Pidana

Menelusuri 40 Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru: Sebuah Kajian Komprehensif

Redaksi Literasi Hukum
4854
×

Menelusuri 40 Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru: Sebuah Kajian Komprehensif

Sebarkan artikel ini
Menelusuri 8 Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru: Sebuah Kajian Komprehensif
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi / Sumber: DALLE

Literasi HukumArtikel ini menelusuri perbedaan KUHP lama dan KUHP Baru. Mau tau apa yang membedakannya? Yuk Simak penjelasan berikut!

Table of Contents

Pendahuluan

Disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Desember 2022 menandakan babak baru dalam sejarah hukum pidana Indonesia. Menggantikan KUHP lama yang warisan kolonial Belanda, KUHP baru diharapkan membawa perubahan positif dalam sistem peradilan pidana.

Namun, peralihan ini tak luput dari kontroversi. Perbedaan mencolok antara kedua kitab undang-undang ini memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan pakar hukum. Memahami perbedaan-perbedaan ini menjadi kunci untuk memahami arah dan dampak reformasi hukum pidana di Indonesia.

Perbedaan Krusial dan Dampaknya

Berikut beberapa perbedaan krusial antara KUHP lama dan KUHP baru beserta dampaknya:

Berikut adalah perbandingan antara KUHP lama dan KUHP baru:

1. Asas Legalitas

  • KUHP Lama: Menegaskan asas legalitas secara ketat, yaitu tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa peraturan yang mengatur sebelumnya (nullum crimen sine lege). Hal ini tercantum dalam Pasal 1 Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan juga diadopsi dalam UU Nomor 1 Tahun 1946​(UU Nomor 1 Tahun 1946).
  • KUHP Baru: Asas legalitas tetap dipegang teguh, namun memberikan ruang untuk mengakui hukum yang hidup di masyarakat (hukum adat) sesuai Pasal 2 KUHP baru. Ini memperluas konsep legalitas dengan mengakomodasi peraturan yang berkembang secara lokal selama tidak bertentangan dengan peraturan nasional dan prinsip Pancasila.

2. Pidana Mati

  • KUHP Lama: Pidana mati merupakan hukuman pokok untuk beberapa tindak pidana berat, tanpa alternatif lain.
  • KUHP Baru: Pidana mati masih diakui tetapi bukan lagi hukuman pokok. Pidana mati diberikan sebagai hukuman alternatif yang dapat diganti dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun, tergantung pada evaluasi perilaku terpidana selama masa percobaan 10 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 100 KUHP baru.

3. Pidana Denda

  • KUHP Lama: Pidana denda sudah ada namun biasanya sebagai pidana tambahan atau alternatif bagi tindak pidana kecil, dengan nominal yang tidak selalu disesuaikan dengan perkembangan ekonomi.
  • KUHP Baru: Pidana denda diatur lebih rinci dengan kategori berdasarkan besarannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP baru, sehingga lebih adaptif terhadap perubahan nilai mata uang dan perkembangan ekonomi. Denda juga dapat menjadi pidana pokok, bukan hanya pidana tambahan.

4. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

  • KUHP Lama: Tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi (corporate criminal liability), di mana korporasi dapat dikenai sanksi pidana, termasuk denda atau pembekuan usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 45-50.

5. Diversi dan Restorative Justice

  • KUHP Lama: Tidak ada mekanisme diversi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan, fokus pada retributif (pembalasan) atas tindak pidana.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengadopsi pendekatan restorative justice, terutama untuk anak dan perkara ringan. Diversi diatur dalam Pasal 112-117, yang memberikan ruang bagi penyelesaian di luar pengadilan demi pemulihan korban dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat.

6. Bahasa

  • KUHP Lama: Bahasa hukum yang digunakan merupakan adaptasi dari bahasa Belanda, yang sering kali dirasa rumit dan berbelit-belit.
  • KUHP Baru: Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan tentang perubahan gaya bahasa, KUHP baru diharapkan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami untuk masyarakat umum, meskipun tetap menjaga ketepatan hukum.

7. Filosofi Pemidanaan

  • KUHP Lama: Filosofi hukum pidana didasarkan pada asas retributif, yang lebih menekankan pada pembalasan terhadap pelaku tindak pidana.
  • KUHP Baru: KUHP baru berpindah ke filosofi restorative justice, yang lebih menekankan pada pemulihan korban, rehabilitasi pelaku, dan keseimbangan keadilan, sebagaimana tercermin dalam Pasal 51-52.

