Literasi Hukum – Artikel ini menjelaskan mengenai perbedaan antara penggelapan, penipuan, dan pencurian yang diatur dalam hukum positif di Indonesia.
Saya adalah seorang pengusaha yang memiliki karyawan kepercayaan yang saya amanahi untuk membawa mobil inventarisasi kantor. Namun, singkat cerita mobil tersebut hilang dan setelah mencari tahu, saya mengetahui bahwa mobil tersebut ternyata dijual oleh karyawan kepercayaan saya.
Dalam kasus ini, saya ingin melaporkan perbuatan karyawan saya. Pertanyaannya adalah, apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggelapan, penipuan, atau pencurian?
Barangkali kita perlu mengetahui definisi penggelapan sebelum membahas lebih jauh mengenai penggelapan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penggelapan merupakan tindakan yang melibatkan proses, cara, dan perbuatan menggelapkan atau menyelewengkan barang secara tidak sah. Dalam arti yang lebih spesifik, penggelapan dapat dijelaskan sebagai perilaku yang merusak kepercayaan orang lain dengan tidak memenuhi janji dan tidak berperilaku baik.
Lamintang dan Djisman Samosir menyatakan bahwa istilah penggelapan sebaiknya diartikan sebagai “penyalahgunaan hak” atau “penyalahgunaan kepercayaan”. Van Haeringen, seperti yang dikutip oleh Lamintang dan Djisman Samosir, memberikan pengertian bahwa istilah “verduistering” atau “penggelapan” bermakna “membuat segalanya menjadi gelap” atau “menghalangi sinar untuk memancar”.
Dalam Pasal 372 KUHP, penggelapan didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang dengan sengaja dan melanggar hukum, memiliki benda yang seluruhnya atau sebagian merupakan milik orang lain dan berada dalam kekuasaannya tanpa alasan yang sah.
Tindak Pidana Penggelapan terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur objektif. Unsur subyektif merupakan kesengajaan pelaku untuk menggelapkan barang milik orang lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang melalui kata “dengan sengaja”. Sedangkan unsur objektif terdiri dari unsur barang siapa, unsur menguasai secara melawan hukum, unsur suatu benda, unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dan unsur benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.
Ada beberapa jenis Penggelapan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di antaranya adalah: penggelapan dalam bentuk pokok, penggelapan ringan, penggelapan yang diperberat, penggelapan dalam kalangan keluarga, dan penggelapan pasal 377. Selain itu, ada juga tindak pidana lain mengenai penggelapan, yaitu Pasal 415 dan 417 yang merupakan kejahatan jabatan yang diatur secara tersendiri dalam bab XXVIII yang mengatur mengenai kejahatan jabatan.
Penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372 KUHP, sedangkan penggelapan ringan diatur dalam Pasal 373 KUHP. Pasal 372 KUHP merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok, di mana seseorang dengan sengaja dan melawan hukum, mengaku sebagai milik sendiri barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan. Sedangkan Pasal 373 KUHP, tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang sama dengan Pasal 372 KUHP, namun berbeda dalam hal barang yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.
Penipuan adalah tindakan yang bertujuan untuk memperdaya orang lain dengan cara yang tidak jujur atau curang, dengan tujuan memperoleh keuntungan atau keuntungan yang tidak sah. Ada berbagai bentuk penipuan, termasuk penipuan keuangan, penipuan surat kabar palsu, penipuan jaringan internet (internet scams), penipuan identitas (identity theft), dan masih banyak lagi.
Penipuan dapat merugikan korban secara finansial, emosional, atau bahkan fisik. Korban penipuan mungkin kehilangan uang atau harta benda, serta mengalami kerugian lainnya seperti kehilangan waktu dan upaya untuk memulihkan kerugian yang diderita. Selain itu, penipuan juga dapat menimbulkan stres, rasa takut, dan kecemasan pada korban.
Oleh karena itu, penipuan dianggap sebagai tindakan yang merugikan dan melanggar hukum. Hukum dalam banyak negara mengatur tentang penipuan dan memberikan sanksi yang berat bagi pelaku penipuan.
Di Indonesia, unsur-unsur penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pasal ini menyebutkan bahwa seseorang dapat dianggap melakukan tindak pidana penipuan jika memenuhi unsur-unsur berikut:
Dengan demikian, untuk dianggap melakukan tindak pidana penipuan di Indonesia, seseorang harus melakukan tindakan yang menyesatkan atau memperdaya orang lain, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau barang dari korban. Selain itu, korban harus mengalami kerugian materiil atau immateriil, seperti kehilangan uang, harta benda, atau reputasi yang baik.
Di Indonesia, unsur pencurian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut:
Jika keempat unsur tersebut terpenuhi, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pencurian dan akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana di Indonesia.
Meskipun penggelapan, penipuan, dan pencurian memiliki kesamaan dalam tindakan mengambil atau menguasai sesuatu yang bukan miliknya, tetapi ada perbedaan antara ketiga jenis kejahatan tersebut dalam hukum Indonesia. Berikut adalah penjelasan perbedaan ketiganya:
Secara umum, ketiga kejahatan tersebut dihukum dengan tindakan hukum dan ada perbedaan dalam tingkat kejahatan dan hukuman yang dikenakan tergantung pada unsur-unsur yang ada dalam setiap kasus.
Dalam kasus yang ditanyakan, perbuatan karyawan kepercayaan yang menjual mobil inventarisasi kantor tanpa seizin atau persetujuan dari pemiliknya dapat dikategorikan sebagai penggelapan, karena pelaku memegang atau menguasai barang tersebut dengan hak yang sah, tetapi kemudian menjualnya untuk keuntungan pribadi tanpa seizin atau persetujuan dari pemilik.
Sebagai pengusaha, Anda memiliki hak untuk melaporkan perbuatan karyawan kepercayaan Anda kepada pihak berwajib dan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana di Indonesia. Pelaku penggelapan dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara selama paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900.000 (pasal 372 KUHP). Selain itu, Anda juga dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian materiil yang timbul akibat perbuatan karyawan tersebut.
Disclaimer
Semua informasi dan data yang tersedia di Literasi Hukum bersifat umum dan hanya disediakan untuk tujuan pendidikan. Oleh karena itu, informasi tersebut tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum dan tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam proses peradilan, termasuk di pengadilan, lembaga arbitrase, atau proses peradilan hubungan industrial.
Founder Literasi Hukum Indonesia | Orang desa yang ingin berkarya.
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini