PerdataMateri Hukum

Upaya Hukum Derden Verzet Terhadap Tanah Yang Menjadi Objek Sengketa

Sonviana
1358
×

Upaya Hukum Derden Verzet Terhadap Tanah Yang Menjadi Objek Sengketa

Sebarkan artikel ini
Upaya Hukum Deden Verzet
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Pahami langkah-langkah dan dasar hukum upaya perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap tanah yang disengketakan. Pelajari cara melindungi hak atas tanah Anda dengan informasi lengkap di sini.

Pengertian, Jenis, dan Syarat Pengajuan Derden Verzet

Derden Verzet merupakan upaya perlawanan dari pihak ketiga terhadap pelaksanaan putusan hakim. Derden verzet bukan merupakan upaya hukum oleh pihak ketiga terhadap putusan verstek, dan apabila hal tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak ikut sebagai pihak dalam putusan verstek, maka perlawanan ini sudah seharusnya ditolak oleh hakim dan bukan merupakan derden verzet.

Menurut Yahya Harahap pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan dalam bentuk derden verzet atau perlawanan pihak ketiga terhadap Conservatoir Beslag  (sita jaminan). Adapun derden verzet atas sita jaminan  dapat diajukan pemilik selama perkara yang dilawan belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara yang dilawan sudah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum yang dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan yakni mengajukan gugatan perdata biasa.

Di samping itu, pada dasarnya terdapat dua jenis perlawanan pihak ketiga yakni perlawanan pihak ketiga atas sita jaminan dan perlawanan pihak ketiga atas sita eksekusi. Pihak ketiga juga dapat melakukan perlawanan terhadap sita eksekusi yang diajukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan sebelum eksekusi dilaksanakan, apabila eksekusi terhadap obyek perkara telah dilakukan, maka tidak bisa lagi untuk mengajukan perlawanan melainkan harus dengan cara mengajukan gugatan. Dalam hal ini, pihak ketiga mempunyai hak untuk melakukan perlawanan apabila dinilai pelaksanaan isi putusan hakim yang memerintahkan sita eksekusi terhadap obyek milik pihak ketiga tersebut telah merugikan ataupun telah melanggar hak dan kepentingannya.

Selanjutnya, ketentuan mengenai pengaturan perlawanan pihak ketiga diatur dalam peraturan perundang-undangan hukum perdata yakni Pasal 195 ayat (6) HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Pasal 378 s/d Pasal 382 Rv (Reglement op de Rechtsvordering) beberapa diantaranya menyatakan sebagai berikut:

Pasal 195 ayat (6) HIR:

“Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalaran keputusan itu”

Pasal 378 Rv

“Pihak-pihak ketiga berhak melakukan perlawanan terhadap suatu putusan yang merugikan hak-hak mereka, jika mereka secara pribadi atau wakil mereka yang sah menurut hukum, atau pun pihak yang mereka wakili tidak dipanggil di sidang pengadilan, atau karena penggabungan perkara atau campur tangan dalam perkara pernah menjadi pihak.”

Pasal 379 Rv

“Perlawanan ini diperiksa hakim yang menjatuhkan putusan itu. Perlawanan diajukan dengan suatu pemanggilan untuk menghadap sidang terhadap semua pihak yang telah mendapat Keputusan dan peraturan umum mengenai cara berperkara berlaku dalam perlawanan ini.”

Pada intinya berdasarkan peraturan perundangan hukum perdata di atas, Pihak ketiga yang ingin mengajukan perlawanan pihak ketiga harus memenuhi dua (2) unsur utama yakni pihak ketiga memiliki kepentingan dan secara nyata hak pihak ketiga dirugikan. Adapun berdasarkan Pasal 208 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) pengajuan perlawanan pihak ketiga hanya dapat dilakukan karena alasan “kepemilikan” (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Gadai). Disamping itu, Pemegang Hak Tanggungan tidak perlu mengajukan perlawanan pihak ketiga karena obyek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin dilakukan lelang eksekusi.