8. Tindak Pidana Baru

  • KUHP Lama: Fokus pada tindak pidana yang relevan pada masa kolonial, seperti kejahatan terhadap negara dan harta benda, tanpa mempertimbangkan kejahatan modern seperti cybercrime.
  • KUHP Baru: Mengakui berbagai tindak pidana baru, seperti kejahatan siber (cybercrime), kejahatan terhadap lingkungan, dan terorisme. Hal ini mencerminkan respons terhadap perubahan zaman dan perkembangan teknologi.

9. Pidana Tambahan

  • KUHP Lama: Pidana tambahan seperti pencabutan hak tertentu sudah ada, tetapi belum diatur secara rinci.
  • KUHP Baru: Pidana tambahan diatur lebih spesifik, termasuk pencabutan hak-hak tertentu seperti hak politik dan hak sosial, serta perampasan barang yang terkait dengan kejahatan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 86 KUHP baru.

10. Pengaturan tentang Pidana Penjara

  • KUHP Lama: Pidana penjara adalah hukuman pokok, dan fokus lebih kepada pemenjaraan pelaku sebagai sanksi atas kejahatan. Hukuman penjara minimum dan maksimum biasanya bersifat rigid.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan pidana penjara yang lebih fleksibel, dengan adanya pilihan pidana pengawasan dan pidana kerja sosial sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek (Pasal 65-75). Ini bertujuan untuk mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan dan memberikan alternatif yang lebih humanis bagi pelanggaran kecil.

11. Penghapusan Pembeda Kejahatan dan Pelanggaran

  • KUHP Lama: KUHP lama membedakan antara “kejahatan” (misdrijven) dan “pelanggaran” (overtredingen), yang menunjukkan perbedaan dalam hal berat atau ringannya tindakan yang dilakukan serta sanksinya.
  • KUHP Baru: KUHP baru menghapus secara tegas pembedaan ini. Semua tindak pidana kini disebut sebagai “Tindak Pidana,” meskipun tetap ada perbedaan dalam jenis sanksi yang diterapkan berdasarkan beratnya tindak pidana tersebut. Ini diatur dalam buku kedua KUHP baru.

12. Pengaturan Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak

  • KUHP Lama: Pengaturan mengenai pidana terhadap anak sangat terbatas, hanya ada ketentuan umum yang mengatur tentang pengurangan hukuman bagi pelaku yang masih di bawah umur.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan ketentuan khusus untuk anak yang melakukan tindak pidana. Penyelesaian dengan pendekatan diversi diutamakan, dan tindakan yang bersifat restoratif serta rehabilitatif lebih ditekankan. Anak di bawah 12 tahun tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenakan tindakan (Pasal 113-116).

13. Penambahan Prinsip Pemidanaan dalam Tindak Pidana Korporasi

  • KUHP Lama: Tidak ada pengaturan khusus terkait tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
  • KUHP Baru: KUHP baru secara jelas mengakui bahwa korporasi dapat melakukan tindak pidana, dan mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi. Hal ini termasuk pengaturan tentang sanksi terhadap korporasi berupa denda, pembekuan usaha, hingga pembubaran korporasi. Korporasi juga dapat dimintai pertanggungjawaban bersama pengurusnya (Pasal 45-50).

14. Peran Hakim dalam Penentuan Hukuman

  • KUHP Lama: Hakim memiliki peran yang terbatas dalam memilih jenis pidana dan lebih sering harus mengikuti batasan hukum yang kaku terkait pidana yang diberikan.
  • KUHP Baru: Hakim diberikan fleksibilitas lebih besar dalam menentukan hukuman. Misalnya, hakim dapat memilih untuk tidak menjatuhkan pidana penjara dalam kasus di mana pidana penjara dirasa tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan (Pasal 53-57). Hakim juga dapat menyesuaikan sanksi berdasarkan sikap terdakwa selama proses hukum berlangsung.

15. Ketentuan tentang Pidana Mati dengan Masa Percobaan

  • KUHP Lama: Pidana mati merupakan hukuman definitif yang harus dijalankan jika dijatuhkan, tanpa masa percobaan.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan konsep masa percobaan untuk hukuman mati. Terpidana mati dapat diberikan masa percobaan selama 10 tahun, dan jika menunjukkan sikap baik selama masa tersebut, hukuman mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup (Pasal 100).

