Hak Asasi ManusiaHukum Kesehatan

Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan

Lugas Ichtiar
1081
×

Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan

Sebarkan artikel ini
Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum Artikel ini menyoroti kompleksitas hak asasi manusia dalam hukum kesehatan modern, dengan fokus pada akses, kualitas, dan pelayanan medis. Menyelidiki konsep hak asasi manusia dari sudut pandang hukum dan kesehatan, penulisan ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan pentingnya pemahaman yang komprehensif terhadap hak-hak pasien dan tanggung jawab pemerintah serta tenaga kesehatan dalam memastikan kesetaraan dan keadilan dalam layanan kesehatan.

Kemajuan teknologi kedokteran modern dan perkembangan sosial masyarakat saat ini menuntut peninjauan kembali terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di dalam sistem kesehatan. Beragam masalah pelayanan kesehatan seperti aksesibiltas, ketersediaan sarana, biaya, dan kualitas perawatan seringkali menjadi hambatan dalam pelaksanaan hak atas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, kajian dan pertimbangan ulang terhadap sistem kesehatan yang sudah ada saat ini sudah selayaknya dilakukan, khususnya berkaitan dengan hak-hak di bidang kedokteran secara umum, dan hak-hak pasen secara khusus.

Hak dasar manusia atau lebih dikenal sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan konsep yang lahir sebagai respon terhadap berbagai perkembangan sosial dan politik yang terjadi di dunia. Dalam sejarahnya, banyak dokumen yang mengatur tentang hak asasi manusia di antaranya Magna Carta (1215), Bill of Rights Inggris (1689), Deklarasi Prancis tentang Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (1789), serta Konstitusi dan Bill of Rights Amerika Serikat (1791). Bahkan jauh sebelum itu, berbagai kitab suci keagamaan secara tersirat maupun tersurat juga mengatur hak asasi manusia.

Konsep hak asasi manusia modern mulai diterima secara universal setelah berakhirnya Perang Dunia II, dua tahun setelah pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada akhir tahun 1948, negara anggota PBB secara resmi mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagai respons terhadap perkembangan kemanusiaan pasca perang dan memberikan pengakuan hak-hak universal bagi semua individu.  Hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM mencakup sekumpulan hak yang lengkap baik itu hak sipil, politik, budaya, ekonomi, dan sosial tiap individu maupun beberapa hak kolektif (Rhona K. M. Smith, et al, Yogyakarta, 2008, 89). Prinsip-prinsip DUHAM yang telah diadopsi oleh negara-negara anggota, termasuk Indonesia, kini terus diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan nasional dan berbagai macam tindakan pemerintahan.

Hak Asasi Manusia dalam Hukum Kesehatan

Untuk menegakkan DUHAM, Komisi Hak Asasi Manusia PBB merumuskan dua perjanjian penting, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR). ICESCR berfokus pada persoalan di bidang pangan, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal sementara ICCPR berfokus pada hakx-hak dasar seperti hak untuk hidup, kebebasan berbicara, beragama, dan memilih.  Masing-masing perjanjian telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005, dan UU No. 12 Tahun 2005.

Berdasarkan ketentuan internasional tersebut, secara garis besar di bidang kesehatan dikenal dua hak dasar manusia, yaitu hak dasar sosial dan hak dasar individu.

Hak Dasar Sosial

Hak dasar sosial yang menojol di bidang kesehatan adalah The Right to Health Care (hak atas pemeliharaan kesehatan). Terkait hak ini, World Health Organization (WHO) menjelaskan setidaknya ada empat elemen penting yaitu:

a. Availability (ketersediaan)

Ketersediaan berarti kecukupan fasilitas, barang, dan layanan kesehatan yang diperlukan semua orang dan tersedia dengan baik.

b. Accessibility (aksesbilitas)

Aksesibilitas berarti bahwa fasilitas, barang, dan layanan kesehatan dapat diakses oleh semua orang. Aksesibilitas memiliki empat dimensi: non-diskriminasi, aksesibilitas fisik, aksesibilitas ekonomi (keterjangkauan) dan aksesibilitas informasi.

c. Acceptability (penerimaan)

Akseptabilitas berarti bahwa fasilitas, barang, layanan, dan program kesehatan berpusat pada manusia dan memenuhi kebutuhan spesifik kelompok populasi yang beragam serta menghormati etika medis dan kebudayaan.

d. Quality (kualitas)

Kualitas berarti bahwa fasilitas, barang, dan layanan kesehatan harus memenuhi standar ilmiah dan medis yang tinggi serta memiliki kualitas yang baik, termasuk adanya tenaga medis yang terampil, obat-obatan, dan peralatan rumah sakit yang telah terbukti secara ilmiah, dan sanitasi yang memadai.

Hak Dasar Individu

Disamping adanya hak sosial berupa The Right to Health Care, terdapat hak individu yang disebut The Right to Medical Service (Hak Atas Pelayanan Medis) yang bersifat saling mendukung dan berjalan secara paralel dengan hak sosial. Hak dasar individu yang paling menonjol di sini adalah The Right of Self-determinaton (TRoS), yang sejalan dengan ketentuan internasional di antaranya:

Pasal 3 DUHAM      : Everyone has the right to life, liberty, and security of person.

Pasal 1 ICCPR         : All peoples have the right of self-determination.

Pasal 7 ICCPR         : No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation.

The Right of Self-determination juga menjadi sumber dari hak individu yang lain seperti hak atas privasi dan hak seseorang atas tubuh sendiri. Dalam perkembangannya, kedua hak ini menjadi kunci dalam keberjalanan pelayanan kesehatan.

a. Hak atas privasi

Hak atas privasi sudah lazim diterapkan di dalam dunia kesehatan, khususnya berkaitan dengan catatan status pasien atau rekam medis. Sumpah Hippokrates yang tercatat sejak 400 tahun sebelum masehi dan menjadi referensi sumpah profesi kedokteran di seluruh dunia menyatakan:

And whatsoever I shall see or hear in the course of my profession, as well as outside my profession in my intercourse with men, if it be what should not be published abroad, I will never divulge, holding such things to be holy secrets.

Sumpah ini diadopsi di Indonesia menjadi sumpah dokter nomor empat: Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya. Akan tetapi hak atas privasi dalam hukum kesehatan tidak berlaku secara mutlak. Terdapat beberapa hal yang dikecualikan oleh undang-undang seperti kepentingan untuk penyidikan, penelitian secara terbatas, dan asuransi.

b. Hak seseorang atas tubuh sendiri

Hak seseorang atas tubuh sendiri menurunkan hak-hak lain seperti hak atas informed consent, hak memilih dokter atau rumah sakit, dan hak menolak perawatan/tindakan medis. Hak ini memberikan dasar bahwa suatu tindakan medis harus dilakukan atas persetujuan pasien, kecuali dalam kondisi tertentu dizinkan tanpa persetujuan oleh undang-undang, misalnya dalam hal kondisi gawat darurat.

Konsep hak atas tubuh sendiri telah menjadi perdebatan yang tiada henti hingga saat ini. Dalam penerapannya, setiap daerah atau negara memiliki cara pandang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh nilai-nilai moral, agama, dan kesusilaan.  Hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan pelayanan dan isu-isu kesehatan di antaranya terkait dengan trans-seksualitas, abortus, eutanasia, dan bunuh diri.

Prinsip-prinsip hak asasi manusia, baik dalam hak dasar sosial maupun hak dasar individu menjadi landasan penting dalam menjalankan sistem kesehatan. Penegakan hak asasi manusia harus terus menjadi fokus dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah selaku pembuat regulasi, dokter dan tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan kesehatan, serta pasien perlu memiliki pemahaman tehadap hak asasi manusia yang utuh agar sistem kesehatan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Referensi

  1. Rhona K. M. Smith et al, Hukum Hak Asasi Manusia, Jakarta: PUSHAM UII, 2008
  2. Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hak Penyandang Disabilitas: Tanggung Jawab PEMDA ?
Opini

Literasi Hukum – Artikel ini membahas komitmen Indonesia terutama pemerintah daerah terhadap Hak penyandang disabilitas yang diatur juga di dalam Convention of Right for People with Disabilites (CRPD). Oleh: Dedon Dianta …