Materi HukumHukumHukum Adat

Sejarah dan Perkembangan Tata Hukum Indonesia

Mhd. Fadly Siregar, S.H.
305
×

Sejarah dan Perkembangan Tata Hukum Indonesia

Sebarkan artikel ini
Sejarah dan Perkembangan Tata Hukum Indonesia
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Literasi HukumArtikel ini mengulas pengertian, sejarah, dan perkembangan tata hukum Indonesia dari era prapenjajahan hingga masa reformasi. Dibahas pula pengaruh hukum adat, hukum kolonial Belanda dan Jepang, hingga terbentuknya sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila serta perlindungan hak asasi manusia. Artikel ini juga memaparkan upaya Indonesia dalam menciptakan tata hukum yang mencerminkan identitas nasional dan keberagaman masyarakat, dengan sumber referensi dari para ahli dan literatur sejarah hukum Indonesia.

Pengertian Tata Hukum Indonesia

Tata hukum Indonesia atau susunan hukum Indonesia adalah tatanan atau tata tertib hukum-hukum Indonesia guna melindungi kepentingan masyarakat Indonesia. Tata hukum Indonesia merupakan hukum positif di mana terdapat aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku dan sudah diganti dengan aturan hukum baru yang sejenis dan berlaku sebagai hukum positif baru. 

Sejarah Tata Hukum Indonesia Pra Penjajahan

Keadaan tata hukum Indonesia pada masa prapenjajahan berkaitan erat dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia pada masa itu. Indonesia pada masa itu masih bernama Nusantara, berupa kerajaan yang dipimpin oleh raja, ratu, sultan, atau pimpinan masyarakat adat setempat. Pemerintahannya bersifat monarki dan aristokrasi yang terdiri dari para bangsawan atau feodalis.

Raja sebagai pimpinan kerajaan mengembangkan bahasa dan peraturan yang berisikan perintah raja dan tatanan perilaku bagi warganya. Menurut Slamet Muljana, kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu hayam Wuruk sudah membuat peraturan hukum dan menjalankan pengadilan, sebagaimana tercantum dalam naskah Nagarakretagama.

Bangsa Indonesia pada masa itu hidup dalam dua ikatan sosial, yaitu ikatan feodal yang terpusat di kerajaan dan ikatan desa, dan keduanya saling berkorelasi. Sesungguhnya kekuasaan raja secara politik hingga ke desa, tetapi karena letaknya jauh dengan kerajaan sehingga pengaruh kerajaan tidak begitu kuat. Oleh sebab itu, masyarakat yang tinggal di desa juga mengembangkan pola interaksi dan hubungan sosial sesuai dengan kebutuhan mereka.

Kedua ikatan tersebut, membentuk pranata atau norma hukum yang disebut hukum adat, baik pada ikatan feodal di kerajaan maupun ikatan desa. Menurut Van Vollenhoven hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan alat kekuasaannya.

Pada masa itu, selain hukum adat berlaku pula hukum Islam bersamaan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Hukum Islam berlaku bagi para pemeluknya. Namun, tidak seluruh lapangan hukum Islam berlaku di masyarakat. Hanya lapangan hukum perkawinan Islam dan hukum waris Islam yang berlaku. Sedangkan hukum pidana Islam tidak diterapkan dalam kehidupan sosial.

Sejarah Tata Hukum Indonesia Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Belanda pada awalnya tidak ada niat untuk datang ke Nusantara kalau bukan karena kepentingan dagangnya terganggu. Pendudukan Portugal oleh Spanyol pada tahun 1580 telah menutup pelabuhan orang Portugis. Hal ini berdampak terhadap kepentingan dagang Belanda, karena Belanda pada saat itu sedang berperang dengan Spanyol.

Padahal, pelabuhan Portugis selama ini disinggahi oleh kapal-kapal Belanda untuk mengangkut dan mendistribusikan rempah-rempah (spicies) ke Eropa Utara dan Timur. Ditutupnya pelabuhan itu berdampak terhadap kapal dagang Belanda sehingga tidak dapat bersandar. Hal ini mendorong kapal-kapal Belanda untuk mencari jalur perdagangan sendiri hingga ke Hindia Timur (oost Indie; East India).

