Literasi Hukum – Artikel ini membedah norma hukum tentang tindak pidana penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan KUHP baru. Dengan mengulas definisi, elemen, dan sanksi hukum terkait penipuan, serta perbedaan antara kedua versi KUHP, pembaca akan mendapatkan wawasan mendalam tentang evolusi hukum pidana penipuan di Indonesia. Diskusi ini diperkaya dengan analisis kasus nyata yang telah berkekuatan hukum tetap, memberikan konteks praktis terhadap penerapan hukum penipuan dalam sistem peradilan Indonesia.
Norma Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP Lama dan KUHP Baru
Demi mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu, tidak jarang seseorang melancarkan suatu rangkaian kata bohong dan tipu muslihat yang dibalut dalam suatu perbuatan yang dinamakan penipuan. Penipuan merupakan salah satu bentuk perbuatan tercela yang sangat meresahkan masyarakat. Secara umum pengertian dari penipuan adalah perbuatan membohongi orang dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan materi tertentu seperti uang atau barang. Selain itu, penipuan juga dapat ditafsirkan sebagai perbuatan mengelabui seseorang demi keuntungan pribadi.
Ketentuan norma pidana mengenai tindak pidana penipuan tercantum dalam Pasal 378 KUHPidana. Penipuan dalam KUHPidana dikonsepkan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Adapun ancaman sanksi pidananya adalah hukuman penjara paling lama empat tahun.
Tindak Pidana Penipuan juga diatur dalam KUHPIdana baru sebagaimana tercantum dalam Pasal 492 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Konsep Tindak Pidana Penipuan dalam KUHP baru adalah perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang. Adapun ancaman sanksi pidananya adalah hukuman penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Setelah mencermati norma yang tercantum dalam KUHP lama dan KUHP Baru, maka dapat disimpulkan unsur utama dari tindak pidana penipuan adalah sebagaimana berikut:
- Unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dalam arti pelaku tindak pidana memang bermaksud untuk mendapatkan keuntungan dengan cara melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
- Unsur menggunakan sarana/alat penggerak dalam bentuk nama/identitas palsu, martabat palsu, keadaan/kondisi palsu, rangkaian kebohongan, dan tipu muslihat. Alat penggerak tersebut digunakan agar orang lain tergerak menyerahkan suatu barang atau benda.
Penjelasan Singkat Mengenai Makna Rangkaian Kata Bohong dan Tipu Muslihat
Rangkaian kata bohong dan tipu muslihat merupakan unsur utama lainnya dari suatu tindak pidana penipuan. Secara garis besar apabila sesorang mengucapkan beberapa kata bohong maka dapat dianggap telah terjadi rangkaian kata-kata bohong. Biasanya rangkaian kata-kata bohong tersebut diucapkan secara rapi dan tersusun, sehingga bagi orang lain yang mendengarnya akan merasa dan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang logis dan benar. Dengan kata lain, rangkaian kata bohong sesungguhnya merupakan rangkaian kata-kata yang bertentangan dengan fakta kebenaran yang sebenarnya.
Rangkaian kata-kata bohong juga dapat ditafsirkan sebagai perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain guna kepentingan dirinya atau kelompok. Serangkaian perkataan bohong dilancarkan sehingga seseorang bisa merasa terperdaya karena omongan yang seakan-akan benar. Biasanya seseorang yang melakukan tindak pidana penipuan akan menerangkan sesuatu hal yang seolah-olah betul terjadi, akan tetapi sesungguhnya apa yang diterangkan itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya sekedar untuk meyakinkan orang yang disasar menjadi korban.
Selanjutnya, mengenai tipu muslihat secara garis besar adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menyebabkan orang lain percaya dan yakin atas suatu hal tertentu. Tipu muslihat juga dapat ditafsirkan sebagai trik atau manipulasi yang dirancang untuk menipu seseorang. Definisi atau pengertian lain dari tipu muslihat adalah serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk membuat persepsi/pendapat yang keliru dari keadaan sebenarnya sesuai dengan tujuan dari pelaku tindak pidana penipuan.