16. Pengaturan Tindak Pidana Berbasis Gender dan Seksualitas

  • KUHP Lama: Tidak ada pengaturan yang eksplisit terkait kejahatan berbasis gender dan seksual.
  • KUHP Baru: KUHP baru memasukkan ketentuan eksplisit tentang tindak pidana berbasis gender dan seksual, termasuk kekerasan seksual, pemerkosaan dalam rumah tangga, perdagangan manusia, dan pelecehan seksual. Ada perlindungan yang lebih kuat terhadap korban kekerasan berbasis gender.

17. Pengaturan Pidana Terhadap Perbuatan Korupsi dan Terorisme

  • KUHP Lama: Tidak secara eksplisit mengatur tindak pidana korupsi dan terorisme, karena fokus KUHP lama lebih kepada tindak pidana umum.
  • KUHP Baru: KUHP baru memasukkan pengaturan pidana terhadap tindak pidana korupsi dan terorisme secara lebih jelas. Korupsi dianggap sebagai tindak pidana khusus yang dikenai sanksi berat, termasuk denda dalam jumlah besar dan pidana penjara seumur hidup. Begitu juga dengan terorisme, yang memiliki kategori pidana tersendiri dengan sanksi berat hingga hukuman mati (Pasal 604-607 untuk terorisme dan Pasal 607-610 untuk korupsi).

18. Peran Hukum Adat

  • KUHP Lama: KUHP lama tidak memberikan ruang pengakuan formal terhadap hukum adat dalam penjatuhan pidana.
  • KUHP Baru: KUHP baru secara eksplisit mengakui hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum yang hidup di masyarakat. Pengakuan ini memungkinkan penerapan pidana berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat setempat, selama tidak bertentangan dengan hukum nasional dan nilai-nilai Pancasila (Pasal 2).

19. Pidana Kebohongan dan Berita Hoaks

  • KUHP Lama: Tidak secara spesifik mengatur tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoaks.
  • KUHP Baru: Menambahkan ketentuan pidana terkait penyebaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat, yang secara khusus dimasukkan dalam ketentuan baru terkait penyebaran informasi elektronik yang menyesatkan (Pasal 263-264).

20. Penyelesaian Sengketa dengan Cara Alternatif (Diversi)

  • KUHP Lama: KUHP lama tidak mengatur secara eksplisit mengenai alternatif penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan atau diversi.
  • KUHP Baru: KUHP baru secara eksplisit mengatur tentang diversi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan pidana, terutama untuk pelaku anak dan perkara ringan. Hal ini dimaksudkan untuk mengutamakan pendekatan restorative justice dan mendorong rehabilitasi, bukan sekadar hukuman. Diversi diatur secara rinci dalam Pasal 112-117.

21. Pidana Terhadap Hewan dan Lingkungan

  • KUHP Lama: KUHP lama tidak mengatur secara spesifik perlindungan terhadap hewan dan lingkungan.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengatur pidana bagi pelanggaran yang merusak lingkungan hidup serta perlindungan terhadap hewan, yang merupakan respons terhadap meningkatnya kesadaran akan perlindungan lingkungan. Ini mencakup tindak pidana terhadap pencemaran lingkungan, perburuan liar, dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal (Pasal 278-292).

22. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime)

  • KUHP Lama: Tidak ada pengaturan mengenai kejahatan teknologi informasi atau cybercrime, karena pada waktu itu teknologi informasi belum berkembang.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan pengaturan tindak pidana yang terkait dengan penggunaan teknologi informasi, termasuk kejahatan siber (cybercrime). Ini mencakup kejahatan seperti hacking, pencurian data, dan penyalahgunaan informasi melalui internet (Pasal 313-318).

23. Perzinahan dan Tindak Pidana Kesusilaan

  • KUHP Lama: Perzinahan dan pelanggaran kesusilaan diatur dalam KUHP lama, tetapi lebih terbatas pada tindakan hubungan seksual di luar pernikahan yang melibatkan pihak yang sudah menikah.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperluas definisi perzinahan dengan mencakup hubungan seksual di luar nikah antara dua orang yang tidak terikat perkawinan, dan memberikan sanksi yang lebih jelas terhadap pelanggaran kesusilaan. Hal ini juga mencakup kejahatan kesusilaan yang dilakukan melalui media digital atau elektronik (Pasal 411-419).