Pada perkembangannya, Belanda membentuk serikat dagang VOC dan melakukan praktek dagang secara monopoli di Nusantara dengan cara memiliki hak untuk membeli dan menjual rempah-rempah dengan harga yang ditentukan VOC. Para pedagang VOC bertransaksi di atas kapal dagang milik Belanda atas ketentuan hukum Belanda kuno (oud Nedelands recht) yang sebagian besar materinya adalah hukum disiplin dan ditambah asas-asas hukum Romawi. Dalam pergaulan sehari-hari, menurut Utrecht pada saat itu orang Indonesia asli hidup dibawah kekuasaan hukum adat dan orang Belanda dibawah kekuasaan hukum Belanda yang dibawa ke Indonesia.

Pada tahun 1800 VOC dibubarkan karena pailit akibat tidak mampu membayar hutang. Sejak saat itu, pemerintah Belanda melakukan penjajahan secara langsung terhadap Bangsa Indonesia. Daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Perkembangan selanjutnya adalah transisi kekuasaan VOC menjadi  kekuasaan Pemerintah Belanda. Gubernur Jenderal tidak lagi agen Perusahaan dagang namun wakil pemerintah. 

Indonesia pernah dijajah oleh Inggris pada tahun 1811. Pulau Jawa dikusai Inggris diatas Pimpinan T.S. Raffles. Inggris mengakui keberadaan hukum adat dan hukum islam bagi orang Indonesia asli. Meski demikian, hukum Eropa masih dianggap lebih tinggi. Rakyat pada masa itu dibebani dengan pajak bumi. Pemerintahan Raffles berakhir ketika Pemerintahan Napoleon Bonaparte runtuh.

Prancis sebagai penjajah memberlakukan code de civil dan code de commerce di Belanda, hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah colonial Belanda di Hindia-Belanda (baca indonesia) memberlakukan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Van Kophandel di Hindia-Belanda. Pemberlakuan ini merupakan penyesuaian hukum atau disebut dengan konkordansi (concordantie) hukum, yaitu diberlakukannya BW dan WVK di Hindia-Belanda. Meski demikian, penyesuaian hukum yang diberlakukan di Hinda-Belanda secara politik hukum dipandang hanya sebagai dasar hukum untuk memberlakukan devide et impera. 

Akibat dari politik hukum konkordansi, maka di Hindia-Belanda bukan hanya tercipta dualisme hukum tetapi juga pluralisme hukum. Di satu pihak, hukum Eropa berlaku bagi orang Eropa, di lain pihak, hukum adat dan hukum islam berlaku bagi Bumi Putera. Selain itu, di dalam hukum adat terdapat berbagai peraturan adat yang berbeda-beda, tergantung system masyarakat adat yang bersangkutan. Politik hukum diskriminatif semakin tampak ketika Pemerintahan Hindia-Belanda mengatur pembedaan golongan penduduk, antara lain:

  1. Golongan Eropa
  2. Golongan Bumi Putera
  3. Golongan yang disamakan dengan Eropa

Pada tahun 1866 kodifikasi hukum pidana di Indonesia dilakukan dan dibuat bagi golongan Eropa. Pada tahun 1872 diundangkan kitab hukum pidana yang berlaku bagi golongan Bumi Putra dan Timur Asing, yang substansinya mirip dengan hukum pidana bagi golongan Eropa. Berdasarkan Pasal 75 RR tahun 1854, wetboek van strafrecht atau KUHP yang merupakan tiruan Code Penal dari Prancis juga berlaku di Hindia Belanda. Namun, pada tahun 1915 dibuat kodifikasi hukum pidana yang baru, yaitu wetboek van strafrecht yang berlaku 1918 untuk mewujudkan unifikasi hukum pidana yang berlaku bagi semua golongan rakyat dan golongan hukum di wilayah Indonesia.

Golongan penduduk di Hindia-Belanda menurut Pasal 109 RR dibedakan menjadi yang menjajah dan yang dijajah. Golongan Eropa adalah pihak yang menjajah, dan Bumi Putera pihak yang dijajah. Peraturan hukum yang berlaku untuk Bumi Putera diatur dalam Pasal 75 RR yaitu, hakim dalam memeriksa perkara agar memberlakukan hukum perdata Eropa bagi orang Eropa, dan hukum Adat bagi pribumi. Pada tahun 1920 dilakukan perubahan beberapa pasal dalam RR, salah satunya adalah pasal 75 RR baru menyatakan pemnbedaan golongan penduduk didasarkan pada kriteria pendatang dan yang didatangi. Mengenai golongan penduduk Hindia-Belanda dibagi menjadi 3 golongan, yaitu Eropa, Bumi Putera, dan Timur Asing.

Pada tahun 1925 pemerintah Belanda menerbitkan UU ketatanegaraan Hindia-Belanda, yaitu IS 1926 yang kemudian menggantikan RR 1854 secara keseluruhan. Politik hukum pemerintah Belanda dalam IS 1926 masih mencerminkan kekuasaan yang bersifat diskriminatif, dan politik pecah belah. Dalam pasal 163 IS diatur 3 golongan penduduk Hindia-Belanda yaitu:

  1. Golongan Eropa, yakni semua orang Belanda, semua yang berasal dari Eropa, semua orang jepang (dikarenakan adanya perjanjian dagang antara jepang dan Belanda), semua orang yang berasal dari negara yang asas hukumnya sama dengan asas hukum Belanda.
  2. Golongan Bumi Putera (Inlander), penduduk asli pribumi, golongan penduduk lain yang meleburkan diri ke dalam golongan pribumi.
  3. Golongan Timur Asing, semua orang yang tidak termasuk golongan Eropa dan Bumi Putera, ialah orang Cina, Arab, Pakistan.

Berikut penggolongan hukum berdasarkan golongan menurut Pasal 131 IS:

  1. Golongan Eropa, Hukum pidana berlaku WvS dan hukum acara pidana berlaku RSv, hukum perdata berlaku BW dan WvK, hukum acara perdata Rv.
  2. Golongan Bumi Putera, Hukum pidana Eropa WvS, acara pidana HIR. Hukum perdata tunduk pada hukum adat, pada bidang tertentu tunduk pada hukum Eropa. Acara perdata tunduk pada hukum Eropa, di pulau jawa dan madura memakai HIR, diluar jawa madura memakai RBg.
  3. Golongan Timur Asing, Hukum pidana memakai WvS, acara pidana HIR atau RSv, untuk urusan tertentu tunduk pada hukum adat, BW dan WvK. Acara perdata tunduk pada hukum Eropa, kadang memakai Rv, HIR, RBg.

Pemerintahan Jepang di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan balatentara Jepang, yaitu Osamu Sirei No. 1 Tahun 1942, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa, semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang, dari pemerintahan yang dahulu, tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer. 

Berdasarkan ketentuan pasal 3 Osamu Seirei 1942, peraturan masa Hindia-Belanda yang diatur dalam IS 1926 masih berlaku. Dengan demikian, kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang, BW dan WvK masih berlaku. Untuk hukum pidana selain menggunakan WvS juga digunakan hukum pidana balatentara Jepang, yaitu Gunseirei 1942 dan Osamu Seirei No. 25 1944.

Sejarah Tata Hukum Masa Pasca Kemerdekaan

Di masa orde lama, tepatnya di awal kemerdekaan, pemerintahan didasarkan pada UUD 1945 semata. Jika dijabarkan, sistem pemerintahan negara sebagaimana diterangkan dalam Penjelasan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

  1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum.
  2. Sistem konstitusional.
  3. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah majelis.
  5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
  6. Menteri negara ialah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR.
  7. Kekuasaan kepala negara tidak terbatas

Di masa ini terjadi pasang-surut perkembangan UUD 1945 sebagai berikut:

  1. UUD 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949.
  2. UUD RIS 1949 berlaku pada tanggal 27 Desember 1949-17 Agustus 1950.
  3. UUD Sementara 1950 berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli 1959
  4. UUD 1945 berlaku Kembali berdasarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Sayangnya, UUD 1945 di awal kemerdekaan dinilai belum efektif. Pasalnya, pemerintah Indonesia masih dalam peralihan, kemudian lembaga dan pranata hukum masih belum tersedia. Kemudian, ada pula pengaruh Belanda yang berusaha untuk menjajah kembali.

