PerdataMateri Hukum

5 Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menurut UU Nomor 2 Tahun 2004

Dini Wininta Sari, S.H.
287
×

5 Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menurut UU Nomor 2 Tahun 2004

Share this article
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumArtikel ini membahas tentang beberapa pilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial mulai dari musyawarah antarpihak hingga melalui pengadilan.

Definisi Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan hubungan industrial menempati posisi dan perhatian yang sangat besar dalam aspek ketenagakerjaan di Indonesia. Perselisihan hubungan industrial ialah perbedaan pendapat/pandangan yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh maupun Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja atau buruh dalam lingkup satu perusahaan.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur secara umum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan secara khusus telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (selanjutnya disebut UU PPHI). Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang lebih bersifat represif melalui jalur yudisial.

Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial

1. Perselisihan Hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang berkaitan dengan pelaksanaan hak yang telah diperjanjikan dalam Peraturan Perusahaan (“PP”) dan Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”), lebih jelasnya yakni perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, PP atau PKB tersebut. Namun demikian, hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau hukum publik, tidak dapat diselesaikan dengan cara perselisihan hubungan industrial, akan tetapi penyelesaiannya melalui proses hukum pidana sebab merupakan pelanggaran peraturan perundang-undangan.

2. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan kepentingan merupakan perselisihan yang berkaitan dengan ketidaksesuaian paham tentang pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian, perjanjian kerja, PP maupun PKB.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Perselisihan PHK yaitu perselisihan yang terjadi berkaitan dengan ketidaksesuaian paham dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, yang akan dilakukan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh, baik persetujuan tentang PHK itu sendiri, proses PHK yang dilakukan, maupun besarnya pesangon yang diterima.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja

Merupakan perselisihan yang terjadi antar serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dalam satu perusahaan akibat tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Tahapan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam UU PPHI disebutkan ada 5 (lima) cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu melalui mekanisme lembaga kerjasama Bipartit, lembaga kerjasama tripartit berupa : Mediasi hubungan industrial, Konsiliasi, Arbitrase, dan Pengadilan Hubungan Industrial. Berikut diuraikan secara rinci mengenai tahapan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

1. Perundingan Bipartit

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh atau perwakilan pekerja dengan pengusaha/manajemen secara musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, tanpa melibatkan pihak ketiga manapun. Perundingan bipartit ini merupakan cara penyelesaian awal yang mutlak harus dilakukan untuk tiap jenis perselisihan menyangkut perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK maupun perselisihan antar serikat pekerja.

Bipartit sendiri berada di tingkat perusahaan yang dibentuk sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di perusahaan. Seluruh diskusi dan keputusan dicatat dalam risalah perundingan kemudian dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diskusi tersebut harus dapat dicapai kesepakatan, yang dituangkan dalam bentuk “Persetujuan Bersama”.

Apabila tercapai kesepakatan, maka para pihak menandatangani Perjanjian Bersama tersebut dan mendaftarkannya pada Pengadilan Hubungan Industrial. Akan tetapi, apabila tidak tercapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding, maka perundingan bipartit dianggap gagal dan salah satu atau kedua belah pihak dapat mencatatkan perselisihannya pada dinas ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti perundingan bipartit yang telah dilakukan. Dinas ketenagakerjaan selanjutnya menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Apabila kedua belah pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase selama 7 (tujuh) hari kerja, maka dinas ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan melalui mediasi.

2. Perundingan Tripartit

Lembaga kerjasama Tripartit merupakan forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah denagn anggota yang terdiri dari organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan unsur pemerintah, dibentuk dengan tujuan memberikan pertimbangan, pendapat, dan saran kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan penanganan persoalan aspek ketenagakerjaan. Lembaga kerjasama Tripartit terdiri atas Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dan Lembaga Kerjasama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui mekanisme penyelesaian tripartit, yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.