24. Pelecehan Seksual

  • KUHP Lama: Pengaturan mengenai pelecehan seksual tidak diatur secara spesifik, hanya ada ketentuan umum tentang pelanggaran kesusilaan.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengatur secara rinci tentang tindak pidana pelecehan seksual, termasuk pelecehan fisik, verbal, dan pelecehan berbasis teknologi (cyber harassment). Hal ini mencerminkan perlindungan yang lebih luas terhadap korban kekerasan seksual (Pasal 412-417).

25. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden

  • KUHP Lama: Penghinaan terhadap raja atau pemimpin negara dalam KUHP lama diatur berdasarkan hukum kolonial, yang melarang penghinaan terhadap penguasa Hindia Belanda, namun telah disesuaikan dengan penghinaan terhadap presiden setelah kemerdekaan.
  • KUHP Baru: KUHP baru masih mengatur penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, tetapi memberikan batasan yang lebih jelas untuk melindungi kebebasan berpendapat. Penghinaan terhadap presiden dapat dipidana jika dilakukan secara publik atau melalui media elektronik, tetapi kritik yang membangun terhadap pemerintah tidak termasuk dalam kategori ini (Pasal 218-220).

26. Penistaan Agama

  • KUHP Lama: Penistaan agama diatur secara umum dalam KUHP lama, dengan ketentuan pidana bagi tindakan yang dianggap merendahkan agama.
  • KUHP Baru: KUHP baru tetap mempertahankan aturan terkait penistaan agama, namun pengaturannya lebih rinci dan sensitif terhadap keragaman agama di Indonesia. Penghinaan terhadap agama, tindakan yang menghalangi praktik keagamaan, serta penyebaran kebencian berbasis agama dikenai sanksi pidana lebih ketat dalam KUHP baru (Pasal 302-304).

27. Ketentuan tentang Kebebasan Pers dan Informasi

  • KUHP Lama: Tidak ada ketentuan eksplisit mengenai perlindungan kebebasan pers atau hak informasi publik.
  • KUHP Baru: KUHP baru memberikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan hak informasi, serta sanksi bagi penyebaran berita bohong atau fitnah melalui media massa atau media elektronik yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat. Hal ini diatur dalam Pasal 263-264, yang menyangkut berita hoaks dan penyalahgunaan informasi.

28. Pengaturan tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga

  • KUHP Lama: Tidak ada pengaturan eksplisit mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan pengaturan mengenai KDRT, termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual dalam rumah tangga. Tindakan KDRT diatur secara lebih tegas dan menjadi tindak pidana yang serius dalam KUHP baru (Pasal 411-414).

29. Rehabilitasi dan Pemulihan Korban

  • KUHP Lama: Fokus lebih pada penghukuman pelaku, tanpa ada ketentuan yang jelas mengenai hak korban untuk mendapatkan pemulihan atau rehabilitasi.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengadopsi pendekatan restorative justice, di mana korban memiliki hak untuk mendapatkan pemulihan, termasuk kompensasi dan dukungan rehabilitasi. Ada juga ketentuan tentang tanggung jawab negara untuk membantu pemulihan korban dalam kasus kekerasan atau kejahatan berat (Pasal 87-91).

30. Perluasan Jenis Pidana Tambahan

  • KUHP Lama: Jenis pidana tambahan terbatas pada pencabutan hak-hak tertentu atau denda.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperluas jenis pidana tambahan yang mencakup pencabutan izin usaha, pencabutan hak politik, pembatasan hak-hak tertentu, dan penyitaan harta yang digunakan dalam kejahatan. Ini memberikan instrumen yang lebih variatif bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan kasus (Pasal 85-91).

31. Ketentuan tentang Hukuman yang Ditangguhkan

  • KUHP Lama: Tidak mengatur mekanisme penangguhan pelaksanaan hukuman dalam bentuk yang rinci.
  • KUHP Baru: KUHP baru memberikan ketentuan yang lebih jelas mengenai hukuman yang ditangguhkan, di mana pelaksanaan hukuman pidana dapat ditangguhkan oleh hakim dengan syarat tertentu. Terpidana yang menunjukkan perilaku baik selama masa penangguhan dapat dibebaskan dari pelaksanaan hukuman (Pasal 92-96).