Pemerintahan masa orde baru, dipandang sebagai tindakan koreksional atas pelaksanaan UUD 1945 yang menyimpang di masa orde lama. Salah satu tindakannya yang relevan dengan politik hukum adalah diterbitkannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketentuan Pasal 2 MPRS tersebut menyatakan bahwa sumber tertib hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan berlaku bagi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dalam ketetapan MPRS tersebut pula, dicanangkan struktur secara komprehensif dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia; dalam sumber tata hukum di Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Ketetapan MPRS yang sama juga mengatur tata urutan peraturan, antara lain:

  1. UUD 1945;
  2. Ketetapan MPRS;
  3. UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Keputusan Presiden; dan
  6. Peraturan pelaksana lainnya (Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain)

Selain perubahan tata hukum Indonesia, politik hukum di masa reformasi ini juga ikut berubah. Perubahannya mengarah kepada sistem hukum yang lebih terbuka dan demokratis. Di masa ini juga terjadi Amandemen UUD 1945. Berikut Amandemen UUD 1945 yang terjadi selama masa reformasi sebagai berikut:

  1. Amandemen I 19 Oktober 1999
  2. Amandemen II 18 Agustus 2000
  3. Amandemen III 9 November 2001
  4. Amandemen IV 10 Agustus 2002

Berikut adalah substansi dari Amandemen UUD 1945 sebagai berikut:

  1. Perubahan dan pembatasan wewenang MPR, yang semula berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden serta menetapkan GBHN. Pasca amandemen MPR menjadi lembaga tinggi negara, dan berwenang mengubah dan menetapkan UUD
  2. Presiden dan Wakil Presiden tidak dipilih oleh MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat, pembatasan wewenang Presiden dalam pembuatan UU
  3. Pemerintah daerah diberi otonomi untuk mengatur sendiri urusan pemerintahannya
  4. Memperkuat posisi DPR (legislative heavy)
  5. Pembentukan DPD sebagai perwakilan daerah
  6. Pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji UU, dan Komisi Yudisial sebagai pengawas lembaga kehakiman.
  7. Pengakuan HAM yang diperkuat dengan ratifikasi berbagai peraturan internasional.

Ketentuan Hierarki peraturan perundang-undangan juga mengalami perubahan yang sebelumnya berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, menjadi UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

  1. UUD 1945
  2. TAP MPR
  3. UU/PERPU
  4. PERATURAN PEMERINTAH
  5. PERATURAN PRESIDEN
  6. PERATURAN DAERAH PROVINSI
  7. PERATURAN DAERAH KAB/KOTA.

Kesimpulan

Tata hukum berasal dari kata dalam bahasa Belanda “recht orde”, ialah susunan hukum yang artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum. Yang dimaksud dengan “memberikan tempat yang sebenarnya”, yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup agar ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi.

Sejarah dan perkembangan tata hukum Indonesia merupakan refleksi dari perjalanan panjang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Dimulai dari hukum adat yang kaya akan nilai-nilai lokal, tata hukum Indonesia mengalami transformasi signifikan saat penjajahan, terutama oleh Belanda, yang memperkenalkan hukum Barat. Proses ini menciptakan ketegangan antara hukum adat dan hukum kolonial, yang berlanjut hingga era kemerdekaan.

Setelah proklamasi 1945, Indonesia berusaha membangun sistem hukum yang mencerminkan identitas nasional dan keberagaman masyarakatnya. Berbagai undang-undang dan peraturan baru dirumuskan untuk menggantikan sistem hukum kolonial, serta mengakomodasi hukum adat dan nilai-nilai Pancasila. Era reformasi di akhir 1990-an menandai titik balik penting, dengan penekanan pada demokratisasi dan perlindungan hak asasi manusia.

Daftar Pustaka

  • Jamali, R. Abdoel. 1984. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.
  • Muljana, Slamet. 1967. Perundang-Undangan Majapahit. Jakarta: Bharatara.
  • Sasongko, Wahyu. 2013. Sejarah Tata Hukum Indonesia. Lampung: PKKPUU FH Unila.
  • Soebekti. 1984. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Soetandyo. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional. Jakarta: Raja Grafindo.
  • Soetaprawiro, Koerniatmanto. 1994. Pemerintahan dan Peradilan di Indonesia, Asal Usul dan Perkembangannya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
  • Sutopo, Umarwan. 2021. Pengantar Tata Hukum di Indonesia. Surabaya: Sinergi Karya Mulia.
  • Sugiarto, Umar Said. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Sinar Grafika.
  • Supomo. 1972. Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta: Paramita.
  • Tresna, R. 1978. Peradilan di Indonesia. Jakarta: Paramita.
  • Utrecht, E. 1966. Pengantar dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtiar.
  • Wignjodipuro, Surojo. 1979. Pengantar dan Azas Hukum Adat. Bandung: Alumni.
  • Wolhoff. 1955. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: CV. Timun Mas.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.