Opini

Regulasi dan Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban: Studi Komparasi Negara Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat

Redaksi Literasi Hukum
1163
×

Regulasi dan Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban: Studi Komparasi Negara Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat

Sebarkan artikel ini
regulasi perlindungan saksi dan korban
Ilustrasi gambar oleh penulis.

Literasi Hukum – Perlindungan hukum terhadap saksi dan korban bertujuan untuk memberikan rasa aman dan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dari segala bentuk ancaman, ketakutan, dari pelaku tindak pidana yang dapat mempengaruhi tentang pengungkapan kebenaran dalam penegakan hukum pidana

Regulasi Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia

Perlindungan saksi dan korban dalam ketentuan pidana di Indonesia belum diatur secara eksplisit. Dalam Pasal 50 sampai Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia

Pasal 77 jo. Pasal 80 KUHAP memberikan hak kepada korban kejahatan untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut umum, yaitu untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penghentian penyidikan atau penuntutan dalam kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Kemudian pada ketentuan Pasal 98 sampai dengan Pasal 101 KUHAP terdapat ketentuan yang memberikan peluang kepada korban untuk mengajukan gugatan ganti rugi yang digabungkan dengan perkara pidana bersangkutan.

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengamanatkan pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai pelaksana kehendak pemerintah. LPSK adalah lembaga mandiri yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang. 

Dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 juga mengamanatkan penyediaan dana dari pemerintah yang digunakan untuk memberikan kompensasi, restitusi dan ganti kerugian kepada korban dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Berdasarkan asas equality before the law yang menjadi salah satu ciri negara hukum, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum. Inti materi muatan yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban yaitu:

  1. Perlindungan dan hak saksi dan korban;
  2. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;
  3. Syarat dan tata ara pemberian perlindungan saksi dan korban;
  4. Ketentuan pidana.
  5. Regulasi Perlindungan Saksi dan Korban di Inggris

Kedudukan saksi dalam sistem peradilan pidana di Inggris dapat dilihat dari perlakuan saksi dalam sistem peradilan pidana Inggris. Ketentuan mengenai saksi dan/atau korban serta hak dan kewajibannya di pengadilan pidana diatur di dalam Witness Charter. Witness Charter telah dikembangkan untuk memberitahu saksi bagaimana mereka dapat diperlakukan oleh penegak hukum  jika mereka adalah berkapasitas sebagai saksi kejahatan atau saksi fakta. 

Dalam charter tersebut juga diatur mengenai saksi perlakuan terhadap saksi oleh badan-badan peradilan pidana dan pengacara, jika saksi diminta untuk memberikan bukti untuk penuntutan atau pertahanan di pengadilan. Charter itu memberikan pedoman yang membantu dan mendukung setiap saksi agar mengetahui haknya pada setiap tahap proses dari semua lembaga peradilan pidana. 

Ketika menjadi saksi, setiap saksi dijelaskan terlebih dahulu tentang layanan apa yang dapat diberikan serta yang dapat mereka minta. Penegak hukum juga diwajibkan untuk menjelaskan apa yang diperlukan kepada saksi dan oleh sebab itu memberikan perlakuan tertentu. 

Perlindungan saksi yang ditetapkan dalam witness charter berlaku untuk semua saksi. Jika saksi juga korban, maka dalam kapasitas sebagai korban mereka memiliki hak yang diatur dalam Kode Perlindungan terhadap Korban Kejahatan. 

Dalam pengantar Witness Charter dijelaskan bahwa ada kemungkinan kendala yang mempengaruhi lembaga untuk menyediakan layanan sebagaimana diatur dalam charter tersebut. Sehingga, layanan yang diberikan kepada saksi tergantung pada kesiapan dan kemampuan lembaga penegak hukum.

Regulasi Perlindungan Saksi dan Korban di Amerika Serikat 

Di Amerika Serikat, perlindungan yang dilakukan terhadap seorang saksi dapat dilakukan bagi saksi berada dibawah perlindungan dan pengawasan Bureau of Prison dan US Marshal Service. Bureau of prison berwenang untuk mengawasi dan mengatur persetujuan permohonan perlindungan saksi. 

Sedangkan US Marshal Service berwenang melakukan penilaian saksi yang akan masuk ke program perlindungan. Namun ada pula saksi yang memberikan permohonan terlebih dahulu agar dapat dimasukkan dalam program perlindungan saksi, lalu diteliti keterkaitannya dengan tindak pidana yang sedang diusut oleh Jaksa di Amerika Serikat.

Beberapa negara bagian seperti Arizona, Connecticut, dan Kalifornia telah memiliki undang-udang tentang perlindungan korban, namun dalam praktik tidak efektif. Sebab, di dalam praktik kehadiran korban dalam semua tahap di pengadilan menghabiskan banyak waktu dan biaya yang mahal. 

