Literasi Hukum – Kasus penganiayaan anak Aghnia Punjabi oleh perawatnya telah menyita perhatian publik. Artikel ini membahas hak anak untuk dilindungi, definisi kekerasan terhadap anak, dan hukuman bagi pelakunya.
Hak Anak untuk Dilindungi
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk seorang anak yang masih berada dalam kandungan (Seorang anak adalah sebuah individu yang masih ada dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan, baik secara fisik, emosional, sosial, dan kecerdasan. Dalam proses perkembangan seorang anak, tentunya anak harus mendapatkan khusus, baik secara pemberian nutrisi, perkenalaannya terhadap dunia, termasuk memberi pendidikan baik secara akademis maupun non akademis.
Hak Anak untuk DilindungiAnak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk seorang anak yang masih berada dalam kandungan (Seorang anak adalah sebuah individu yang masih ada dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan, baik secara fisik, emosional, sosial, dan kecerdasan. Dalam proses perkembangan seorang anak, tentunya anak harus mendapatkan khusus, baik secara pemberian nutrisi, perkenalaannya terhadap dunia, termasuk memberi pendidikan baik secara akademis maupun non akademis.
Untuk memastikan bahwa seorang anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagai seseorang yang sudah dewasa dan menyandang status sebagai seorang warga negara, maka mereka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan berakhlak. Berlandaskan hukum melalui Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), seorang anak memiliki hak untuk dilindungi, dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak mereka dan perlakuan tanpa diskriminasi.
Seorang anak berhak untuk mendapatkan perlindungan secara fisik dan mental. Seorang anak sangat rentan untuk mendapatkan perlakuan tidak senonoh. Salah satu dari perlakuan tersebut adalah tindak kekerasan kepada anak. Tindak kekerasan terhadap anak merupakan suatu hal yang tercela, dan melalui UU Perlindungan anak, hal tersebut merupakan sebuah sesuatu yang dilarang secara hukum dan menimbulkan konsekuensi hukum bagi yang melanggar.
Di Indonesia, tercatat pada November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak.[1] Hal ini merepresentasikan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi kepada anak di Indonesia, dan kurangnya kesadaran masyarakat bahwa seorang anak berhak untuk dilindungi dan didukung pertumbuhannya. Salah satu kasus kekerasan terhadap anak yang belakangan ini sedang hangat diperbincangkan adalah kasus kekerasan terhadap anak salah seorang selebgram[2] yang bernama Aghnia Punjabi.
Aghnia Punjabi dan Sang Buah Hati
Aghnia Punjabi adalah seorang selebgram yang baru-baru ini namanya ramai disebut di berbagai media sosial setelah dia menceritakan sebuah kejadian yang tidak menyenangkan terhadap anak sulungnya yang bernama Jana Amira Priyanka pada. Dalam unggahannya tersebut, Aghnia menduga bahwa sang buah hati mendapatkan tindak penganiayaan dari perawat yang dia sewa dari sebuah institusi penyedia perawat di surabaya yang tidak disebutkan nama institusinya.
Beredar pula video penganiayaan Jana di berbagai platform sosial media yang memperlihatkan adegan penganiayaan Jana oleh Perawat. Dalam video tersebut terlihat bahwa Perawat melakukan penganiayaan terhadap Jana berupa beberapa kali melakukan pemukulan kepada Jana pada bagian kepala, dan badan maupun berbagai tindak kekerasan lainnya.
Hingga tulisan ini di buat (1/4/2024), Aghnia telah melaporkan tindak penganiayaan anak tersebut kepada Polresta Malang dan masih dalam proses penindaklanjutan oleh Polresta Malang.
Penganiayaan Anak, bagaimana hukumnya?
Sebenarnya terminologi yang digunakan dalam undang-undang bukanlah penganiayaan, melainkan kekerasan. Dilihat dari definisinya dalam KBBI penganiayaan yakni perlakuan yang sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya)
Definisi dari kekerasan itu sendiri berdasarkan KBBI ialah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang terjadi kepada Jana merupakan sebuah bentuk penganiayaan yang menggunakan kekerasan.
Mengenai penyebutan kata-kata menyebabkan cedera dalam definisi kekerasan diatas, di sosial media tersebar pula foto dari Jana yang mengalami luka fisik yakni lebam pada bagian mata kiri, dan luka goresan pada bagian telinga. Namun foto tersebut tidaklah semata-mata dapat menjadi bukti yang sah dalam persidangan, jadi hal tersebut harus didampingi dengan adanya hasil visum terhadap korban.
Dalam Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tertulis bahwa setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Hal ini berarti apabila pelaku tindak kekerasan secara hukum telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut, dan terbukti secara hukum telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku. Maka pelaku akan dibebani hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp.72.000.000,00
Kesimpulan
Seorang anak adalah sebuah kertas putih bersih tidak berdosa, dan merupakan sebuah potensi seluas-luasnya untuk dibentuk menjadi sebuah insan yang bijaksana dan luhur, tindak penganiayaan atau kekerasan terhadap anak merupakan sebuah perilaku yang tercela dan pantas untuk dihukum seberat-beratnya. Hukum Indonesia telah mengatur secara bijaksana terhadap hukuman terhadap pelaku. Penulis berharap melalui hukuman tersebut, pelaku dapat meras jera atas perbuatan yang telah dilakukannya, dan menjadi sebuah peringatan bagi orang-orang diluar sana agar tidak melakukan perbuatan keji tersebut.
[1] Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (kemenpppa.go.id)
[2] Seorang selebitri yang terkenal di sebuah platform media sosial bernama Instagram