PerdataHukum Bisnis

3 Jenis Bunga yang Bisa Dituntut Kreditur Jika Debitur Wanprestasi

Dini Wininta Sari, S.H.
334
×

3 Jenis Bunga yang Bisa Dituntut Kreditur Jika Debitur Wanprestasi

Share this article
Bunga Wanprestasi
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Pahami jenis-jenis bunga dalam perjanjian, termasuk bunga moratoir (6% per tahun karena keterlambatan), bunga konvensional (disepakati pihak-pihak), dan bunga kompensatoir (ganti rugi riil). Temukan rumus perhitungan, putusan hakim terkait, dan pertimbangan hakim dalam pengenaannya.

Menurut Buku Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya (J. Satrio : 1999, hal 122), ingkar janji atau wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Berdasarkan Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, walaupun telah dinyatakan lalai atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

Salah satu akibat dari wanprestasi adalah timbulnya kewajiban untuk membayar bunga. Menurut J. Satrio, terdapat 3 (tiga) jenis bunga, sebagai berikut:

  1. Bunga Moratoir, yaitu bunga yang terutang karena debitur terlambat memenuhi kewajiban membayar sejumlah uang;
  2. Bunga Konvensional, yaitu bunga yang disepakati para pihak; dan
  3. Bunga Kompensatoir, yaitu semua bunga di luar bunga yang diperjanjikan.

Ketentuan Bunga Moratoir

Berdasarkan buku Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Riduan Syahrani : 2000, hal 236), besaran Bunga Moratoir adalah 6% (enam persen) pertahun mengacu pada ketentuan Staatblad tahun 1848 Nomor 22. 

Bunga Moratoir diatur dalam Pasal 1250 KUHPerdata, yakni : dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga wajib dibayar tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur dan wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.”

Namun demikian, terdapat preseden berbeda mengenai dimulainya perhitungan bunga moratoir, yaitu dimulai sejak debitur lalai. Hal ini dijelaskan dalam buku Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata (Riduan Syahrani: 2000, hal. 237), bunga moratoir dihitung sejak debitur lalai, sebagaimana berikut: “Dalam 2 buah Putusan lagi yaitu Putusan tanggal 04-12-1975 No. 804 K /Sip/1973 dan tanggal 10-02-1976 No. 1931 K/Sip/1973 Mahkamah Agung telah membenarkan pertimbangan Pengadilan Tinggi yang mengabulkan tuntutan Penggugat mengenai pembayaran sejumlah uang pinjaman pokok ditambah bunga 6% sebulan terhitung mulai Tergugat lalai sampai lunas membayar hutang pokok”.

Putusan yang Berkaitan dengan Bunga Moratoir

Hal tersebut juga sesuai dengan salah satu Putusan Mahkamah Agung Nomor 2031 K/Pdt/2019 tanggal 14 Agustus 2019 yang mengabulkan Petitum Penggugat mengenai pengenaan bunga moratoir kepada Tergugat sebesar 6% pertahun terhitung sejak Tergugat lalai (terlambat menyerahkan unit apartemen). Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut: Ketidakseimbangan kedudukan antara Pembeli dan Penjual terlihat jelas karena apabila Pembeli terlambat membayar angsuran pembelian apartemen maka Pembeli akan dikenakan denda satu per mil (1%) setiap harinya tanpa batas apapun. Sehingga demi keadilan dan keseimbangan sudah seharusnya permintaan bunga moratoir oleh Pembeli patut dikabulkan.

Rumus perhitungan bunga moratoir adalah (jumlah kewajiban) x 6% x (tahun diajukannya gugatan dikurangi tahun debitur lalai). Misalnya, Tergugat mempunyai utang kepada Penggugat sebesar Rp. 1 Milyar yang seharusnya dibayar paling lambat tahun 2020. Atas ingkar janji Tergugat tersebut, Penggugat mengajukan gugatan di pengadilan pada tahun 2022. Sehingga jumlah bunga moratoir yang harus dibayar Tergugat kepada Penggugat adalah : Rp. 1 Milyar x 6% x 2 tahun = Rp. 120 Juta

Ketentuan dan Pertimbangan Hakim dalam Pengenaan Bunga Konvensional

Bunga Konvensional, yaitu bunga yang disepakati para pihak hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1249 KUHPer : “Jika dalam suatu perikatan ditentukan bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak lain-lain tidak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu.”