32. Pemberatan dan Peringanan Hukuman

  • KUHP Lama: Pengaturan tentang pemberatan dan peringanan hukuman cenderung lebih terbatas, dengan kondisi yang lebih sedikit terkait keadaan yang dapat menyebabkan hukuman menjadi lebih berat atau lebih ringan.
  • KUHP Baru: KUHP baru memiliki ketentuan yang lebih luas tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemberatan atau peringanan hukuman. Hal ini termasuk pertimbangan terkait kondisi psikologis, usia, dan motivasi pelaku, serta apakah tindak pidana dilakukan dalam situasi tertentu seperti saat terjadi bencana alam atau keadaan darurat. Ini diatur dalam Pasal 55-58.

33. Pengaturan Pidana Pengganti dalam Kasus Pidana Denda

  • KUHP Lama: Jika pidana denda tidak dapat dibayar, penggantiannya biasanya adalah hukuman kurungan yang tetap kaku dan tidak fleksibel.
  • KUHP Baru: KUHP baru memberikan pilihan pidana pengganti jika pidana denda tidak dapat dibayarkan. Pengganti tersebut bisa berupa kerja sosial atau kurungan, tergantung pada jenis pidana yang dijatuhkan dan kondisi terpidana (Pasal 79). Ini menunjukkan adanya pilihan yang lebih fleksibel dalam penegakan hukuman, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terpidana.

34. Pengaturan Pidana Khusus terhadap Aparat Negara

  • KUHP Lama: Pengaturan mengenai tindak pidana oleh aparat negara (seperti pegawai negeri atau pejabat publik) tidak secara rinci diatur dalam KUHP lama, meskipun ada beberapa ketentuan yang membahas korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
  • KUHP Baru: KUHP baru secara lebih rinci mengatur tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat publik atau aparat negara, termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan pelanggaran etika dalam pelayanan publik. Sanksi pidana terhadap pejabat publik ini diatur lebih tegas untuk menegakkan akuntabilitas di sektor publik (Pasal 607-610).

35. Pengaturan Perdagangan Orang

  • KUHP Lama: Pengaturan terkait perdagangan manusia atau perdagangan orang tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP lama.
  • KUHP Baru: KUHP baru mencakup ketentuan tentang perdagangan manusia, yang merupakan tindak pidana serius dan internasional. Hal ini mencakup perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual, kerja paksa, atau pemerasan, dan dikenai sanksi pidana berat (Pasal 286-291).

36. Pemidanaan Terhadap Penyebaran Informasi yang Melanggar Privasi

  • KUHP Lama: Tidak ada ketentuan eksplisit mengenai penyebaran informasi pribadi atau pelanggaran privasi.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengatur tindak pidana terkait penyebaran informasi pribadi secara ilegal atau tanpa izin. Hal ini mencakup penyebaran data pribadi, rekaman video, atau informasi digital yang dapat merusak privasi seseorang. Pelanggaran ini bisa dilakukan melalui media sosial atau internet, dan dikenakan sanksi pidana (Pasal 319-320).

37. Pidana Khusus untuk Pengemudi yang Mabuk atau Lalai

  • KUHP Lama: Tidak ada ketentuan khusus yang secara spesifik menargetkan pengemudi yang mabuk atau lalai dalam lalu lintas, meskipun kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian tetap diatur dalam KUHP lama.
  • KUHP Baru: KUHP baru mengatur secara rinci tindak pidana bagi pengemudi yang mabuk atau lalai, terutama jika menyebabkan kecelakaan yang merugikan orang lain. Ini termasuk pengenaan pidana lebih berat terhadap pengemudi yang tidak bertanggung jawab, seperti meninggalkan tempat kejadian kecelakaan (Pasal 275-279).

38. Pengaturan Tindak Pidana Terhadap Sistem Pemilu

  • KUHP Lama: KUHP lama tidak memiliki pengaturan yang spesifik mengenai tindak pidana terkait pemilu atau proses pemilihan umum.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan ketentuan pidana bagi pelanggaran terkait sistem pemilu, termasuk manipulasi suara, intimidasi pemilih, penyuapan, dan pelanggaran etika kampanye. Ini bertujuan untuk melindungi proses demokrasi dari tindak pidana yang mengganggu pemilu yang bebas dan adil (Pasal 525-532).

