OpiniPidana

Pemahaman Hukum Pidana Militer: Kasus Anggota TNI Menguasai dan Menyimpan Munisi serta Bahan Peledak

Dini Wininta Sari, S.H.
200
×

Pemahaman Hukum Pidana Militer: Kasus Anggota TNI Menguasai dan Menyimpan Munisi serta Bahan Peledak

Share this article
Hukum pidana militer
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumArtikel ini membahas tentang hukum pidana khusus dalam konteks hukum pidana militer di Indonesia. Artikel ini menjelaskan tentang kasus melibatkan seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara yang melakukan tindakan pidana khusus dengan menguasai serta menyimpan munisi dan bahan peledak.

Artikel ini juga membahas tentang ketentuan hukum pidana militer dan menguraikan pasal-pasal yang terkait dengan perkara ini. Terakhir, artikel ini membahas pertimbangan hakim dalam memutuskan pidana militer dan menjelaskan tentang unsur-unsur tindakan anggota TNI yang melanggar undang-undang.

Menurut Pompe, kriteria hukum pidana khusus dapat dilihat dari subjek atau pelakunya, sebagai contoh yaitu hukum pidana militer dan yang kedua adalah perbuatannya yang khusus. Hukum pidana militer menyatakan bahwa anggota militer mempunyai kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat biasa, artinya sebagai warga negara juga berlaku semua aturan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum perdata.

Ketentuan Hukum Pidana Militer

Terdapat contoh kasus tindakan pidana militer yang melibatkan satu orang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara sebagai Terdakwa yang melakukan tindak pidana khusus, yaitu menguasai serta menyimpan munisi dan sesuatu bahan peledak. Kasus tersebut telah diputus berdasar Putusan Nomor 22-K/PM.III-13/AU/VI/2020.

Setiap prajurit TNI harus tunduk dan taat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, yang berlaku bagi militer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer, Peraturan Disiplin Militer dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Peraturan hukum tersebut yang diterapkan pada tingkatan Tamtama, Bintara, maupun Perwira yang melakukan suatu perbuatan merugikan kesatuan, masyarakat maupun negara. Tentunya tidak terlepas dari peraturan lainnya yang berlaku bagi masyarakat umum.

Pada dasarnya, suatu tindakan pidana militer telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai berikut: “Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:

  1. Prajurit;
  2. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
  3. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
  4. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.”

Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan di atas, yang berwenang untuk mengadili adalah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yakni Pengadilan Militer karena Terdakwa merupakan anggota TNI yang berpangkat Serka (Sersan Kepala). 

Pasal 40 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer : Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang Terdakwanya adalah Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah.

Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 22-K/PM.III-13/AU/VI/2020

Dalam pertimbangan hakim disebutkan bahwa tindakan anggota TNI yang menguasai serta menyimpan munisi dan sesuatu bahan peledak adalah melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 yang rumusannya berbunyi: “Barang siapa tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, menyembunyikan, munisi atau sesuatu bahan peledak”. 

Yang dimaksud dengan barang siapa adalah subjek hukum (orang), yaitu seperti termaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam hal ini adalah semua orang yang berwarga negara Indonesia dan warga negara asing, termasuk pula anggota TNI serta harus mampu bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya itu. 

Unsur kedua dinyatakan tindakan anggota TNI mengambil serta menyimpan munisi, bahan peledak dan perlengkapan militer lainnya dari satuan Yonko 463 Paskhas adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum dan membahayakan karena anggota TNI penjaga gudang munisi tidak mempunyai kewenangan mengambil serta menyimpan munisi, bahan peledak dan perlengkapan militer lainnya untuk dimiliki secara pribadi tanpa ijin dari pejabat yang berwenang.

Menurut ilmu hukum pidana, unsur-unsur delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tiada pidana tanpa kesalahan”. Kesalahan yang dimaksud di sini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kealpaan. Dalam kasus ini ditegaskan bahwa sifat dari perbuatan anggota TNI merupakan suatu kesengajaan dengan memanfaatkan jabatannya untuk mengambil sejumlah munisi dan bahan peledak dari Yonko 463 pada saat latihan untuk kepentingan pribadi. 

Sedangkan unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: perbuatan manusia, akibat dari perbuatan manusia, keadaan-keadaan, dan unsur melawan hukum. Dalam kasus ini, akibat dari perbuatan anggota TNI yaitu merugikan Yonko 463 Paskhas karena harus kehilangan sejumlah munisi dan bahan peledak saat melaksanakan latihan serta berpotensi dapat mengganggu program latihan yang diselenggarakan oleh Satuan Yonko 463 Paskhas.

Selain itu, tindakan anggota TNI yang menyimpan sejumlah munisi dan bahan peledak di kamar rumahnya juga berpotensi menimbulkan bahaya baik bagi dirinya maupun masyarakat sekitar karena penyimpanan sejumlah munisi dan bahan peledak tersebut tidak sesuai dengan standar yang ditentukan di lingkungan TNI.

Perbuatan Anggota TNI a quo Melanggar Peraturan Apa Saja?

Hakikat dari perbuatan anggota TNI tersebut adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku serta bertentangan pula dengan tugas dan tanggung jawab anggota TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya tugas dan tanggung jawabnya sebagai petugas gudang munisi Yonko 463 serta sebagai petugas demolisi pada saat Yonko 463 melaksanakan latihan.

Apabila seorang militer telah melakukan tindak pidana militer dengan menguasai tanpa hak serta menyimpan munisi dan sesuatu bahan peledak, artinya tindakan tersebut telah bertentangan dengan Sapta Marga ke-5 yang berbunyi : “Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit” serta Sumpah Prajurit ke-2 : “Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan” dan Sumpah Prajurit ke-4 : “Bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia.”

Tindakan tersebut membawa dampak buruk bagi kesatuan dimana prajurit tersebut berdinas dan bagi instansi TNI karena atas perbuatan yang dilakukan akan menimbulkan penilaian negatif oleh masyarakat tehadap instansi TNI. Oleh karena itu, diperlukan ancaman pidana militer yang lebih berat dari tuntutan Oditur Militer sebelumnya yaitu 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan karena dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, hukuman yang dapat dijatuhkan berupa hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. 

Namun demikian, hakim memandang masih terlalu berat jika dibandingkan dengan perbuatan anggota TNI tersebut sehingga perlu diringankan dengan menjatuhkan pidana yang lebih ringan, yaitu 1 (satu) tahun dengan pertimbangan banyaknya hal-hal yang meringankan terdakwa dengan bukti-bukti yang meyakinkan hakim.

Untuk  menanggulangi  tindak  pidana militer yang  dilakukan  oleh  anggota  TNI dapat dilakukan dengan :   para   Komandan   di   setiap   tingkat   kesatuan  harus mencermati  kualitas  kesadaran  hukum  dan  disiplin  para  Prajurit  TNI   yang   berada   di   bawah   wewenang   komandonya,  peningkatan   profesionalisme  prajurit  TNI, dan peningkatan  kinerja  aparat  penegak  hukum  dalam  struktur  organisasi  TNI.    

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 
  • Putusan Nomor 22-K/PM.III-13/AU/VI/2020
  • Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Ragunan, 1991.

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.