Hak Asasi Manusia

Memahami Hak Penyandang Disabilitas: Perlindungan Hukum

Redaksi Literasi Hukum
222
×

Memahami Hak Penyandang Disabilitas: Perlindungan Hukum

Share this article
Memahami Hak Penyandang Disabilitas Perlindungan Hukum
Ilustrasi Gambar

Ditulis oleh: Ingrit Dilla Farizna (Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Literasi HukumArtikel ini membahas mengenai hak penyandang disabilitas yang salah satunya adalah hak perlindungan hukum. Yuk Simak penjelasannya berikut ini!

Sudah menjadi kenyataan bahwa diantara manusia ada yang diciptakan dalam keadaan yang berbeda, baik fisik maupun non-fisik, yang selanjutnya disebut dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas dalam beberapa istilah dilabelkan kepada individu yang memiliki kondisi dan kemampuan berbeda dengan individu normal, terutama pada kemampuan fisik.

Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai kelainan dan/atau yang dapat mengganggu aktivitas.[1] Sementara itu, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Penyandang disabilitas dalam kajian ilmu sosial secara umum merujuk kepada mereka yang memiliki kelainan fisik dan non-fisik. Penyandang disabilitas dikategorikan kepada tiga jenis kelompok: 

  1. Kelompok kelainan secara fisik, terdiri dari tunanetra, tunarungu, dan tunarungu wicara;
  2. Kelompok kelainan secara non-fisik, terdiri dari tunagrahita, tunalaras dan autis;
  3. Kelompok kelainan ganda, yaitu mereka yang mengalami kelainan lebih dari satu jenis kelainan.

Sebagai bagian dari elemen masyarakat, para penyandang disabilitas juga harus menerima dukungan dan perlindungan hukum supaya hak penyandang disabilitas sebagai warga negara tidak hilang atau terabaikan. Sebagaimana yang termuat dalam Bab XA Udang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yang menjelaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada harkat dan martabat manusia sejak lahir, seperti hak untuk hidup, hak untuk diperlakukan sama dan hak untuk mendapat kepastian hukum dan keadilan serta sejumlah hak-hak asasi lainnya.

The Convention The Right of Person with Disabilities dalam Pasal 13 menjelaskan secara eksplisit mengenai akses terhadap keadilan yang menyatakan bahwa, pertama, negara menjamin bahwa penyandang disabilitas bisa mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama dalam peradilan. Negara menjamin bahwa setiap aturan peradilan harus disesuaikan dengan keadaan penyandang disabilitas sehingga bisa berperan penuh dalam semua tahapan peradilan dan persidangan misalnya sebagai saksi. Kedua, negara akan memberikan pelatihan untuk memahami penyandang disabilitas bagi mereka yang bekerja di lembaga peradilan seperti polisi, pegawai penjara, dan sebagainya.[2]

Apa saja hak penyandang disabilitas yang dapat diperoleh menurut ketentuan undang-undang?

Merujuk kepada Pasal 28 dan 29 UU No. 8 Tahun 2016, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin dan melindungi hak penyandang disabilitas sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum yang sama dengan lainnya. Begitu juga dalam penyediaan bantuan hukum, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan bantuan hukum kepada penyandang disabilitas dalam setiap pemeriksaan pada setiap lembaga penegakan hukum dalam hal keperdataan dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ditinjau dari aspek yuridis, bahwa untuk menjamin perlindungan khusus terhadap hak dan kedudukan serta perlindungan dari diskriminatif bagi penyandang disabilitas, maka diperlukan instrument hukum yang secara khusus mengatur mengenai penyandang disabilitas. Para penegak hukum wajib meminta pertimbangan dan sarana bagi penyandang disabilitas tersebut. Adapun sarana yang dimaksud menurut Pasal 30 UU No. 8 Tahun 2016, diantaranya:

  1. Dokter atau tenaga Kesehatan lainnya mengenai kondisi Kesehatan
  2. Psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan
  3. Pekerja sosial mengenai kondisi psikososial

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 36 UU No. 8 Tahun 2016, Lembaga penegak hukum wajib menyediakan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan. Apabila penyandang disabilitas terlibat dalam proses peradilan pidana maka tetap harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

Selanjutnya dalam Pasal 37, rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan wajib menyediakan unit layanan disabilitas. Adapun unit pelayanan yang dimaksud berfungsi:

  1. Menyediakan pelauanan masa adaptasi bagi tahanan Penyandang disabilitas selama 6 (enam) bulan.
  2. Menyediakan kebutuhan khusus, termasuk obat-obatan yang melekat pada penyandang disabilitas dalam masa tahanan dan pembinaan
  3. Menyediakan layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental.

Bagaimana penyandang disabilitas dinilai tidak cakap hukum?

Saat ini masih banyak penyandang disabilitas yang terhambat mengakses layanan hukum. Hal tersebut lantaran penyandang disabilitas dianggap tidak cakap hukum. Diskriminasi semacam ini seringkali menimpa kepada penyandang disabilitas yang mengalami gangguan mental dan intelektual. Kemampuan penyandang disabilitas dalam mengelola sesuatu misalnya harta kekayaan, keuangan, kerap diragukan sehingga dengan alasan tersebut mereka mengalami diskriminasi pada layanan hukum dibeberapa bagian.

Padahal dalam ketentuan mengenai ketidakcakapan hukum bagi penyandang disabilitas sendiri hanya dapat dinyatakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Dengan memenuhi beberapa syarat ketentuan sesuai dalam Pasal 33 UU No. 8 Tahun 2016, seperti:

  1. Penetapan pengadilan negeri yang dimaksud adalah diajukan melalui permohonan kepada pengadilan negeri yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Permohonan penetapan didasarkan pada alasan yang jelas dan wajib menghadirkan atau melampirkan bukti dari dokter, psikolog, dan/atau psikiater.
  3. Keluarga penyandang disabilitas berhak menunjuk seseorang untuk mewakili kepentingan pada saat penyandang disabilitas ditetapkan tidak cakap oleh pengadilan negeri
  4. Seseorang yang ditujuk mewakili kepentingan penyandang disabilitas melakukan tindakan yang berdampak kepada bertambah, berkurang, atau hilangnya hak kepemilikan penyandang disabilitas wajib mendapat penetapan dari pengadilan negeri.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka kebutuhan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas wajib dipenuhi bagi seluruh lembaga penegak hukum. Ketentuan-ketentuan tersebut salah satu bagian dari pemenuhan hak asasi manusia, sehingga apabila tidak terpenuhi maka akan semakin banyak penyandang disabilitas yang terderogasi hak-haknya, terutama hak yang sama di mata hukum. Demikianlah penjelasan singkat terkait hak memperoleh perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas.

Referensi

  • [1] Arie Purnomosidi, “Konsep Perlindungan Hak Konstitusional Penyandang Disabilitas Di Indonesia,” Refleksi Hukum 1, no. 2 (2017): 163.
  • [2] Anggun Malinda, Ekha Nurfitriana, and M Yasin Al-Arif, “Bantuan Hukum Terhadap Kaum Difabel Korban Tindak Pidana Upaya Mewujudkan Acces to Justice,” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 3, no. 2 (3014): 473.
  • Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
  • Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hak Penyandang Disabilitas: Tanggung Jawab PEMDA ?
Opini

Literasi Hukum – Artikel ini membahas komitmen Indonesia terutama pemerintah daerah terhadap Hak penyandang disabilitas yang diatur juga di dalam Convention of Right for People with Disabilites (CRPD). Oleh: Dedon Dianta …