Misalnya dalam pertimbangan Hakim Putusan Nomor 54/Pdt.G.S/2018/PN.Byw : “……… oleh karena bunga tersebut disamakan  dengan  uang  jasa  yang  harus  dibayar sebagaimana telah diperjanjikan dalam pasal 1 Perjanjian Surat Pengakuan Hutang Dengan Memakai Jaminan Fiducia, maka jasa atau bunga yang dibebankan kepada Para Tergugat adalah 1,5 % x Rp. 27.500.000,- = Rp. 508.750,- perbulan selama 16 bulan, sejak Para Tergugat tidak mengangsur pinjaman sampai dengan didaftarkan gugatan, yaitu bulan Januari 2017 s/d April 2018, sebesar Rp. 508.750,- x 16 bulan = Rp. 8.140.000,-.”

Pengertian Bunga Kompensatoir

Bunga kompensatoir adalah semua bunga di luar bunga yang diperjanjikan, selain bunga konvensional dan bunga moratoir. Perbedaan bunga kompensatoir dengan bunga moratoir adalah perlunya pembuktian kreditut atas kerugian yang dialami. Bunga moratoir tidak perlu dibuktikan adanya kerugian oleh kreditur sedangkan bunga kompensatoir harus dibuktikan oleh kreditu bahwa ada kerugian riil akibat lalainya debitur. Bunga kompensatoir diberikan untuk mengganti kerugian atau pembayaran bunga-bunga maupun pembayaran lain yang telah dikeluarkan oleh kreditur sebagai akibat dari debitur yang ingkar janji.

Hal ini terjadi jika debitur tidak memenuhi kewajibannya terhadap kreditur sehingga kreditur terpaksa mengambil tindakan yang merugikan dirinya guna menghindari kerugian yang lebih besar lagi, misalnya kreditur terpaksa menjual hartanya karena debitur tidak segera membayar utangnya.

Yang menetapkan besarnya jumlah bunga kompensatoir adalah Hakim. Besarnya jumlah bunga tidak ditentukan, namun Hakim menentukan menurut kenyataannya sejak kerugian itu benar-benar terjadi.

Pertimbangan Hakim dalam Pengenaan Bunga Kompensatoir

Misalnya dalam pertimbangan Hakim putusan pengadilan Putusan Nomor 2/Pdt.G.S./2020/PN.Skh:

……….oleh karena pembayaran bunga yang diminta oleh Penggugat termasuk dalam kualifikasi bunga kompensatoir dan sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya karena Tergugat telah melakukan wanprestasi dan merugikan Penggugat, maka terhadap tuntutan pembayaran bunga tersebut patut untuk dikabulkan dan terhadap besaran bunga yang diminta, yaitu sebesar 3% terhitung sejak Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu dari bulan Nopember 2019 sampai dengan gugatan ini diajukan yaitu pada bulan Juli 2020 (9 bulan), sehingga jumlah bunga yang harus dibayar kepada Penggugat adalah sejumlah 3% x Rp. 321.750.000,00 = (Rp. 9.652.500,00 x 9 bulan) = Rp. 86.872.500,00, menurut hemat Hakim sudah layak dan adil dengan kerugian yang diderita oleh Penggugat, terlebih jika dihubungkan dengan suku bunga Bank Indonesia saat ini sebesar 4% dan juga ketentuan besaran bunga dalam S.1848 No. 22 yang menentukan bunga sebesar 6% setahun.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum di Indonesia
Perdata

Artikel ini membahas perbedaan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum di Indonesia. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam kontrak, sedangkan perbuatan melawan hukum melibatkan pelanggaran hukum yang lebih umum.

Penipuan dan wanprestasi
Pidana

Artikel ini membahas mengenai titik pembeda antara tindak pidana penipuan dan wanprestasi yang disertai contoh putusan.