Tata Cara Mengajukan Upaya Hukum Derden Verzet dalam Perkara Perdata

Menurut R. Subekti dalam bukunya Hukum Acara Perdata Cetakan Ke-2 Hal.241-243 menjelaskan tata cara atau prosedur dalam mengajukan perlawanan pihak ketiga diantaranya sebagai berikut:

  1. Diajukan secara tertulis atau lisan.
  2. Ditujukan di Pengadilan Negeri wilayah yang bersangkutan.
  3. Perlawanan di ajukan dalam tenggang waktu 8 hari sesudah diberitahukan penyitaan.
  4. Perlawanan akan di periksa oleh Pengadilan terkait. Namun, tidak menghalangi dilakukan pelelangan atas barang sitaan, kecuali Ketua Pengadilan Negeri bersangkutan memerintahkan agar menangguhkan lelang sampai jatuh putusan.
  5. Apabila perlawanan diterima dan beralasan oleh pengadilan sehingga tidak jadi dilakukan, segala biaya kerugian dan bunga yang timbul akan dibebankan pada pihak yang meminta penyita.
  6. Apabila perlawanan ditolak ataupun tidak ada perlawanan, agar perlawanan sah maka orang yang meminta penyitaan harus mengajukan tuntutan dalam tenggang waktu 1 bulan sejak putusan perlawanan dibacakan.

Dalam Buku Pedoman Teknis Administrasi Dan Teknis Peradilan Perdata Umum Dan Perdata Khusus Mahkamah Agung RI menjelaskan pihak ketiga pada saat mengajukan perlawanan harus dapat membuktikan bahwa memang benar mempunyai alas hak sebagaimana berdasarkan alasan “kepemilikan” atas barang yang disita dan apabila berhasil membuktikan, maka pihak ketiga tersebut akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Namun apabila pihak ketiga tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita, maka pihak ketiga tersebut akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan.

Analisis Perlawanan Pihak Ketiga Pada Perkara Perdata

Pada perkara Gugatan Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) berdasarkan putusan Nomor 1170 K/Pdt/2019 Majelis Hakim mengabulkan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) sebagai pelawan pada perkara a quo yang dilakukan terhadap Putusan Perkara Perdata Nomor 98/Pdt/2016/PT.Yyk. Jo. Nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Btl. Para Pihak Ketiga merupakan ahli waris sah menurut hukum sebagai pemilik tanah yang dijadikan obyek sengketa yang sedang dalam proses permohonan eksekusi dalam perkara Nomor 98/Pdt/2016/PT.Yyk. Jo. Nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Btl yang mana para pihak ketiga tersebut tidak mengetahui bahwa tanah miliknya menjadi objek sengketa serta tidak dilibatkan sebagai pihak dalam perkara tersebut. Sehingga hal ini menimbulkan kerugian bagi mereka dan menjadi dasar atau legal standing untuk mengajukan gugatan perlawanan pihak ketiga.

Dalam prosesnya pihak ketiga pada perkara a quo sebagai pelawan dapat membuktikan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di persidangan atas kepemilikan tanah objek sengketa warisan, sehingga hak milik atas tanah warisan yang di klaim oleh pihak terlawanan yang dijadikan objek sengketa pada Putusan Perkara Perdata Nomor 98/Pdt/2016/PT.Yyk. Jo. Nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Btl berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Majelis Hakim dalam putusannya memutuskan bahwa surat keterangan ahli waris pihak ketiga dalam Gugatan Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet) adalah sah dan mengikat menurut hukum. Dokumen-dokumen lain yang terkait dengan status ahli waris pihak ketiga sebagai pelawan juga dianggap sah dan mengikat, sehingga legal standing pihak ketiga sebagai pihak yang dirugikan diterima. Majelis Hakim juga menetapkan bahwa tanah yang menjadi objek perkara adalah warisan milik pelawan. Sertifikat tanah hak milik atas nama terlawan dinyatakan cacat hukum, dan sebagian tanah yang menjadi obyek sengketa dalam Putusan Perkara Perdata Nomor 98/Pdt/2016/PT.Yyk. Jo. Nomor 62/Pdt.G/2015/PN.Btl adalah milik pelawan yang harus dilindungi dari sita eksekusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

hukum perdata di Indonesia
Perdata

Pelajari segala hal tentang hukum perdata di Indonesia: sejarah, struktur, prinsip utama, reformasi, tantangan, kasus penting, serta pengaruh hukum adat dan hukum Islam. Dapatkan penjelasan mendetail dan lengkap di sini