Pidana

Serba-Serbi Hukum Pidana Bagian Ke-10: Perbarengan Tindak Pidana

Heksa Archie Putra Nugraha
239
×

Serba-Serbi Hukum Pidana Bagian Ke-10: Perbarengan Tindak Pidana

Share this article
Perbarengan Tindak Pidana
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Perbarengan tindak pidana atau concursus atau samenloop van strafbarefeiten adalah bilamana seseorang melakukan satu tindakan yang melanggar beberapa aturan pidana. Perbarengan tindak pidana diatur pada Buku Kesatu Bab VI Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “KUHP”), dimulai dari Pasal 63 hingga Pasal 71 KUHP.  Terhadap konsep residivis, concursus memiliki perbedaan, yaitu antara perbuatan yang satu dengan lainnya belum pernah dijatuhi pidana oleh hakim, sedangkan residivis adalah pemberatan pemidanaan atas pengulangan tindak pidana.

Jenis – Jenis Perbarengan Tindak Pidana

Secara teoritis, perbarengan tindak pidana dibagi menjadi tiga, yaitu concursus realis, concursus idealis, dan perbuatan berlanjut. Berikut uraian mengenai perbarengan tindak pidana yang diatur dalam KUHP.

Concursus Idealis

Concursus idealis atau eendaadse samenloop adalah perbarengan tindak pidana manakala suatu tindakan melanggar beberapa ketentuan pidana. Konsep ini diatur pada Pasal 63 KUHP. Sebagai contoh misalnya A menembak B yang berada di depan kaca jendela rumah B. Tembakan tersebut mengakibatkan B meninggal dan kaca rumah B pecah. Terhadap tindakan A dapat dikenakan Pasal 338 jo. Pasal 406 jo. Pasal 63 ayat (1) KUHP.

Menurut Pompe, concursus idealis terjadi manakala seseorang melakukan perbuatan konkret yang diarahkan pada satu tujuan, yakni benda atau objek aturan hukum. Sebagai contoh adalah tindakan bersetubuh dengan anak sendiri yang berusia empat belas tahun. Tindakan tersebut melanggar dua ketentuan sekaligus, yakni Pasal 294 dan Pasal 287 KUHP.

Di lain sisi, menurut Hazewinkel-Suringa mengemukakan bahwa concursus idealis terjadi ketika suatu tindakan sudah memenuhi rumusan delik, tetapi sekaligus juga memenuhi unsur pidana pada peraturan lainnya. Sebagai contoh adalah pemerkosaan di muka umum yang menyimpangi ketentuan Pasal 281 dan Pasal 285 KUHP.

Perbuatan Berlanjut

Perbuatan berlanjut terjadi ketika seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing adalah kejahatan atau pelanggaran dan di antara perbuatan tersebut ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai sebuah perbuatan berlanjut. Konsep ini diatur pada Pasal 64 KUHP. Mengenai unsur “… ada hubungan sedemikian rupa…”, oleh Memorie van Toelichting, diberi tiga syarat, yaitu:

  1. Perbuatan-perbuatan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu keputusan kehendak yang sama,
  2. Delik-delik yang terjadi harus sejenis, dan
  3. Tenggat waktu antara masing-masing perbuatan tidak terlalu lama.

Sebagai contoh adalah ketika seorang teknisi mesin di perusahaan TV ingin memiliki sebuah TV, tetapi tidak mempunyai cukup uang, maka dia mencuri. Tiap hari, ia membawa pulang bagian-bagian TV dari tim produksi dan kemudian dirakit di rumah. Setelah 2 bulan melakukan tindakan pencurian ini, teknisi mesin tersebut berhasil merakit TV di rumahnya.

Di lain sisi, menurut Prof Simons, perbuatan berlanjut harus diartikan lebih luas sehingga tidak perlu diberi syarat delik yang sejenis. Selama tindakan-tindakan yang ada berangkat dari kehendak yang sama, maka tetap dianggap perbuatan berlanjut. Sebagai contoh ketika A menghina B di depan umum sehingga B merasa malu, B membalas A dengan menusuk, meludahi, memukul kepala A, dan setelah A meninggal kemudian B mengambil telepon genggam A. Menurut Prof Simons, tindakan B tetap dianggap perbuatan berlanjut.

