Perdata

Kehilangan atau Kerusakan Barang di Tempat Parkir: Tanggung Jawab Siapa?

Adam Ilyas
230
×

Kehilangan atau Kerusakan Barang di Tempat Parkir: Tanggung Jawab Siapa?

Share this article
hilang barang di tempat parkir
ilustrasi gambar oleh penulis

Literasi Hukum – Kehilangan barang di tempat parkir? tanggung jawab siapa? Pernakah Teman Literasi membaca kalimat “segala kerusakan dan kehilangan barang di dalam kendaraan bukan tanggung jawab pengelola parkir” ? lalu sebenarnya bolehkan suatu ketentuan seperti itu?  yuk simak ulasannya.

Pada dasarnya, hubungan antara konsumen dan pelaku usaha dalam suatu perjanjian seharusnya seimbang. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Namun, dalam praktiknya, konsumen seringkali berada dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Hal ini terjadi karena produk yang dijual oleh pelaku usaha biasanya sangat dibutuhkan oleh konsumen, sehingga muncul istilah “take it or leave it“.

Dalam situasi seperti ini, pihak yang lebih kuat sering menggunakan klausul yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dalam perjanjian. Jenis klausul ini dikenal sebagai klausul eksonerasi.

Apa itu Klausul Eksonerasi?

Sebelum sampai pada pembahasan apa itu klausula eksonerasi, kiranya kita perlu memahami bahwa klausula eksonerasi itu merupakan bagian dari perjanian baku.

Apa itu perjanjian baku? Beberapa ahli dan undang-undang telah memberikan definisi mengenai perjanjian standar atau baku. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang isinya sudah dibakukan dan tertuang dalam bentuk formulir. 

Sutan Remi Jahdeni mendefinisikan perjanjian standar atau baku sebagai perjanjian di mana hampir semua klausul sudah dibakukan oleh pihak yang membuatnya, sehingga pihak lain tidak memiliki kesempatan untuk bernegosiasi atau meminta perubahan. 

Asser Rutten juga menyatakan bahwa orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab atas isinya, dan tanda tangan pada formulir perjanjian standar atau baku menunjukkan bahwa orang tersebut mengetahui dan menyetujui isi perjanjian tersebut. 

Menurut H. Hondius, perjanjian standar atau baku adalah kumpulan janji-janji tertulis yang dibuat tanpa mempertimbangkan isi atau topiknya, dan biasanya diatur dalam perjanjian yang tidak terbatas jumlahnya tetapi memiliki sifat yang tertentu.

Undang-undang No. 8 tahun 1999 menggunakan istilah klausula baku untuk menggambarkan perjanjian standar atau baku, di mana klausula baku adalah aturan atau ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan sepihak oleh pelaku usaha dan harus dipenuhi oleh konsumen. 

Dalam perjanjian baku, terdapat dua jenis klausula utama, yaitu klausula baku dan klausula eksonerasi.

Klausula baku adalah klausula dalam perjanjian baku di mana hampir semua klausulnya telah dibakukan oleh pihak yang menggunakannya, sehingga pihak lain tidak memiliki kesempatan untuk bernegosiasi atau meminta perubahan.

Sementara itu, klausula eksonerasi adalah klausula yang membatasi atau bahkan menghapus sepenuhnya tanggung jawab yang seharusnya ditanggung oleh produsen atau penjual. 

Boleh kah Klausal Eksonerasi?

Dalam hukum positif Indonesia, pembatasan atau larangan penggunaan klausula eksonerasi dapat ditemukan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal ini melarang pelaku usaha untuk membuat atau mencantumkan klausula baku dalam dokumen atau perjanjian apa pun jika klausul tersebut:

  1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.
  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Bagaimana Kekuatan Hukum Suatu Perjanjian yang Mengandung Klausal Eksonerasi?

Tujuan utama larangan untuk mencantumkan klausula baku adalah agar konsumen memiliki kedudukan yang sama dengan pelaku usaha sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak, yang merupakan asas utama dalam hukum perjanjian Indonesia.

Namun, para pihak tidak diperbolehkan membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Jika pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang dilarang pada dokumen atau perjanjian, maka konsekuensinya klausula baku tersebut akan dinyatakan batal demi hukum. Pelanggaran terhadap ketentuan larangan klausula baku dapat berakibat pada pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

Apakah Pembatalannya Harus Melalui Pengadilan?

Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dalam hal ini, salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian. Namun, perjanjian tetap mengikat kedua belah pihak selama belum dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan, seperti pihak yang tidak cakap atau yang memberikan persetujuannya secara tidak bebas.

Sementara itu, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum. Dalam hal ini, perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak ada perikatan yang terbentuk.

Oleh karena hal tersebut di atas, maka suatu perjanjian yang mengandul klausula eksenorasi tidak perlu dilakukan pengajuan gugatan pembatalan ke pengadilan, karena secara otomatis perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

Jika Helm Atau Motor Hilang di Tempat Parkir, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa layanan penitipan terjadi ketika seseorang menerima suatu barang dan setuju untuk menyimpan dan mengembalikannya dalam keadaan asal. Menurut Pasal 1706 KUHPerdata, penyedia layanan penitipan parkir bertanggung jawab untuk mengembalikan barang-barang yang dititipkan dalam keadaan asli atau tidak berubah.

Berdasarkan peraturan tersebut, pengelola tempat parkir bertanggung jawab atas kendaraan bermotor dan isinya. Oleh karena itu, kehilangan helm atau bahkan motor merupakan tanggung jawab pengelola parkir, dan klausula-klausula standar dan klaim pembebasan yang tercantum pada karcis parkir tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk melepaskan tanggung jawab pengelola parkir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.