penelitian apakah perkara yang dimaksud benar-benar merupakan peristiwa pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana.

Penyelidik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menegaskan bahwa penyelidik dalam perkara pelanggaran HAM berat hanyalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) sehingga hanya penyelidik tunggal dalam pelanggaran HAM berat.

Kewenangan dan Kewajiban Penyelidik

Kewenangan dan kewajiban penyelidik, sebagai berikut:

  1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
  2. Mencari keterangan dan barang bukti.
  3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
  4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Sementara itu, atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

  1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
  2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
  3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
  4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
  5. Semua tindakan penyelidik dilaporkan kepada penyidik.

Jenis-Jenis Tindakan dalam Penyelidikan

Menentukan Siapa Pelapor atau Pengadunya

Biasanya untuk menentukan siapa pelapor atau pengadu dalam perkara pidana dapat ditentukan melalui siapa yang datang ke kantor polisi untuk mengadukan atau melaporkan suatu peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana.

Menentukan Peristiwa Apa yang Dilaporkan

Untuk menentukan apakah suatu peristiwa itu merupakan peristiwa pidana atau bukan, perlu dilakukan upaya penyelidikan untuk mengumpulkan keterangan tertentu dari berbagai pihak yang dianggap mengerti karena melihat, mendengarkan dan mengalami secara langsung peristiwa itu. Apabila semua keterangan yang diperlukan telah terkumpul, maka upaya selanjutnya adalah mencari landasan hukum yang dapat digunakan untuk menjerat si pelaku sesuai dengan tindak pidana yang ia lakukan. Proses selanjutnya adalah melakukan tindakan hukum berupa penyidikan untuk mengungkap secara sempurna peristiwa pidana tersebut dengan berpedoman pada waktu-waktu atau keterangan-keterangan secara berurutan tentang peristiwa pidana itu.

Di Mana Peristiwa Itu Terjadi

Tindakan ini untuk menentukan tempat terjadinya suatu peristiwa pidana (locus delictie). Selain itu, locus delictie juga penting untuk menentukan kepolisian, kejaksaan dan pengadilan mana yang berwenang untuk mengurus suatu perkara (kompetensi relatif). Ketentuan mengenai locus delictie terdapat dalam Pasal 2-8 KUHP. 4) Kapan Peristiwa Itu Terjadi Tempus delictie merupakan upaya untuk menentukan waktu terjadinya peristiwa pidana dan dalam menentukan waktu kejadiannya haruslah masuk akal dan mudah dipahami oleh siapa pun. Teori tempus delictie sangat penting dalam penerapan hukum pidana. Hal ini berkaitan dengan:

  1. Apakah suatu perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana pada saat itu (Pasal 1 KUHP).
  2. Apakah saat itu terdakwa sudah dapat dimintai pertanggungjawaban (Pasal 44 KUHP).
  3. Apakah saat itu terdakwa sudah berumur 16 tahun (Pasal 45 KUHP).
  4. Kapan perbuatan tersebut sebenarnya terjadi.

Teori tempus delictie terdiri dari 4 variasi:

  1. Teori perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad), yang menyatakan bahwa waktu terjadinya tindak pidana adalah ketika delik tersebut dilakukan oleh tersangka.
  2. Teori bekerjanya alat yang digunakan (de leer van het instrumen), yang menjelaskan mengenai kapan suatu alat yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidan bekerja, misalnya racun dan bom. 3. Teori akibat (de leer van het gevolg), yang menjelaskan bahwa kapan terjadinya suatu tindak pidana dilihat dari kapan timbul akibat dari tindak pidana tersebut.
  3. Teori waktu yang jamak (de leer van de meervoudige tijd), yang menjelaskan mengenai kapan terjadinya tindak pidana berdasarkan tindak fisik dan akibat yang ditimbulkan.

Menentukan Siapa Pelaku dan Korban atau Pihak yang Dirugikan

Untuk menentukan siapa pelaku dan korban dalam suatu tindak pidana biasanya tergantung pada jenis tindak pidana yang sedang diusut. Dalam kasus penipuan dan pencemaran nama baik biasanya pihak-pihak yang berperkara sudah saling mengenal. Lain halnya dengan kasus perkosaan atau pelecehan seksual yang sifatnya tertutup karena korban tidak mau mengungkap kasus ini disebabkan takut aibnya akan tersebar, sehingga mempersulit proses penegakan hukum. Sementara itu, untuk kasus yang berkaitan dengan peredaran narkotika dan psikotropika, untuk mengetahui siapa sebenarnya pelaku dari peristiwa itu, perlu dilakukan pendalaman secara sungguh-sungguh, karena tidak adanya jaminan yang hanya mendasari kepada didapatnya barang bukti itu menyebabkan yang kedapatan menjadi tersangka.

Bagaimana Peristiwa Itu Terjadi

Dalam tahap ini aparat penegak hukum mencari tahu cara bagaimana pelaku kejahatan itu melakukan aksinya. Tujuan dari mengumpulkan bahan keterangan ini adalah dalam rangka mencari persesuaian antara perbuatan melawan aturan hukum dengan aturan hukum yang ada. Apabila terdapat kesesuaian, maka hukum harus segera digerakkan melalui upaya penyidikan. Dalam tahap ini pula aparat penegak hukum harus mampu berpikir dengan cermat dan teliti untuk menemukan peristiwa hukum yang sesungguhnya, yang tentunya dengan cara berpikir hukum yang progresiflah peristiwa hukum itu dapat benar-benar diletakkan pada posisi yang sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.