Tipu muslihat sedikit berbeda dengan kebohongan, karena tipu muslihat lebih terpaku pada serangkaian perbuatan aktif yang dilaksanakan sedemikian rupa. Sedangkan rangkaian kata-kata bohong lebih terpaku pada kata-kata yang berbentuk sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu gambaran kebenaran yang palsu.
Analisis Singkat Kasus: Putusan MA RI No. 155 K/Pid/2024 tertanggal 07 Maret 2024
Salah satu kasus tindak pidana penipuan yang telah berkekuatan hukum tetap terjadi di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Terpidana JFP secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana).
Kasus ini bermula ketika pada tahun 2022 Terpidana JFP bersama dengan saksi korban TB membuka suatu kelompok arisan dengan nilai nominal sebesar Rp, 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada saat itu Terpidana JFP meminta dan bermohon kepada saksi korban TB selaku ketua/owner arian agar Terpidana JFP mendapatkan nomor urut pertama penerima arisan. Adapun alasan dari Terpidana JFP adalah karena Terpidana JFP sedang memiliki/mengerjakan suatu proyek di Gorontalo Utara, sehingga Terpidana JFP baru bisa menyanggupi kewajiban untuk menyetor uang arisan apabila diberikan nomor urut pertama.
Saksi korban TB yang saat itu masih percaya dan memiliki hubungan baik dengan Terpidana JFP kemudian memberikan Terpidana JFP nomor urut pertama dan uang arisan sebesar Rp, 169.000.000,00 (seratus enam puluh sembilan juta rupiah). Namun, yang terjadi kemudian adalah Terpidana JFP tidak melaksanakan kewajibannya membayar uang angsuran arisan. Oleh karenanya, saksi korban TB terpaksa menggunakan uang pribadi miliknya untuk membayar uang angsuran yang harusnya menjadi kewajiban dari Terpidana JFP.
Saksi korban TB sudah berusaha berkali-kali untuk menagih uang arisan kepada Terpidana JFP, namun Terpidana JFP tidak menanggapinya dengan serius dan tidak kunjung membayar dan/atau mengembalikan uang arisan tersebut. Terpidana JFP sempat menunjukkan itikad baik dengan mentransfer uang arisan kepada saksi korban TB dengan total keseluruhan berjumlah Rp, 118.000.000,00 (seratus delapan belas juta rupiah). Namun, ternyata diketahui uang arisan yang disetor oleh Terpidana JFP tersebut adalah pembayaran tunggakan uang arisan tahun 2021, sehingga Terpidana JFP sesungguhnya masih memiliki hutang sebesar Rp, 255.000.000,00 (dua ratus lima puluh lima juta rupiah).
Bahwa, setelah mencermati bukti-bukti dan fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado yang mengadili perkara a quo terdapat rangkaian kata bohong yang digunakan oleh Terpidana JFP sehingga bisa meyakinkan saksi korban TB adalah ketika Terpidana JFP mengaku memiliki proyek di Gorontalo Utara sebagai jaminan Terpidana JFP akan membayar uang arisan tersebut. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya oleh Terpidana JFP.
Perbuatan Terpidana JFP tersebut dalam perspektif hukum pidana sudah dapat dinilai sebagai perbuatan tipu muslihat atau akal-akalan semata dari Terpidana JFP untuk memperdaya saksi korban TB agar saksi korban TB mau dan bersedia menuruti kemauan Terpidana JFP mendapatkan giliran pertama dalam arisan tersebut. Dengan demikian, perbuatan Terpidana JFP pada intinya telah memenuhi seluruh unsur-unsur delik sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 378 KUHP. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 202/Pid.B/2023/ PN.Mnd tertanggal 25 September 2023, JFP terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penipuan dengan dijatuhi hukuman berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun, yang juga telah dikuatkan di tingkat banding sebagaimana dimaksud dalam Putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor 110/PID/2023/PT MND tanggal 25 Oktober 2023 dan tingkat kasasi sebagaimana tercantum dalam Putusan MA RI No. 155 K/Pid/2024 tertanggal 07 Maret 2024.
Sumber Referensi:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Alwan Hadiyanto (et.al), Tindak Pidana Penipuan Menurut KUHP dan Syariat Islam, Damera Press, Jakarta, 2023.
- Soerodibroto dan R. Soenarto, KUHP dan KUHAP, Rajawali Pers, Jakarta, 1992.