Bagi kebanyakan korban hal tersebut akan mengakibatkan hilangnya banyak kesempatan dan dalam proses di pengadilan, pelaku pasti berusaha memohon hukuman atau denda yang seringan-ringannya. Dengan demikian, diusulkan suatu ide penyelesaian informal yang melibatkan semua peserta untuk menyelesaikan kasus korban kejahatan yang disebut dengan “plea conference”.

Undang-Undang Pengendalian Kejahatan Terorganisir memberikan wewenang kepada Jaksa Agung Amerika Serikat untuk memberikan keamanan terhadap saksi yang ingin bekerjasama dengan memberikan kesaksiannya pada perkara yang melibatkan kejahatan terorganisir dan bentuk kejahatan serius lainnya. Berdasarkan wewenang Jaksa Agung, Program Witness Security (WITSEC–Keamanan Saksi) harus memastikan keamanan fisik saksi yang berada dalam risiko melalui penempatan pada tempat tinggal baru dan rahasia dengan perubahan nama dan rincian identitas baru. 

Seorang saksi dapat diterima dalam program WITSEC jika perkara yang bersangkutan merupakan perkara yang signifikan, kesaksian yang diberikan saksi bernilai tinggi untuk keberhasilan penuntutan dan tidak ada alternatif lain untuk mengamankan saksi secara fisik.

Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia

Bentuk perlindungan yang diberikan bagi saksi di Indonesia diberikan melalui proses permohonan kepada LPSK, kemudian LPSK yang memutus mengabulkan program perlindungan apa saja yang akan diberikan. Dan jika program yang diputuskan oleh LPSK disetujui oleh saksi, saksi menandatangani kontrak perlindungan yang berisi tentang, hak dan kewajiban saksi dalam mengikuti program perlindungan LPSK. Yang paling utama adalah kesediaan saksi untuk memberikan keterangan atau membantu proses peradilan pidana.

LPSK memberikan perlindungan dengan tidak membedakan apakah itu saksi dari daerah ataupun di pusat. Hal yang membedakan adalah daya jangkau LPSK serta kecepatan penanganan, mengingat keberadaan LPSK masih berada dipusat. Mekanisme perlindungan saksi dan korban yang lebih rinci diatur pada Bab 2 Peraturan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 6 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Saksi dan Korban mengenai syarat dan tata cara permohonan perlindungan.

Jaminan perlindungan saksi dan korban berlaku seumur hidup dengan bergantung tingkat ancaman yang masih dialami oleh saksi. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang telah mengatur hak-hak saksi yang dapat difasilitasi LPSK berupa mendapatkan identitas baru dan kediaman atau tempat tinggal baru. Jaminan perlindungan jangka panjang ini tentunya diberikan undang-undang karena pertimbangan tingkat ancaman terhadap saksi dan korban dalam mengungkap suatu tindak pidana itu pun dapat berdampak jangka panjang.

Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban di Inggris

Pelayanan dan perlindungan bagi saksi dan/atau korban dilakukan oleh Witness Care Unit (WCU) sesuai ketentuan dalam witness charter, yaitu :

  1. Perlakuan yang adil;Saksi akan diperlakukan secara adil dan dengan hormat, sesuai dengan kebutuhan saksi, terlepas dari ras, agama, latar belakang, gender, seksualitas usia, atau cacat apapun.
    Kemudahan Pelaporan Kejahatan; Saksi diberi kemudahan untuk melaporkan kejahatan dan kecepatan menindaklanjuti.
  2. Pelaporan; Atas laporan yang disampaikan telah dapat diidentifikasi apakah seorang saksi yang rentan atau terintimidasi dan bertanya apakah saksi memerlukan perlindungan khusus.
  3. Penyelidikan; Jika laporan saksi dianggap sebagai dugaan tindak pidana, maka diharapkan pelapor selanjutnya bersedia untuk memberikan keterangan di pengadilan. Selama proses penyidikan, pelapor akan diberitahukan perkembangan kasusnya setiap bulan.
  4. Mempersiapkan diri di depan pengadilan;
  5. Pemenuhan kebutuhan khusus saksi; Setiap saksi akan diberikan layanan sesuai kebutuhan khusus saksi agar dapat memberikan kesaksian di muka peradilan.
  6. Menentukan waktu sesuai ketersediaan waktu saksi
  7. Memberikan prioritas pada kasus-kasus yang melibatkan saksi rentan, termasuk saksi anak
  8. Pemberitahuan tanggal persidangan dan meminimalkan kehadiran yang tidak perlu; Pemberitahuan sebelum tanggal persidangan dan memastikan kehadiran saksi pada jadwal yang tepat untuk dimintai keterangan.
  9. Informasi tentang proses pengadilan; Polisi, WCU atau pengacara pertahanan akan memberikan informasi untuk membantu saksi mempersiapkan diri untuk menghadiri pengadilan.
  10. Kehadiran keluarga dan teman-teman;
  11. Fasilitas Pengadilan dan signage; Apabila saksi datang ke pengadilan, saksi harus ditemui dengan sopan serta membantu staf pengadilan. Saksi layanan memakai lencana identifikasi.
  12. Keselamatan di pengadilan.
  13. Pengacara memperkenalkan diri mereka; Jika saksi menghadiri pengadilan sebagai saksi, pengacara yang relevan akan berupaya untuk memperkenalkan diri kepada Saksi pada hari dan akan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan praktis yang saksi miliki.
  14. Ruang Tunggu;

