Aliran Klasik dan Aliran Modern Hukum Pidana

Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumHukum pidana merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga ketertiban sosial. Namun, di balik pasal-pasal dan sanksinya, terdapat pertanyaan filosofis yang mendasar: Apa sejatinya tujuan pemidanaan? Apakah untuk memberikan pembalasan setimpal, ataukah untuk memperbaiki pelaku dan mencegah kejahatan di masa depan? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi garis pemisah antara dua aliran pemikiran besar dalam hukum pidana: Aliran Klasik dan Aliran Modern.

Memahami perbedaan keduanya bukan hanya soal teori, tetapi juga kunci untuk membaca arah dan wajah hukum pidana suatu negara. Artikel ini akan mengupas tuntas kedua aliran tersebut, dari landasan filosofis hingga manifestasinya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru Indonesia.

Aliran Klasik: Fokus pada Perbuatan dan Pembalasan (Daadstrafrecht)

Aliran Klasik lahir dari Era Pencerahan (Aufklärung) pada abad ke-18 sebagai reaksi terhadap sistem peradilan monarki yang sewenang-wenang, kejam, dan tanpa kepastian hukum.

  • Dasar Filosofis: Aliran ini berakar pada gagasan kontrak sosial dan indeterminisme, yaitu pandangan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas (free will) untuk memilih antara berbuat baik atau jahat. Kejahatan, oleh karena itu, adalah hasil dari pilihan sadar.
  • Tokoh Kunci: Cesare Beccaria, melalui karyanya yang monumental, Dei Delitti e Delle Pene (Perihal Kejahatan dan Hukuman), menjadi peletak dasar aliran ini. Ia memperjuangkan asas legalitas, proporsionalitas hukuman, serta menolak hukuman yang kejam.
  • Fokus Utama: Karena setiap orang dianggap memiliki kehendak bebas yang sama, fokus hukum pidana haruslah pada perbuatannya (daad), bukan pada pelakunya. Inilah yang dikenal sebagai Daadstrafrecht.
  • Tujuan Pemidanaan: Tujuan utamanya bersifat retributif (pembalasan), di mana pidana adalah konsekuensi mutlak sebagai balasan atas perbuatan pelaku. Selain itu, pidana juga bertujuan untuk pencegahan umum (general deterrence), yaitu memberikan efek gentar bagi masyarakat luas.

Aliran Modern: Fokus pada Pelaku dan Pencegahan (Daderstrafrecht)

Sebagai kritik terhadap kekakuan Aliran Klasik, Aliran Modern muncul pada akhir abad ke-19, dipengaruhi oleh gelombang positivisme dan perkembangan ilmu pengetahuan seperti sosiologi dan kriminologi.

  • Dasar Filosofis: Aliran ini berlandaskan pada pandangan determinisme. Menurut pandangan ini, kejahatan bukanlah murni pilihan bebas, melainkan hasil dari berbagai faktor di luar kendali individu, seperti faktor biologis, psikologis, dan lingkungan sosial.
  • Tokoh Kunci: Mazhab ini dipelopori oleh Tiga Serangkai Mazhab Italia: Cesare Lombroso, Enrico Ferri, dan Raffaele Garofalo. Gagasan ini kemudian dikembangkan oleh Franz von Liszt di Jerman, yang menekankan pengaruh faktor sosial.
  • Fokus Utama: Karena kejahatan disebabkan oleh faktor-faktor yang melekat pada pelaku, maka fokus hukum pidana harus bergeser ke pelakunya (dader) untuk memahami dan mengatasi akar masalahnya. Inilah yang disebut sebagai Daderstrafrecht.
  • Tujuan Pemidanaan: Tujuannya bersifat preventif dan rehabilitatif. Pidana tidak lagi dilihat sebagai pembalasan, melainkan sebagai sarana untuk:
    • Pencegahan khusus (special deterrence): Mencegah pelaku yang sama mengulangi kejahatannya.
    • Rehabilitasi: Memperbaiki dan membina pelaku agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.
    • Perlindungan Masyarakat: Melindungi masyarakat dengan cara memulihkan pelaku.
Aspek Aliran Klasik Aliran Modern
Dasar Filosofi Indeterminisme (Kehendak Bebas) Determinisme (Dipengaruhi Faktor Biologis/Sosial)
Pandangan thd. Pelaku Makhluk rasional yang memilih berbuat jahat “Orang sakit” atau produk dari lingkungan sosialnya
Fokus Hukum Pidana Perbuatan (Daadstrafrecht) Pelaku (Daderstrafrecht)
Tujuan Pemidanaan Retributif (pembalasan) & Pencegahan Umum Preventif, Rehabilitatif, & Perlindungan Masyarakat
Sifat Pidana Harus setimpal dengan perbuatan Individualisasi (disesuaikan dengan kondisi pelaku)
Tokoh Kunci Cesare Beccaria, Anselm von Feuerbach Cesare Lombroso, Enrico Ferri, Franz von Liszt

