Pidana

Mengenal Asas Praduga Tak Bersalah dalam Hukum Pidana

Fadhli Muhaimin
1444
×

Mengenal Asas Praduga Tak Bersalah dalam Hukum Pidana

Sebarkan artikel ini
Asas Praduga Tak Bersalah
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumArtikel ini mencoba menjelaskan bagaimana penerapan Asas Praduga Tak bersalah dalam Hukum Pidana. Yuk simak penjelasan lengkapnya

Praduga Tak Bersalah Sebagai Nilai Dasar

Dalam konsiderans KUHAP tercantum landasan filosofis dibentuknya KUHAP sebagai landasan hukum pidana formil yang menjadi kompas aparat penegak hukum di Indonesia. KUHAP menempatkan posisi yang setara antara aparat penegak hukum dan tersangka atau terdakwa adalah sama posisinya di hadapan tuhan, sebagai bentuk representasi dari sila ketuhanan. KUHAP juga menempatkan bahwa proses penegakan hukum pidana haruslah melihat harkat martabat dan harga diri tersangka atau terdakwa sebagai subjek hukum sehingga tidak boleh dilakukan sesuka hati. Hal ini kemudian mengindikasikan bahwa adanya kesetaraan hak dan tidak boleh ada perbedaan hak asasi antara aparat dan tersangka dan perlu dilindungi serta dipertahankan. Oleh karenanya dalam proses penegakan hukum pidana terdapat asas praduga tak bersalah atau dikenal dengan istilah Presumption of innocent.

Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga Tak bersalah memiliki makna bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Asas ini merupakan asas fundamental dalam hukum pidana sebagai arah acuan dalam melakukan penegakan hukum pidana. Penerapan asas ini sudah disinggung sebelumnya dalam penjelasan umum KUHAP dan dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau di hadapan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah. Asas ini merupakan asas yang berlaku secara universal atau tidak hanya berlaku di Indonesia saja, melainkan juga berlaku untuk dunia internasional.1

Meskipun prinsip ini kemudian tidak tercantum dalam Bill Of Rights Konstitusi Amerika Serikat, namun prinsip ini dianggap sebagai prinsip yang tak terbantahkan dan fundamental dalam yurisprudensi Amerika Serikat.2 Asas praduga tak bersalah pada dasarnya merupakan wujud kesamaan hak dalam proses peradilan perdata, tata usaha negara, dan pidana. Meskipun demikian asas ini cenderung lebih dikenal dalam peradilan pidana karena dituangkan langsung dalam KUHAP, sedangkan untuk proses peradilan lain tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Praduga Tak Bersalah Dalam Penerapannya

Salah satu pengaruh asas ini dalam proses penegakan hukum acara pidana di Indonesia adalah adanya pengaruh terhadap beban pembuktian dalam peradilan. Dalam konteks hukum acara di Indonesia sebenarnya berbicara tentang bagaimana proses pembuktian di pengadilan. 

Asas praduga tak bersalah secara tidak langsung memberikan kewajiban kepada penuntut umum untuk membuktikan tentang terangnya kesalahan terdakwa bukan sebagaimana yang telah didalilkan sebelumnya dan bukan sebaliknya bahwa terdakwa memiliki beban pembuktian terhadap diri sendiri. Dengan tidak adanya beban pembuktian oleh terdakwa inilah yang kemudian mengindikasikan bahwa asas ini menghendaki diadopsinya persamaan kedudukan yang terlihat dari pemberian kesempatan yang sama antara penuntut umum dan terdakwa. Keberadaan asas ini dalam penegakan hukum pidana memberikan kita jaminan proses pemeriksaan dapat dilakukan secara adil dan seimbang tanpa menghilangkan hak tersangka atau terdakwa. Sehingga dengan adanya asas ini  proses penegakan hukum pidana dapat sejalan dengan tujuan penegakan hukum pidana yakni, melindungi kepentingan masyarakat tanpa mengesampingkan harkat martabat dari tersangka atau terdakwa.3

Sebagaimana yang telah tercantum dalam KUHAP bahwa asas ini sudah diterapkan sejak dalam penyelidikan hingga tahap persidangan. Sebagaimana pendapat dari Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej dalam bukunya bahwa hakim dalam mengadili perkara pidana wajib menjadikan asas ini sebagai pijakan sesuai asas juratores debent esse vicini, sufficientes est minus suspecti  yang memiliki makna hakim harus berpegang pada kebenaran dan bebas dari segala kecurigaan.4 Dalam kedudukan sebagai penyidik pun polisi dalam prosesnya juga harus tetap memperhatikan hak asasi tersangka atau terdakwa dan tidak sewenang – wenang  dalam melaksanakan proses penegakannya. Hal ini kemudian dipertegas oleh pendapat pakar pidana bahwa dalam penegakan proses pidana  menurut Siswanto Sunarso seorang terdakwa atau tersangka:

  1. Hak kedudukan dan martabat tersangka harus dihormati dengan perlakuan yang wajar
  2. Pemeriksaan tidak boleh mengadakan paksaan terhadap tersangka untuk memberikan jawaban
  3. Hakim harus bersifat adil dan sebijaksana mungkin dalam artian tidak dipengaruhi unsur subjektif secara langsung ataupun tidak berkenaan dengan terdakwa.5

Oleh karenanya asas praduga tak bersalah ini harus dipahami sebagai legal normatif pembatasan terhadap perilaku aparat penegak hukum dalam menegakkan proses pidana baik itu proses penangkapan, penahanan dan seterusnya agar apa yang menjadi hak tersangka atau terdakwa tetap dapat terpenuhi dan terlindungi.

Seyogyanya Aparat Penegak Hukum yang Profesional hendaknya mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam tindakannya, bukan malah sebaliknya. Perbuatan memaksa dengan cara menyiksa agar seseorang mengaku merupakan pengkhianatan terhadap rambu hukum dan melecehkan hak asasi seseorang.

  1. Andi Hamzah,2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 3. ↩︎
  2. Marie Vanostrand,“Our Journey Toward Pretrial Justice”, in Federal Probation, Vol.71, No.2, 2007, hlm.20-25. ↩︎
  3. O. C. Kaligis, 2006, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Alumni, Bandung, hlm. 374 ↩︎
  4. Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej, 2023, Dasar-Dasar Ilmu Hukum: Memahami Kaidah, Teori, Asas dan Filsafat Hukum, Rajawali Pers, Jakarta Pusat, hlm. 162-163. ↩︎
  5. Siswanto Sunarso, 2005, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 187 ↩︎

Daftar Referensi:

  1. Andi Hamzah. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.
  2. Kaligis, O. C. (2006). Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana. Alumni, Bandung.
  3. Sunarso, Siswanto. (2005). Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 187.
  4. VanNostrand, Marie. (2007). “Our Journey Toward Pretrial Justice”. In Federal Probation, Vol. 71, No. 2, hlm. 20-25.
  5. Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej. (2023). Dasar-Dasar Ilmu Hukum: Memahami Kaidah, Teori, Asas dan Filsafat Hukum. Rajawali Pers, Jakarta Pusat, hlm. 162-163.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.