Langkah-langkah khusus untuk saksi yang rentan atau terintimidasi;

1. Komunikasi bantu; Saksi berhak untuk memberikan bukti dalam bahasa pilihan saksi, termasuk jika memerlukan penerjemah.
2. Penyumpahan saksi; Pengambilan sumpah bagi saksi dilakukan sesuai agamanya.
3. Pemeriksaan silang;
4. Diberitahu Putusan dan perkembangan kasus; Saksi berhak diberitahu perkembangan kasus termasuk putusannya.
5. Banding;
6. Klaim Biaya; Saksi dapat meminta ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan untuk bersaksi termasuk setiap kehilangan pendapatan saat menghadiri pengadilan untuk memberikan bukti.
7. Keluhan.

Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban di Amerika Serikat

Amerika Serikat menjalankan perlindungan untuk kejahatan ditingkat federal atau negara bagian yang dilakukan oleh lembaga US Marshal. Pemerintah pusat Amerika hanya menyediakan tempat menginap di hotel untuk perlindungan saksi dan korban selama beberapa hari hingga kasusnya disidangkan. Dalam konteks perlindungan saksi, Amerika Serikat memiliki 4 program perlindungan utama, yaitu emergency witness assistance program yang dikelola oleh kejaksaan, skema perlindungan yang dijalankan US Marshal Service, perlindungan hukum dan perlindungan di sidang pengadilan. Sedangkan dalam konteks perlindungan korban di Amerika Serikat, ada 3 hal korban yang menjadi hal dasar dalam program perlindungan korban, yakni hak atas keamanan dan keselamatan, hak atas informasi dan hak atas partisipasi.

Amerika Serikat melaksanakan program perlindungan saksi dan korban berdasarkan Witness Protection Act 1984 (Undang-Undang Reformasi Keamanan Saksi Tahun 1984) yang mana dilakukan oleh unit program perlindungan saksi, yang berada dalam naungan dari Departemen Kehakiman (Department of Justice) dalam divisi kriminal, dengan nama lembaga yaitu Kantor Operasi Penegakan hukum unit khusus perlindungan saksi. Unit tersebut berwenang untuk mendirikan kantor perwakilan di tiap negara bagian sebagai dari Departemen Kehakiman dengan mengintegrasikannya pada tugas dan fungsi dari lembaga lainnya, seperti jaksa penuntut umum, kejaksaan agung, US Marshalls Service atau unit keamanan lainnya FBI, Bureau of Prison, pengadilan, Kantor Imigrasi dan Naturalisasi serta pemerintah negara bagian.

Amerika Serikat telah mengembangkan sejumlah program perlindungan saksi baik dari tingkat federal maupun metropolitan. Di tingkat federal, program perlindungan saksi berskala nasional dalam sebuah kerangka kerja yang sah untuk meyakinkan bahwa apa yang dilakukan untuk melindungi saksi dianggap sah oleh hukum.

Penutup  

Dalam mengembangkan sistem peradilan pidana di Indonesia yang baik terkait dengan perlindungan terhadap saksi dan korban, pemerintah perlu melihat sistem perlindungan di negara lain seperti halnya Inggris dan Amerika Serikat. Hal tersebut perlu dijadikan suatu studi perbandingan hukum pidana dengan negara-negara lain yang mempunyai standar perlindungan terhadap saksi dan korban sehingga dapat berguna dalam hal pengembangan dan pemuktahiran sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih baik. Misalnya, ide penyelesaian informal yang melibatkan semua pihak untuk menyelesaikan kasus korban kejahatan yang disebut dengan “plea conference”, perlu dipertimbangkan sebagai alternatif penyelesaian kasus korban kejahatan di luar pengadilan di Indonesia.

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.