Concursus Realis

Concursus idealis adalah perbarengan tindak pidana manakala seseorang melakukan beberapa tindakan yang masing-masing berdiri sendiri dan akan diadili secara bersamaan. Konsep ini diatur pada Pasal 65 KUHP. Concursus idealis tidak mewajibkan tindakan untuk sejenis dan saling berhubungan sehingga Pasal 65 KUHP biasa disebut sebagai perekat bagi pasal-pasal yang berbeda.

Teori Perhitungan Pemidanaan Bagi Concursus

Sebelum membahas perhitungan pemidanaan bagi masing-masing concursus, perlu dipahami bahwa dikenal dua jenis stelsel guna menentukan lamanya pelaku concursus dipidana. Jenis stelsel tersebut adalah stelsel pokok dan stelsel antara dengan uraian sebagai berikut.

Stelsel Pokok

Jenis pemidanaan ini terbagi menjadi dua, yakni cumulatie stelsel dan absorptie stelsel. Cumulatie stelsel adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang adalah delik yang diancam pidana sendiri-sendiri maka semua pidana dijumlahkan.

Di lain sisi, absorptie stelsel adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang adalah delik yang diancam pidana berbeda, maka diancam dengan yang paling berat. Apabila dihadapkan pada dia pidana pokok sejenis yang maksimum pidananya sama, menurut Vos, dipilih pidana pokok yang memiliki pidana tambahan terberat. Namun manakala pidana pokok tersebut tidak sejenis, maka dipilih pidana berdasarkan urutan Pasal 10 KUHP, sebagai contoh antara satu minggu penjara atau satu bulan kurungan, maka dipilih pidana penjara.

Stelsel Antara

Stelsel antara terbagi atas dua, yaitu gematigde cumulatie stelsel dan verscherpte absorptie stelsel. Gematigde cumulatie stelsel adalah pidana yang diancamkan dijatuhkan seluruhnya, tetapi tidak boleh melebihi pidana yang terberat + sepertiga. Sebagai contoh, misalnya A melakukan tindak pidana yang diancam pidana empat tahun dan enam tahun sehingga ketika dijumlah adalah sepuluh tahun, tetapi maksimal pidananya, menurut gematigde cumulatie stelsel, adalah 6 tahun (pidana terberat) + 1/3 x 6 tahun = 8 tahun.

Perhitungan menurut verscherpte absorptie stelsel atau absorptie stelsel yang dipertajam adalah pidana yang dijatuhkan merupakan pidana paling berat + sepertiga. Misalnya adalah A melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tiga tahun dan lima tahun maka pidananya adalah 5 tahun (pidana terberat) + 1/3 x 5 tahun = 6 tahun 8 bulan.

Pemidanaan Bagi Tiap-Tiap Concursus

Concursus Realis

Pemidanaan bagi jenis concursus a quo adalah sistem absorptie stelsel. Hal ini diatur pada Pasal 63 ayat (2) KUHP dengan menyimpangi ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generalis. Sebagai contoh, seorang siswi SMA yang takut diketahui mengandung bayi, membunuh bayi yang baru dilahirkan. Kejadian ini menyimpangi ketentuan Pasal 338 KUHP, tetapi juga Pasal 341 KUHP sebagai lex specialis sehingga diancam pidana tujuh tahun.

Perbuatan Berlanjut

Pemidanaan bagi jenis concursus a quo adalah sistem absorptie stelsel dengan pengecualian pada Pasal 64 ayat (2) dan ayat (3) KUHP. Pasal 64 ayat (2) KUHP mengecualikan perbuatan yang tidak sejenis yang digolongkan dalam perbuatan berlanjut, yakni pemalsuan dan pengrusakan mata uang tetap menggunakan sistem absorptie, yakni Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP masing-masing 15 tahun. Di lain sisi, Pasal 64 ayat (3) menyebut bahwa apabila pidana ringan dilakukan dengan nominal lebih dari Rp250.000,00 maka dikenakan pidana biasa.

Concursus Idealis

Pemidanaan bagi jenis concursus a quo dibagi menjadi tiga dengan uraian sebagai berikut:

  1. Kejahatan yang diancam pidana pokok yang sejenis
  2. Kejahatan yang diancam pidana pokok yang tidak sejenis
  3. Perbarengan tindak pidana antara kejahatan dan pelanggaran atau antara dua pelanggaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.