Kekayaan IntelektualMateri Hukum

Lindungi Kerajinan Daerah Anda: Pentingnya Mendaftarkan Hak Merek dan Indikasi Geografis

Arya Putra Rizal Pratama
226
×

Lindungi Kerajinan Daerah Anda: Pentingnya Mendaftarkan Hak Merek dan Indikasi Geografis

Share this article
Kerajinan Daerah, Indikasi Geografis, Hak Merek
Ilustrasi Gambar

Literasi Hukum – Dapatkan penjelasan lengkap tentang pentingnya melindungi hasil karya daerah melalui pendaftaran Hak atas Merek dan Indikasi Geografis. Temukan manfaatnya bagi ekonomi daerah, peran pemerintah, dan contoh kasus sukses kain songket Silungkang.

Perlindungan Hukum Atas Hak Merek dan Indikasi Geografis ?

Mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa “Indonesia Merupakan Negara Hukum (rechtstaats). Perlindungan hukum menjadi suatu tujuan hukum bagi negara seperti Indonesia dengan system Civil Law demi menciptakan kepastian hukum. Indikasi ini menghubungkan pada kepastian baik sosial dan ekonomi yang akan dilakukan oleh masyarakat sehingga mampu memberikan suatu keyakinan akan terlaksana pada rencana.  Perekonomian menjadi suatu tiang pembangunan, dimana pelaku usaha dapat memberikan suatu kontribusi positif terhadap pendapatan suatu negara terutama negara. Indonesia memiliki keanekaragaman yang dapat diekspresikan baik melalui seni, tindakan, hingga karya intelektual. Berbicara hasil daerah berupa keanekaragaman maka selain menghasilkan suatu seni bahwa akan menciptakan nilai ekonomis suatu daerah tersebut. 

Advertisement
Advertisement

Mengacu pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa “suatu yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik pada barang dan/atau produk yang dihasilkan”. Bentuk dari perlindungan hukum atas hasil karya berasal dari individu, kelompok, atau komunal telah diatur sedemikian rupa. Memang mengacu pada Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa:

(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

  1. Penerbitan Ciptaan;
  2. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. Penerjemahan Ciptaan;
  4. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
  5. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
  6. Pertunjukan Ciptaan;
  7. Pengumuman Ciptaan;
  8. Komunikasi Ciptaan;dan
  9. Penyewaan Ciptaan.

 Secara Analisa hukum bahwa setiap masyarakat yang menciptakan suatu karya yang berasal dari hasil pemikirannya akan menciptakan suatu hak ekonomi dari negara. Seperti pada permasalahan atas pentingnya karya seni dari daerah, apabila penciptanya mendaftarkan kepada Dirjen HKI selaku departemen hukum atas perlindungan hak kekayaan intelektual Republik Indonesia secara tidak langsung akan mendapatkan hak eksklusif dan memiliki kekuatan hukum untuk mengajukan gugatan bila pihak lain tidak meminta izin kepada pemegang izin tersebut.

 Secara perlindungan hukum atas Hak Merek dan Indikasi Geografis atas hasil kerajinan daerah pada Pasal 69 ayat (1) bahwa “Pemegang Hak atas Indikasi Geografis dapat mengajukan gugatan terhadap Pemakai Indikasi Geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan label Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak”.

Pada unsur-unsur Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa Kemampuan pelaku usaha dalam mengembangkan inovasi produk dan jasa menjadikan persaingan usaha sebagai kondisi atau keadaan yang wajar untuk menciptakan perkembangan dan perluasan usaha yang dikelola. Secara tidak langsung, hasil kerajinan daerah yang unik perlunya diberikan suatu pembeda melalui pendaftaran merek atas hasil geografis suatu daerah sehingga mampu memberikan legalitas baik kancah nasional hingga internasional.

Dampak Perekonomian Daerah setelah Hasil Karyanya di Daftarkan secara Hukum ?

Keunikan suatu daerah dapat menciptakan nilai baru sebagai value melalui pembedaan karya tersebut. Pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa “Merek kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara Bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya”.

Dengan begitu Ketika pelaku usaha akan berusaha menciptakan, mengemas serta memasarkan produk yang dimiliki baik barang atau jasa sebaik mungkin agar diminati dan dibeli oleh konsumen.

Seperti pada kain songket asal silungkang dari Provinsi Sumatera Barat dengan Nomor G002019000001 telah didaftar sejak dimulai pelindungan pada tahun 2018. Peran pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat berhasil mendorong untuk mendaftarkan kerajinan masyarakat silungkang di Sawahlunto berupa kain songketnya dan telah mendunia hingga saat ini. Tentunya ini akan menciptakan implikasi yang positif berupa kegiatan penanaman modal dari luar (foreign) ke daerah yang memiliki kepastian hukum dan regulasi yang kuat sebagaimana kepercayaan pihak investor untuk menanam modalnya di daerah tersebut.

Melalui Keputusan Walikota Sawahlunto Nomor 188.45/37/WAKO-SWL/2019 tentang Penetapan Pengurus Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Songket Silungkang secara hukum perlindungan Indikasi Geografis atas kain songket silungkang telah terjamin dengan membentuk pengurus Masyarakat Indikasi Geografis Songket Silungkang.

Peran Pemerintah untuk Dapat Mendorong Hasil Karya Masyarakatnya untuk di Daftarkan sebagai Hak Merek dan Indikasi Geografis ?

Pemerintah sebagai regulator untuk melindungi segenap hak dan kepemilikan (properties) masyarakat menjadi suatu kewajiban moril (moril obligation). Dimana pada Pasal  69 ayat (1) dan (2) UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa :

  • Pemegang Hak atas Indikasi Geografis dapat mengajukan gugatan terhadap Pemakai Indikasi Geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan label indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak
  • Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar,hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan label indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak

Seperti pada Tenun balai Panjang, Kota Payakumbuh bahwa pemerintah terus melakukan pembinaan secara langsung dan rutin. Dimana pembinaan ini telah menjadi suatu prioritas dibawah Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Kota Payakumbuh untuk terus melakukan pengenalan (promotion). Bentuk promosi ini merupakan tahap awal untuk memberikan pengenalan kepada konsumen bahwa kerajinan tenun asal Kota Payakumbuh menjadi suatu indikasi asal daerah tersebut.

Dalam ketentuan pada Pasal 63 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa “Indikasi asal dilindungi tanpa melalui kewajiban pendaftaran atau secara deklaratif sebagai tanda yang menunjukkan asal suatu barang dan/atau jasa yang benar dan dipakai dalam perdagangan”. Secara moril bahwa pemilik pengrajin kain tenun balai Panjang Kota Payakumbuh sebagai Langkah yang telah diberikan oleh pemerintah untuk tetap mempertahankan karakteristik, ciri umum, dan kualitas asal daerah tersebut. Sehingga adanya pengakuan dari pihak luar dapat menjadi suatu antisipasi awal sebelum hasil kerajinan asal daerah ini tidak dapat disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak mendapatkan izin dari pihak pemilik tersebut.

Dengan begitu tindakan pelanggaran atas Indikasi  Geografis mencakup pada huruf f “tindakan lainnya yang dapat menyesatkan masyarakat luas mengenai kebenaran asal barang dan/atau produk tersebut”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.