Sintesis dalam Hukum Pidana Indonesia: Dari WvS ke KUHP Baru

Hukum pidana Indonesia adalah panggung nyata dari pertarungan sekaligus perpaduan kedua aliran ini.

  1. Warisan Aliran Klasik dalam KUHP Lama (WvS) KUHP lama, warisan dari Wetboek van Strafrecht Belanda tahun 1881, sangat kental dengan nuansa Aliran Klasik. Fokusnya adalah pada perbuatan, dengan sanksi pidana yang gradasinya didasarkan pada berat ringannya delik, tanpa banyak memberi ruang untuk mempertimbangkan kondisi pribadi pelaku.
  2. Infiltrasi Aliran Modern secara Parsial Seiring waktu, ide-ide Aliran Modern mulai meresap ke dalam sistem hukum Indonesia melalui undang-undang di luar KUHP. Contoh paling jelas adalah:
    • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: Mengamanatkan rehabilitasi bagi pengguna, sebuah pendekatan modern yang berfokus pada pemulihan.
    • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak: Memprioritaskan diversi dan keadilan restoratif, yang bertujuan memperbaiki pelaku anak ketimbang menghukumnya.
  3. KUHP Baru (UU No. 1/2023): Upaya Sintesis yang Sadar Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru menandai babak baru. KUHP ini secara sadar dan eksplisit menyintesiskan kedua aliran tersebut menjadi sebuah sistem yang koheren. Hal ini tercermin jelas dalam rumusan Tujuan Pemidanaan pada Pasal 51 dan 52:
    • Pasal 51 mencerminkan semangat Aliran Modern, dengan tujuan seperti mencegah tindak pidana (pencegahan), melaksanakan perbaikan diri (rehabilitasi), dan menyelesaikan konflik (keadilan restoratif).
    • Pasal 52 mengakomodasi semangat Aliran Klasik dengan menegaskan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan, namun tetap memiliki aspek pembalasan yang adil sebagai penyelesaian yang tuntas (afdoening).

Dengan merumuskan tujuan ganda ini, KUHP baru tidak lagi memilih satu aliran secara kaku, melainkan menyeimbangkannya dengan komitmen kuat untuk membina pelaku dan melindungi masyarakat.

Kesimpulan

Perdebatan antara Aliran Klasik dan Modern telah membentuk evolusi hukum pidana di seluruh dunia. Indonesia, melalui KUHP barunya, tidak mengambil posisi ekstrem, melainkan merajut kedua tradisi pemikiran tersebut. Dengan demikian, wajah hukum pidana Indonesia di masa depan adalah wajah yang berupaya menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan retributif, dan kemanusiaan yang rehabilitatif.

FAQ (Frequently Asked Questions)

  • Apa itu Aliran Klasik Hukum Pidana? Aliran Klasik adalah aliran yang berfokus pada perbuatan (Daadstrafrecht), didasari pandangan bahwa manusia memiliki kehendak bebas, dan bertujuan memberikan hukuman yang setimpal sebagai pembalasan (retributif).
  • Apa itu Aliran Modern Hukum Pidana? Aliran Modern adalah aliran yang berfokus pada pelaku (Daderstrafrecht), didasari pandangan bahwa kejahatan disebabkan oleh faktor biologis/sosial, dan bertujuan untuk memperbaiki pelaku (rehabilitatif) serta mencegah kejahatan di masa depan.
  • Bagaimana penerapan kedua aliran di Indonesia? KUHP lama sangat dipengaruhi Aliran Klasik. Namun, KUHP Baru (UU No. 1/2023) secara sadar memadukan (menyintesiskan) kedua aliran, dengan mengakui tujuan pemidanaan yang bersifat retributif sekaligus preventif dan rehabilitatif.

Kunjungi laman Literasi Hukum Indonesia dan ikuti Instagram @literasihukumcom untuk meningkatkan pengetahuan hukum Anda!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

You might also like
Sampaikan Analisis Anda

Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.

Sampaikan Analisis Hukum Anda Tutup Kirim Naskah Opini