Tata Negara

Mahkamah Konstitusi RI: Kenali Lebih Dekat Sejarah, Tugas dan Kewenangannya

Egi Nugraha
1425
×

Mahkamah Konstitusi RI: Kenali Lebih Dekat Sejarah, Tugas dan Kewenangannya

Sebarkan artikel ini
mahkamah konstitusi RI
Ilustrasi gambar oleh penulis

Literasi Hukum Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum dan konstitusi di Indonesia. Lalu sebenarnya apa itu Mahkamah Konstitusi, bagaimana sejarahnya dan apa saja fungsi serta kewenangannya sebagai bagian dari lembaga peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia?

Mahkamah konstitusi pada dasarnya adalah sebuah lembaga peradilan negara yang berwenang untuk menjalankan kekuasaan kehakiman dengan putusannya yang bersifat final dan mengikat. Putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan putusan pertama dan terakhir sehingga lembaga peradilan ini dapat dikatakan sebagai lembaga peradilan dengan kedudukan tertinggi selain Mahkamah Agung dalam hierarki peradilan di Indonesia. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebut MK sebagai bagian dari lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dasar hukum dari pembentukan MK juga dapat kita temui dalam pasal 24 ayat 2 dan pasal 24C UUD NRI Tahun 1945.

Sejarah Mahkamah Konstitusi

Awal berdirinya MK didasari oleh ide untuk mengadopsi konsep Constitutional Court dalam proses amandemen ketiga UUD NRI Tahun 1945 oleh MPR RI pada tahun 2001 lalu, yang dirumuskan dalam pasal 24 ayat 2, 24 C, dan pasal 7B UUD 1945 yang disahkan bertepatan pada tanggal 9 November 2001. Setelah proses amandemen selesai dilakukan, MPR menunjuk Mahkamah Agung untuk menggantikan sementara tugas MK, hal ini sejalan dengan aturan yang ditetapkan pada pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. DPR dan pemerintah mengesahkan RUU MK sebagai UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003.

Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Ketentuan mengenai tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi disebutkan dalam pasal 24C ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. Selain itu, pasal 24C ayat 2 juga menyebut tugas dan kewajiban lain dari MK, yaitu berkewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi setidaknya memiliki 5 tugas dan kewenangan, yaitu:

1. Melaksanakan Pengujian Undang-Undang Terhadap UUD NRI 1945

Salah satu kewenangan pokok dari MK adalah menguji setiap undang-undang yang diterbitkan oleh DPR bersama pemerintah, atas laporan masyarakat. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengulik apakah suatu undang-undang yang disahkan bertentangan atau tidak dengan konstitusi negara, yaitu UUD 1945. hal ini tentu merupakan suatu yang penting, mengingat dalam sistem hierarki perundang-undangan di Indonesia, UUD 1945 menjadi regulasi hukum tertinggi sehingga segala macam aturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan UUD, termasuk undang-undang.

Proses judicial review sendiri terdiri dari 2 jenis pengujian, yaitu pengujian formil dan pengujian materiil. Pengujian formil berfokus pada menguji sejauh mana kebenaran alur atau proses pembentukan undang-undang dari awal hingga akhir tahapannya. Sementara itu proses pengujian materiil dilakukan dengan menguji substansi materi yang terkandung di dalam undang-undang yang diujikan, apakah sudah sejalan atau belum dengan ketentuan UUD 1945. Contoh kasus judicial review yang sempat ramai diberitakan di media massa adalah proses judicial review Undang-Undang Cipta Kerja, dan putusan inkonstitusional bersyarat atas UU tersebut yang diputuskan MK pada tahun 2021 lalu.

2. Memutus Sengketa Kewenangan Lembaga Negara

Prof. Jimmly Assiddiqie dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa potensi akan munculnya sengketa kewenangan lembaga negara sangat mungkin terjadi setelah amandemen UUD 1945 tidak lagi mengklasifikasikan lembaga negara ke dalam lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara. Amandemen yang dilakukan memberikan perubahan pada struktur ketatanegaraan, sehingga hubungan antar lembaga negara tidak lagi bersifat vertikal namun horizontal. UU Mahkamah Konstitusi sendiri tidak mengatur perihal batasan lembaga negara mana saja yang bisa mengajukan perkara sengketa ke MK.

Lebih lanjut, pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara menyebutkan bahwa lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah DPR, DPD, MPR, Presiden, BPK, Pemda, atau lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

3. Memutus Sengketa Pembubaran Partai Politik

Sebagai salah satu organisasi yang berperan penting dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, partai politik (Parpol) memiliki pengaruh besar dalam sistem pemerintahan dalam negeri. Pengaruh dan kepentingan partai politik yang luar biasa sebagai kendaraan politik para calon pemimpin baik eksekutif maupun legislatif di Indonesia menjadikannya sebagai organisasi politknyang rawan akan konflik, tekanan dan benturan kepentingan satu sama lain, baik dari internal maupun eksternal parpol itu sendiri. Sengketa yang terjadi dalam partai politik di Indonesia diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjamin adanya ketertiban dan keamanan dalam berdemokrasi.

4. Menangani dan Memutus Sengketa Perselisihan Pemilu

Kontestasi pemilihan umum pilpres, pileg, dan pilkada seringkali menimbulkan perselisihan atau sengketa dalam prosesnya. Hal ini biasanya diakibatkan oleh adanya tuduhan kecurangan dalam proses pelaksanaan penghitungan suara yang terjadi di lapangan. Sebagai lembaga penjaga konstitusi, MK berperan penting dalam memutuskan setiap sengketa pemilu yang ada di Indonesia. Salah satu contoh kasus sengketa pemilu yang pernah ditangani MK adalah sengketa Pilpres 2019 antara kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

5. Memberi Putusan atas Pendapat DPR mengenai Pelanggaran Presiden/Wakil Presiden

Menurut Ketentuan UUD 1945, presiden dan wakil presiden RI dapat dimakzulkan apabila terbukti melakukan pelanggaran berat yang ketentuannya diatur oleh pasal 7A UUD 1945, yang berbunyi: “Presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden”.

Dalam prosesnya, usulan pemberhentian presiden/wakilnya harus diajukan lebih dulu kepada MK untuk diperiksa, diadili dan diputuskan apakah pelanggaran tersebut terjadi atau tidak, sehingga dalam hal ini MK berkewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR yang diajukan kepadanya. Hal ini sejalan dengan pasal 7B ayat 1 UUD NRI Tahun 1945.

Daftar Pustaka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.