3. Penyelesaian Perselisihan Tripartit : Mediasi

Dalam praktik, lembaga tripartit yang paling sering dipilih adalah mediasi yang diadakan oleh dinas ketenagakerjaan dan dilakukan oleh mediator (penengah) sebagai pihak ketiga pada Disnaker Kabupaten/Kota yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri. Mediasi ini dapat menangani semua jenis perselisihan yaitu hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Mediator harus telah meneliti duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah mendapat pelimpahan penyelesaian perselisihan. Apabila mediasi antara kedua belah pihak tercapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh Mediator serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri di wilayah hukum para pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama.

Sebaliknya, apabila tidak tercapai kesepakatan, mediator mengeluarkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah rapat kepada para pihak selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama dan para pihak memberikan jawaban secara tertulis yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran. Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, maka paling lama dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak persetujuan, mediator harus telah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama yang nantinya didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Namun, apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 8 – Pasal 16 UU PPHI)

4. Penyelesaian Perselisihan Tripartit : Konsiliasi

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dilakukan oleh seseorang atau lebih konsiliator yang netral atau pihak ketiga yaitu jasa konsiliator (juru damai) yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, maupun perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Konsiliator harus memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh menteri dan terdaftar pada dinas ketenagakerjaan.

Mekanisme konsiliasi diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 28 UU PPHI dengan proses yang hampir sama dengan mediasi dalam UU PPHI, yakni apabila tercapai kesepakatan, dibuatlah Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan diketahui oleh Konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama.

Sedangkan, apabila tidak mencapai kesepakatan, Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama kepada para pihak dan para pihak wajib memberikan jawaban anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran. Dalam hal kedua belah pihak menerima anjuran, Konsiliator wajib membantu kedua belah pihak untuk membuat Perjanjian Bersama, namun apabila salah satu atau kedua pihak tidak menyetujui, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengailan Negeri setempat.

5. Penyelesaian Perselisihan Tripartit : Arbitrase

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase dilakukan oleh arbiter (wasit atau juru runding) yang dapat ditunjuk oleh para pihak untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Arbiter harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, telah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan serta harus ada legitimasi oleh menteri atau pejabat bidang ketenagakerjaan.

Penyelesaian melalui arbitrase diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 54 UU PPHI yang harus didahului dengan suatu perjanjian arbitrase. Arbiter wajib mengawali proses penyelesaian dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak. Apabila upaya perdamaian gagal, dapat diteruskan dengan sidang arbitrase.

Dalam hal sidang mencapai kesepakatan maka dibuat Akta Perdamaian yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh Arbiter serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Akta Perdamaian.

Apabila tidak dicapai kesepakatan, maka Arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat kedua belah pihak yang berselisih selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan surat perjanjian penunjukan Arbiter serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. Pengecualian jika dalam putusan tersebut dinilai terdapat unsur-unsur yang bertentangan atau salah satu pihak menolak putusan tersebut, maka putusan dapat diajukan pembatalan/Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dalam waktu maksimal 30 hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbitrase.

6. Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilaksanakan oleh lembaga peradilan, setelah menerima limpahan kasus perselisihan yang tidak berhasil diselesaikan oleh lembaga bipartit, cara mediasi maupun konsiliasi. Pengadilan Hubungan Industrial berwenang untuk memeriksa dan memutus semua jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu pada :

  1. Tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
  2. Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
  3. Tingkat pertama mengenai perselisihan PHK;
  4. Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Pengadilan Hubungan Industrial ini merupakan salah satu bentuk peradilan yang berada pada lembaga pengadilan negeri, dengan susunan hakim yang terdiri hakim ad hoc dan hakim karir. Pengajuan gugatan oleh pihak yang berperkara harus melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Jika nilai gugatannya di bawah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) maka tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi.

Pengadilan Hubungan Industrial memberlakukan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur khusus dalam UU PPHI. Pengadilan Hubungan Industrial harus memutus perkara dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama, sedangkan Mahkamah Agung harus memutus perkara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.

Referensi

Kartawijaya, Adjat Daradjat. 2018. Hubungan Industrial Pendekatan Komprehensif – Inter Disiplin Teori-Kebijakan-Praktik. Bandung : Alfabeta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.