OpiniPerdataPidana

Perlindungan atas Pembajakan Suatu Merek Terkenal pada Produk Tertentu

Redaksi Literasi Hukum
1190
×

Perlindungan atas Pembajakan Suatu Merek Terkenal pada Produk Tertentu

Sebarkan artikel ini
perlindungan pembajakan merek tertentu
Ilustrasi gambar oleh penulis

Literasi HukumArtikel ini menjelaskan mengenai dasar bukum perlindungan atas pembajakan suatu merek terkenal pada produk tertentu berdasarkan hukum positif yang ada di Indonesia.

Pengertian Merek Terkenal

Merek terkenal dapat diartikan sebagai sebuah merek dengan daya tarik tinggi yang mampu memunculkan berbagai sugesti atas prestise dan citra baik merek tersebut di mata masyarakat. Prestise dan citra baik yang telah timbul itulah yang membuat berbagai produk dengan label merek terkenal menjadi sangat laris dipasaran. Hal ini terjadi lantaran di era modern saat ini, keinginan masyarakat untuk membeli suatu produk tidak hanya didasarkan pada aspek kebutuhan semata, melainkan bergantung juga pada unsur kepuasan dan kebanggaan akan barang tersebut. Barang yang berlabel merek terkenal akan mencermikan kualitas dan reputasi yang diusungnya. 

Kriteria penggolongan merek terkenal telah dirumuskan secara spesifik melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1486 K/PDT/1991 tanggal 28 November 1995. Dalam yurisprudensi a quo, merek terkenal atau Well-Known Marks harus terlebih dahulu mampu menembus pasar international, artinya ketika merek tersebut sudah dikenal banyak negara, maka merek tersebut secara otomatis menjadi merek terkenal.

Pembajakan atau Pemalsuan Merek

Masalah pembajakan atau pemalsuan merek merupakan perbuatan curang yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud mencari keuntungan berlipat dalam waktu sesingkat mungkin. Perbuatannya dapat dikatakan sama seperti seorang pencuri yang merampas hak milik orang lain. 

Pada sisi lain, pemalsuan merek yang merupakan jiwa pada suatu perusahaan sangat berpengaruh negatif karena menurunkan kinerja perusahaan. Merek tidak hanya berfungsi sebagai alat pembeda barang atau jasa yang sejenis, namun juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya merek yang telah menjadi merek terkenal (well know merk). Dengan memiliki merek terkenal, perusahaan dapat menguasai pasar yang diperebutkan oleh banyak orang. Oleh karena itu, merek terkenal merupakan performance bisnis yang sangat handal dalam meraih keuntungan dan persaingan. 

Dalam perbuatan pembajakan ataupun pemalsuan merek erat kaitannya dengan tindak pidana penipuan karena memperdaya publik atas merek-merek yang telah ditirunya sebagaimana ketentuan pada Pasal 378 KUHP. Adapun mengenai memperdaya publik disini dapat dikemukakan suatu contoh seperti : 

  • membuat merek yang hampir sama (hanya meniru sebagian); 
  • membuat merek yang sama (meniru secara keseluruhan); 
  • membuat etikat/ bungkus yang hampir sama.

Perbuatan pembajakan yang melibatkan penggunaan merek terkenal sebagai merek tipuan untuk produk yang serupa, merupakan salah satu ancaman yang muncul akibat sulitnya mendapatkan kepercayaan di masyarakat. Para pengusaha seringkali enggan untuk memunculkan sebuah terobosan dan inovasi baru yang mampu menarik minat masyarakat untuk membeli produknya, sehingga mereka lebih memilih untuk menggunakan merek yang sudah terkenal untuk membuat produk mereka laris manis.

Perlindungan Suatu Merek Terkenal pada Produk Tertentu

Negara hadir sebagai representasi pelindung hak masyarakat sekaligus pengusaha kreatif dari segala bentuk pembajakan dan tiruan oleh oknum tertentu. Perlindungan merek terkenal sejatinya sudah diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dimana dalam pasal ini telah diatur bahwasanya pendaftaran merek dengan tingkat kesamaan yang tinggi dengan merek terkenal akan ditolak. Selain itu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek juga telah memperketat tindakan pembajakan merek terkenal terjadi. Dalam uraiannya, peraturan ini telah mengatur pemeriksaan awal sebelum suatu merek diputuskan sebagai merek terkenal dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Penentuan merek terkenal akan dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum terlebih dahulu, karena sebagaimana dijelaskan diatas, syarat utama merek terkenal ialah harus dikenal luas di masyarakat. Sehingga, akan dilakukan pengecekan kembali sejauh mana masyarakat mengetahui merek tersebut;
Masyarakat yang akan menjadi obyek pengecekan petugas adalah masyarakat yang berkaitan secara langsung dengan produk serta merek tersebut, baik itu pada tingkat produksi, promosi, distribusi, maupun pemasaran produk tersebut;
Selain memperhatikan aspek pengetahuan umum, penentuan merek terkenal juga akan memperhatikan beberapa faktor yang lain, misalnya : volume penjualan barang, pangsa pasar, jangkauan daerah dan sebagainya.

Selain itu, komitmen pemerintah dalam melindungi penggunaan merek terkenal, dapat dilihat melalui 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang di dalamnya turut memuat sanksi bagi siapa saja yang melanggar hak merek milik orang lain. Terlebih, perlindungan merek terkenal tidak hanya dijamin oleh kewenangan regional saja, melainkan juga menjadi fokus masyarakat secara internasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perjanjian internasional yang membahas mengenai hak merek terkenal. Diantaranya adalah : Paris Convention dan Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement). Bahkan dalam perjanjian TRIPS Agreement, perlindungan bagi merek terkenal tidak hanya meliputi merek dengan produk itu sendiri, melainkan juga meliputi barang yang terhubung dengan penggunaan merek terkenal tersebut.  

Apabila kita berbicara mengenai perlindungan hukum melalui pendaftaran secara umum, maka dapat diberikan melalui dua sistem, yakni sistem deklaratif dan konstitutif. Deklaratif atau sistem “first to use” merupakan sistem pendaftaran merek yang berdasarkan pada pemakaian pertama merek tersebut. Pendaftaran dengan sistem ini dinilai menjadi sebuah celah bagi para pengusaha nakal untuk melakukan pembajakan merek. Selain itu, sistem ini juga tidak mampu menyelesaikan sengketa yang ada. Maka dari itu, sistem tersebut diganti dengan menggunakan sistem konstitutif yang berlandaskan pada siapa yang pertama kali mendaftarakan merek tersebut.

Referensi

Djumhana, Muhammad, dan Djubaedillah. Hak Milik Intelektual dan Prakteknya di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Jamillah. “Pertanggung Jawaban dan Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pelaku Memperdagangkan Merek Palsu” Vol. 5, no. 1 (2017).
R. Murjiyanto. “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran Sistem ‘Deklaratif’ ke dalam Sistem ‘Konstitutif’” Vol. 24, no. 1 (2017). ttps://doi.org/10.20885/iustum.vol24.iss1.art3.

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.