Pidana

Asas Legalitas: Fondasi Keadilan dan Kepastian Hukum

Redaksi Literasi Hukum
1753
×

Asas Legalitas: Fondasi Keadilan dan Kepastian Hukum

Sebarkan artikel ini
Asas Legalitas
Ilustrasi Gambar

Literasi Hukum – Ketahui tentang Asas Legalitas, prinsip hukum pidana yang esensial. Pelajari penerapannya, sejarahnya, dan kaitan dengan asas hukum lainnya.

Asas legalitas merupakan asas fundamental dalam sistem hukum pidana yang menjamin kepastian hukum dan melindungi individu dari kesewenang-wenangan. Asas ini menegaskan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana jika tidak diatur secara jelas dalam undang-undang pidana yang berlaku sebelum perbuatan tersebut dilakukan.

Asas legalitas telah dikenal sejak zaman Romawi Kuno dengan frasa “nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege” yang berarti tidak ada kejahatan tanpa undang-undang, tidak ada pidana tanpa undang-undang. Prinsip ini kemudian berkembang di Eropa Kontinental dan diadopsi oleh berbagai negara, termasuk Indonesia.

Zaman Yunani Kuno

  • Filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles telah membahas konsep “kepastian hukum” dan pentingnya aturan yang tertulis.
  • Pada masa demokrasi Athena, hukum tertulis diukir di papan kayu dan dipajang di tempat umum agar semua orang dapat mengetahuinya.

Zaman Romawi Kuno

  • Frasa “nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege” (tidak ada kejahatan tanpa undang-undang, tidak ada pidana tanpa undang-undang) pertama kali muncul dalam teks hukum Romawi.
  • Prinsip ini diabadikan dalam hukum pidana Romawi dan menjadi fondasi bagi sistem hukum di Eropa Kontinental.

Abad Pertengahan

  • Penerapan prinsip legalitas mengalami kemunduran karena pengaruh hukum gereja dan hukum feodal yang tidak selalu tertulis.
  • Magna Carta (1215) di Inggris merupakan salah satu contoh awal pembatasan kekuasaan raja dan penegasan prinsip bahwa tidak ada orang yang boleh dihukum tanpa proses hukum yang sah.
  • Para filsuf seperti Montesquieu dan Beccaria kembali menekankan pentingnya kepastian hukum dan prinsip legalitas.
  • Teori “kontrak sosial” Rousseau menyatakan bahwa hukum dibuat atas persetujuan rakyat dan harus melindungi hak-hak individu.

Abad ke-19 dan 20

  • Asas legalitas secara resmi diadopsi dalam berbagai konstitusi dan KUHP di negara-negara Eropa.
  • Prinsip ini menjadi bagian integral dari sistem hukum modern dan diakui sebagai salah satu hak asasi manusia.

Masa Penjajahan Belanda

  • Asas legalitas diperkenalkan di Indonesia melalui hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië).
  • Penerapannya tidak selalu konsisten dan masih dipengaruhi oleh hukum adat dan hukum kolonial.

Pasca Kemerdekaan

  • Asas legalitas diadopsi dalam KUHP Indonesia (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang yang sebelumnya telah diberlakukan pada tahun 1918.
  • UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya juga menegaskan prinsip ini.

Rumusan Asas Legalitas

Asas legalitas dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.” Rumusan ini mengandung dua makna penting:

  1. Tidak ada delik tanpa undang-undang (nullum delictum sine lege): Suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jika tidak diatur secara jelas dalam undang-undang pidana.
  2. Tidak ada pidana tanpa undang-undang (nulla poena sine lege): Seseorang tidak dapat dipidana jika tidak ada undang-undang yang mengatur pidana untuk perbuatan yang dilakukannya.

Perbedaan Asas Legalitas dalam KUHP Lama dan Baru:

KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie)

  • Pasal 1 ayat (1): “Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali didasarkan pada ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah diadakan lebih dulu.”
  • Fokus: Asas legalitas formil, hanya mengakui hukum tertulis.
  • Kekurangan:
    • Tidak mengakui hukum yang tidak tertulis (hukum adat).
    • Membatasi ruang gerak hakim dalam memutus perkara.

KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

  • Pasal 1 ayat (1): “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan kecuali atas perbuatan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.”
  • Pasal 2 ayat (1): “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.”
  • Fokus: Asas legalitas formil dan materiil, mengakui hukum tertulis dan tidak tertulis.
  • Kelebihan:
    • Memberikan ruang gerak hakim dalam memutus perkara dengan mempertimbangkan hukum yang tidak tertulis.
    • Memberikan kepastian hukum yang lebih adil bagi pelaku tindak pidana.
  • Larangan Analogi: Suatu perbuatan tidak dapat dipidana berdasarkan analogi dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
  • Ketentuan Pidana yang Paling Menguntungkan: Jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan dilakukan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi pelaku.

Tujuan dan Manfaat Asas Legalitas

Asas legalitas memiliki beberapa tujuan dan manfaat, di antaranya:

  • Memberikan kepastian hukum: Masyarakat mengetahui secara pasti perbuatan apa yang dilarang dan diancam dengan pidana.
  • Melindungi individu dari kesewenang-wenangan: Penegak hukum tidak dapat menindak seseorang atas dasar interpretasi atau aturan yang tidak jelas.
  • Menjamin persamaan di hadapan hukum: Setiap orang diperlakukan sama dalam hukum, tanpa terkecuali.
  • Mendorong kepatuhan hukum: Masyarakat lebih terdorong untuk patuh terhadap hukum karena mengetahui konsekuensinya secara jelas.

Penerapan Asas Legalitas

Asas legalitas diterapkan dalam berbagai aspek hukum pidana, di antaranya:

  • Penyidikan: Penyidik hanya dapat melakukan penyidikan terhadap suatu perbuatan yang diatur sebagai tindak pidana dalam undang-undang.
  • Penuntutan: Penuntut umum hanya dapat menuntut seseorang ke pengadilan jika perbuatannya diatur sebagai tindak pidana dalam undang-undang.
  • Pemeriksaan di pengadilan: Hakim hanya dapat memutus perkara berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Asas Legalitas dan Asas Lex Posterior

Asas legalitas terkait erat dengan asas lex posterior yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang paling baru. Jika terjadi perubahan undang-undang setelah suatu perbuatan dilakukan, maka berlaku asas lex favorabilior yang berarti diterapkan undang-undang yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Tantangan dan Implementasi Asas Legalitas

Meskipun asas legalitas merupakan asas fundamental, namun dalam implementasinya masih terdapat beberapa tantangan, di antaranya:

  • Perumusan undang-undang yang kurang jelas: Perumusan undang-undang yang tidak cermat dapat menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi kesewenang-wenangan.
  • Perkembangan teknologi yang pesat: Perkembangan teknologi yang pesat dapat melahirkan jenis-jenis baru tindak pidana yang belum diatur dalam undang-undang.

Oleh karena itu, diperlukan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas legislasi dan memperkuat implementasi prinsip legalitas dalam sistem hukum pidana Indonesia. Dengan demikian, asas legalitas dapat benar-benar menjadi fondasi keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.