39. Penahanan Sementara dan Penggunaan Teknologi

  • KUHP Lama: Tidak ada pengaturan khusus mengenai penahanan sementara yang memperhitungkan perkembangan teknologi modern.
  • KUHP Baru: KUHP baru memperkenalkan penggunaan teknologi dalam proses hukum, seperti penahanan sementara dengan pengawasan elektronik (misalnya, penggunaan gelang pemantauan elektronik) sebagai alternatif dari penahanan fisik. Ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak tersangka dan kepentingan penyidikan (Pasal 71).

40. Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika

  • KUHP Lama: KUHP lama tidak mengatur secara spesifik penyalahgunaan narkotika dan psikotropika karena regulasi terkait ini umumnya berada di luar KUHP, dalam undang-undang khusus.
  • KUHP Baru: KUHP baru mencakup pengaturan tindak pidana terkait penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, di mana tindak pidana ini dikenai sanksi berat untuk pengedar dan pengguna narkoba, tetapi juga memberikan ruang bagi rehabilitasi bagi pengguna narkoba sebagai alternatif penjara (Pasal 594-595).

Kesimpulan

esimpulan dari perbandingan antara KUHP Lama dan KUHP Baru adalah bahwa KUHP baru membawa reformasi yang signifikan dalam berbagai aspek hukum pidana di Indonesia. Berikut adalah beberapa poin utama dari perbandingan tersebut:

  1. Perluasan dan Pembaruan Konteks Hukum: KUHP baru mencakup tindak pidana yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti kejahatan siber, tindak pidana lingkungan, kekerasan berbasis gender, dan perdagangan manusia, yang tidak diatur secara spesifik dalam KUHP lama. Hal ini menunjukkan respons terhadap tantangan sosial dan teknologi modern.
  2. Pendekatan Restorative Justice: KUHP baru mengadopsi filosofi restorative justice yang lebih mengutamakan pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku daripada sekadar pembalasan. Diversi dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan juga diatur lebih jelas, terutama untuk anak dan perkara ringan.
  3. Fleksibilitas Hukuman: KUHP baru memberikan fleksibilitas lebih kepada hakim dalam menentukan hukuman, termasuk penggunaan denda, kerja sosial, dan pengawasan elektronik sebagai alternatif dari penjara. Ini berbeda dengan KUHP lama yang lebih fokus pada hukuman penjara.
  4. Pengaturan yang Lebih Detail: KUHP baru memberikan pengaturan lebih rinci untuk berbagai aspek seperti pidana korporasi, penyalahgunaan narkotika, pelanggaran dalam pemilu, dan kejahatan terkait privasi dan teknologi. KUHP lama tidak memberikan cakupan yang sama terhadap isu-isu tersebut.
  5. Pengakuan Terhadap Hukum Adat: KUHP baru memberikan ruang bagi pengakuan hukum yang hidup di masyarakat, termasuk hukum adat, selama tidak bertentangan dengan prinsip nasional dan Pancasila. Ini adalah perkembangan baru yang tidak ada dalam KUHP lama.
  6. Perlindungan HAM: KUHP baru memperkenalkan pidana mati dengan masa percobaan, sebagai upaya untuk mengedepankan kemanusiaan dalam sistem peradilan. Selain itu, ada perlindungan lebih kuat terhadap korban kekerasan seksual dan pelecehan berbasis gender.
  7. Pengurangan Pidana yang Kaku: KUHP baru lebih mengedepankan pemidanaan yang proporsional dan memperhatikan keadaan pelaku serta situasi khusus, seperti usia, motivasi, dan dampak sosial dari tindak pidana.

Secara keseluruhan, KUHP baru merepresentasikan langkah besar menuju modernisasi hukum pidana Indonesia yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman dan berfokus pada keadilan yang lebih komprehensif, responsif, dan berorientasi pada hak asasi manusia serta pemulihan sosial.

Itulah penjelasan mengenai Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru.

Kunjungi laman Literasi Hukum Indonesia dan follow Instagram @literasihukumcom untuk upgrade pengetahuan hukum yang lebih baik!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.