Literasi Hukum – Sistem Peradilan Pidana yang kian hari semakin lunak melahirkan sebuah tanggungjawab bagi Negara untuk melakukan perubahan. Tanggung jawab ini berupa mengembalikan aspek keadilan yang memulihkan bukan untuk menghukum yang biasa disebut keadilan restoratif.
Oleh: Shenny Mutiara Irni
Keadilan restoratif adalah suatu pendekatan penyelesaian perkara tindak pidana yang menekankan pada pemulihan korban, pelaku kejahatan, dan masyarakat. Pendekatan ini berfokus pada dialog dan musyawarah antara para pihak yang terlibat dalam tindak pidana, yaitu korban, pelaku, keluarga korban/pelaku, dan pihak-pihak lain yang terkait, seperti perwakilan masyarakat atau lembaga masyarakat.
Tujuan dari keadilan restoratif adalah untuk:
Keadilan restoratif dapat diterapkan dalam berbagai jenis tindak pidana, termasuk tindak pidana ringan, tindak pidana berat, dan tindak pidana anak. Di Indonesia, keadilan restoratif telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
Tanggungjawab bagi Negara untuk melakukan perubahan juga tertuang dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan dengan amanat agar Negara melakukan pembinaan pada pelaku kejahatan dengan tujuan agar mereka dapat kembali ke masyarakat dan menjadi bagian dari pembangunan Bangsa setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Berikut adalah beberapa contoh penerapan keadilan restoratif di Indonesia:
Keadilan restoratif merupakan pendekatan baru yang dapat menjadi alternatif bagi sistem peradilan pidana yang konvensional. Pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
Seiring dengan berjalannya waktu, Lapas mulai mengalami masalah-masalah yang menyebabkan pembinaan didalamnya menjadi tidak optimal, salah satunya overcrowding karena tidak equalnya daya tampung Lapas tersebut dengan jumlah tahanan yang ada.
Oleh karena itu penerapan keadilan restoratif merupakan suatu keniscayaan untuk menyelesaikan permasalahan over capacity lapas di Indonesia.
Data tahun 2023 dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa jumlah tahanan di Rutan Negara dan Lapas telah terjadi over capacity dengan jumlah 60% nya didominasi dengan narapidana narkotika. Akibatnya, banyak pelaku penyalahgunaan narkotika kemudian gagal untuk dibina menjadi lebih baik setelah mereka keluar dari Lapas tempat mereka menjalani hukumannya.
Menanggapi hal tersebut, Kejaksaan Agung kemudian menawarkan suatu pendekatan penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika dengan konsep keadilan restoratif. Oleh karena itu, maka terbitlah Pedoman Kejaksaan Agung No. 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Pedoman tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk menyukseskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dalam rangka untuk diadakannya perbaikan sistem hukum pidana nasional dengan lebih mendekatkan pada konsep keadilan restoratif, dengan salah satu fokus masalahnya ialah mengenai persoalan overcrowding di Lapas.
Dalam Pedoman Kejaksaan Agung No. 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa, syarat-syarat agar Penuntut Umum kemudian dapat merekomendasikan pelaku untuk menjalani rehabilitasi ialah antara lain:
Pada saat Penuntut Umum diserahkan tanggungjawab atas tersangka sekaligus barang bukti serta hendak mengajukan rehabilitasi melalui proses hukum kepada tersangka yang bersangkutan, maka Penuntut Umum menyampaikan terlebih dahulu kepada tersangka mengenai penyelesaian perkara melalui rehabilitasi.
Setelahnya, tersangka diminta untuk membuat surat ketersediaan untuk menjalankan rehabilitasi, serta dibuat pula surat jaminan bahwa tersangka akan menjalani rehabilitasi melalui proses hukum oleh keluarga atau wali tersangka. Setelah dinyatakan berhak untuk dilakukan rehabilitasi, Penuntut Umum kemudian mengajukan nota pendapat secara berjenjang kepada Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk dibuatkan nota penetapan menjalankan rehabilitasi terhadap tersangka. Dalam hal tersangka menjalani rehabilitasi, maka penuntutan akan dihentikan.
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini