Literasi Hukum – Hukum pidana merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga ketertiban sosial. Namun, di balik pasal-pasal dan sanksinya, terdapat pertanyaan filosofis yang mendasar: Apa sejatinya tujuan pemidanaan? Apakah untuk memberikan pembalasan setimpal, ataukah untuk memperbaiki pelaku dan mencegah kejahatan di masa depan? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi garis pemisah antara dua aliran pemikiran besar dalam hukum pidana: Aliran Klasik dan Aliran Modern.
Memahami perbedaan keduanya bukan hanya soal teori, tetapi juga kunci untuk membaca arah dan wajah hukum pidana suatu negara. Artikel ini akan mengupas tuntas kedua aliran tersebut, dari landasan filosofis hingga manifestasinya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru Indonesia.
Aliran Klasik lahir dari Era Pencerahan (Aufklärung) pada abad ke-18 sebagai reaksi terhadap sistem peradilan monarki yang sewenang-wenang, kejam, dan tanpa kepastian hukum.
Sebagai kritik terhadap kekakuan Aliran Klasik, Aliran Modern muncul pada akhir abad ke-19, dipengaruhi oleh gelombang positivisme dan perkembangan ilmu pengetahuan seperti sosiologi dan kriminologi.
| Aspek | Aliran Klasik | Aliran Modern |
| Dasar Filosofi | Indeterminisme (Kehendak Bebas) | Determinisme (Dipengaruhi Faktor Biologis/Sosial) |
| Pandangan thd. Pelaku | Makhluk rasional yang memilih berbuat jahat | “Orang sakit” atau produk dari lingkungan sosialnya |
| Fokus Hukum Pidana | Perbuatan (Daadstrafrecht) | Pelaku (Daderstrafrecht) |
| Tujuan Pemidanaan | Retributif (pembalasan) & Pencegahan Umum | Preventif, Rehabilitatif, & Perlindungan Masyarakat |
| Sifat Pidana | Harus setimpal dengan perbuatan | Individualisasi (disesuaikan dengan kondisi pelaku) |
| Tokoh Kunci | Cesare Beccaria, Anselm von Feuerbach | Cesare Lombroso, Enrico Ferri, Franz von Liszt |
Hukum pidana Indonesia adalah panggung nyata dari pertarungan sekaligus perpaduan kedua aliran ini.
Dengan merumuskan tujuan ganda ini, KUHP baru tidak lagi memilih satu aliran secara kaku, melainkan menyeimbangkannya dengan komitmen kuat untuk membina pelaku dan melindungi masyarakat.
Perdebatan antara Aliran Klasik dan Modern telah membentuk evolusi hukum pidana di seluruh dunia. Indonesia, melalui KUHP barunya, tidak mengambil posisi ekstrem, melainkan merajut kedua tradisi pemikiran tersebut. Dengan demikian, wajah hukum pidana Indonesia di masa depan adalah wajah yang berupaya menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan retributif, dan kemanusiaan yang rehabilitatif.
Kunjungi laman Literasi Hukum Indonesia dan ikuti Instagram @literasihukumcom untuk meningkatkan pengetahuan hukum Anda!
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini