Literasi Hukum – Di dunia hukum pidana, pertanyaan tentang hubungan sebab akibat antara perbuatan dan akibat selalu menjadi fokus utama. Artikel ini membahas mengenai ajaran Kausalitas dalam Hukum Pidana. Kausalitas, atau dikenal sebagai kebersebaban, merupakan konsep fundamental yang menjelaskan hubungan antara dua peristiwa. Dalam konteks hukum pidana, kausalitas meneliti apakah perbuatan seseorang (sebab) memicu terjadinya akibat tertentu.
Pengertian Kausalitas
Kausalitas, kebersebaban, atau sebab akibat adalah sebuah konsep yang menjelaskan hubungan antara dua peristiwa, di mana satu peristiwa (sebab) memicu terjadinya peristiwa lain (akibat).
Secara sederhana, kausalitas dapat dipahami sebagai prinsip bahwa setiap peristiwa memiliki sebab dan akibat.
Pengertian Kasualitas dalam Hukum Pidana
Kausalitas dalam hukum pidana adalah ajaran tentang hubungan sebab akibat antara perbuatan seseorang dengan akibat yang ditimbulkannya. Ajaran ini sangat penting untuk menentukan apakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas suatu perbuatannya atau tidak.
Secara singkat, kausalitas menjawab pertanyaan:
- Apakah perbuatan seseorang menyebabkan akibat tertentu?
- Seberapa jauh perbuatan seseorang dapat dihubungkan dengan akibat yang terjadi?
Contoh:
- Seseorang (A) menusuk korban (B) dengan pisau. B kemudian meninggal dunia. Dalam kasus ini, A dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas kematian B karena perbuatan A (menusuk) merupakan penyebab langsung dari kematian B.
Regulasi Ajaran Kausalitas
Secara eksplisit, KUHP tidak memuat aturan khusus tentang kausalitas.
Namun, konsep ini tersirat dalam beberapa pasal KUHP, seperti:
- Pasal 359 KUHP: Penganiayaan
- Pasal 360 KUHP: Penganiayaan Berat
- Pasal 338 KUHP: Pembunuhan
- Pasal 187 KUHP: Pembakaran
Pasal-pasal tersebut menggunakan frasa seperti “mengakibatkan”, “menyebabkan”, dan “menimbulkan” yang menunjukkan hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat.
Teori dalam Ajaran Kausalitas Hukum Pidana
Ajaran Kausalitas diperlukan untuk menentukan adanya hubungan obyektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang dilarang. Oleh karena itu sangat keberadaan teori ini untuk tindak pidana materiil, dan tindak pidana yang dikualifikasikan oleh akibatnya. Hal ini disebabkan dalam tindak pidana materiil terdapat unsur akibat konstiutif, yaitu berkaitan dengan apa yang menjadi sebab dari akibat yang sudah ditentukan dalam perundang-undangan tersebut dan pihak mana yang bertanggungjawab atas tindak pidana tersebut.
Post Hoc NonPropter hoc, yaitu suatu peristiwa yang terjadi setelah peristiwa lain, belum tentu merupakan akibat dari peristiwa yang mendahulianya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, telah berkembang secara umum 3 (tiga) teori, yaitu :
- Teori conditio sine quanon/teori equvalen.
- Teori adequat (general)
- Teori individualisasi
Teori Conditio sine quanon
Menurut Von Buri, sebab adalah setiap syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, karena setiap sayarat tersebut adalah sebab, semua syarat nilainya sama. Jadi bila satu syarat saja tidak ada, maka akibatnya akan lain. Teori ini memiliki kelemahan karena hubungan kausal akan membentang kebelakang tanpa batas/akhir. Namun menurut Van Hamel, teori ini adalah satu-satunya teori yang dapat dipertahankan hanya saja harus dilengkapi dengan teori kesalahan.
Teori Adequat
Menurut Von Kris, suatu sebab dari adanya kejadian (tindak pidana) adalah syarat yang pada umumnya menurut jalannya kejadian yang normal dapat menimbulkan akibat atau kejadian tertentu. Teori ini berpijak pada fakta sebelum kejadian. Teori adequat ini berkembang yang selanjutnya memunculkan dua aliran dalam teori, yaitu teori subyektif dan obyektif. Teori subyektif menentukan sebab adalah apa yang oleh petindak diketahui atau dibayangakan dapat menimbulkan akibat (kriterianya adalah pengetahuan petindak). Sedangkan teori obyektif melihat sebab adalah kelakuan manusia yang menurut pengalaman pada umunya adalah wajar jika perbuatan tersebut menimbulkan akibat.
Teori Individualisasi
Menurut Birk Meyer, dari serentetan syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat yang menjadi sebab adalah syarat yang dalam keadaan tertentu adalah paling dominan untuk menimbulkan akibat. Karl binding mengatakan syarat adalah sebab yang paling menentukan. Dalam syarat-syarat yang positif untuk melebihi syarat-syarat yang negatif.
Demikianlah pembahasan mengenai ajaran kausalitas dalam hukum pidana. Pada prinsipnya ajaran kausalitas adalah sebuah konsep yang menjelaskan hubungan antara dua peristiwa, di mana satu peristiwa (sebab) memicu terjadinya peristiwa lain (akibat). Dalam hukum pidana ajaran ini berguna untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat antara perbuatan seseorang dengan akibat yang ditimbulkannya. Ajaran ini sangat penting untuk menentukan apakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas suatu perbuatannya atau tidak.
Semoga bermanfaat!