PerdataAdministrasi NegaraMateri HukumTata Negara

Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha terhadap Pekerja Kontrak

Dini Wininta Sari, S.H.
179
×

Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha terhadap Pekerja Kontrak

Sebarkan artikel ini
Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha terhadap Pekerja Kontrak
Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha terhadap Pekerja Kontrak

Literasi HukumArtikel ini membahas penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yang mencakup perlindungan bagi pekerja, terutama dalam kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Artikel ini mengulas jenis perselisihan PHK, mekanisme penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), serta ketentuan hukum yang mengatur kompensasi dan perlindungan hukum bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Selain itu, artikel ini juga menjelaskan upaya yang harus dilakukan oleh pengusaha dalam proses PHK agar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Perlindungan bagi pekerja realitanya masih belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Terbukti dengan maraknya kasus demonstrasi, mogok kerja yang seringkali berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Perselisihan PHK ialah perselisihan yang terjadi berkaitan dengan ketidaksesuaian paham dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, yang akan dilakukan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh, baik persetujuan tentang PHK itu sendiri, proses PHK yang dilakukan, maupun besarnya pesangon yang diterima. Jenis perselisihan PHK dapat dilakukan pengajuan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Undang-undang tersebut mengatur terkait tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang lebih bersifat represif melalui jalur yudisial. Perselisihan hubungan industrial terjadi antara pekerja/buruh dan perusahaan atau antara organisasi pekerja/buruh dengan organisasi perusahaan. Kebijakan hubungan industrial mengatur prinsip perjanjian kerja dan peraturan perusahaan yang memuat ketentuan hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja. Pengusaha berwenang mengatur sistem kerja, pembagian kerja dan tim kerja, dan wajib memenuhi hak-hak pekerja, seperti hak untuk mendapatkan upah dan jaminan sosial serta perlindungan atas keselamatan dan kesehatan pekerja.

Hak Pekerja PKWT dalam Peraturan Pemerintah

PP Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Beristirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP Nomor 35 Tahun 2021) pada Pasal 1 angka 10 menjelaskan definisi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja berisi persyaratan kerja, hak, dan kewajiban para pihak dalam rangka mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

Kompensasi diatur dalam Pasal 15 PP Nomor 35 Tahun 2021 dimana pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja PKWT, yang dapat diberikan pada saat berakhirnya PKWT. Uang kompensasi dapat diberikan kepada pekerja yang telah melewati periode bekerja paling sedikit satu bulan secara terus menerus. Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 16 PP Nomor 35 Tahun 2021 mengenai besaran uang kompensasi yang diberikan wajib berdasarkan ketentuan yakni: PKWT selama dua belas bulan secara terus menerus, diberikan sebesar satu bulan upah dan PKWT selama satu bulan atau lebih tetapi kurang dari dua belas bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan : masa kerja x 1 bulan Upah.

Perlindungan Hukum bagi Pekerja PKWT yang di PHK pada Masa Kontrak Berlangsung

Perlindungan pekerja/buruh melalui pengaturan PKWT ialah dalam rangka memberikan kepastian bagi mereka yang melakukan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus tidak akan dibatasi waktu perjanjian kerjanya. Telah diatur dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pada hakikatnya perjanjian kerja dianggap berakhir apabila:

  1. pekerja meninggal dunia;
  2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
  3. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
  4. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah inkracht; atau
  5. adanya peristiwa tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dalam hal PHK yang dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian kerja diberlakukan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa: “Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja”.

Pekerja PKWT yang di PHK oleh perusahaan sebelum berakhirnya perjanjian kerja yang ditetapkan dalam PKWT, maka pengusaha atau perusahaan tersebut wajib untuk memberikan ganti rugi atau kompensasi sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu PKWT. Hak-hak pekerja dalam masa kontrak dapat berupa kompensasi, Tunjangan Hari Raya, Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Penyelesaian Perselisihan PHK bagi Pekerja PKWT

PHK harus didasarkan pada putusan hakim PHI pada Pengadilan Negeri yang berwenang supaya menurut hukum adalah sah dan pengusaha tidak bertindak secara sewenang-wenang untuk mengakhiri hubungan kerja secara sepihak terhadap pekerja PKWT. Mekanisme penyelesaian perselisihan PHK pada pokoknya wajib mengutamakan musyawarah dan mufakat dimana para pihak yang bersengketa wajib memposisikan diri untuk bernegosiasi, sehingga permasalahan PHK tersebut dapat diselesaikan dalam tingkat Bipartit dan Tripartit secara efektif dan mengedepankan perlindungan hak-hak pekerja sesuai aturan hukum yang berlaku.

Menurut Pasal 1 angka 10 UU PPHI, perundingan bipartit adalah suatu perundingan yang dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha, maupun serikat pekerja dan pengusaha yang masih dalam satu perusahaan. Apabila tidak mencapai kesepakatan upaya hukum tersebut dapat dilakukan:

  1. Mediasi dengan penyelesaian sengketa melalui perundingan dan memperoleh kesepakatan para pihak denagan dibantu oleh seorang pihak ketiga netral atau mediator;
  2. Konsiliasi dalam upaya penyelesaian perselisihan PHK hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator;
  3. Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum serta berdasarkan perjanjian antar pihak yang bersengketa yang dibuat secara tertulis;
  4. Sebagai upaya terakhir, yakni Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yakni pengadilan yang memberlakukan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur khusus dalam UU PPHI. Permohonan gugatan yang dilakukan oleh pekerja PKWT merupakan suatu tindakan hukum atau litigasi yang umum dilakukan karena merasa tidak puas atas pemutusan hubungan kerja sepihak oleh perusahaan atau pengusaha. Hubungan kerja antara penggugat selaku pekerja dengan tergugat selaku pengusaha didasarkan pada PKWT.

Upaya Pelaku Usaha dalam Mekanisme Pelaksanaan PHK terhadap Pekerja

Seringkali dalam praktiknya substansi perjanjian kerja telah dibuat terlebih dahulu secara sepihak oleh perusahaan, sehingga berpotensi memiliki substansi yang cenderung berat sebelah dan lebih menguntungkan pengusaha daripada pekerja. PHK harus didahului oleh diskusi atau pembahasan secara rinci dengan Serikat Pekerja atau dengan wakil pekerja dalam melakukan upaya-upaya alternatif lain selain PHK, yang terdiri atas: mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, mengurangi pergantian jam kerja, membatasi/menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam maupun hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, memberikan pensiun bagi yang telah memenuhi syarat.

Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang ganti rugi dan membayarkan upah sesuai dengan masa kerjanya hingga masa kerja berakhir. Hal ini mengingat PHK bagi pekerja atau buruh akan memberikan pengaruh pada psikologis, ekonomis, finansial karena PHK mengakibatkan pekerja atau buruh kehilangan mata pencaharian, sedangkan dalam hal mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya harus banyak mengeluarkan biaya, hingga pada kehilangan biaya hidup untuk diri sendiri dan keluarga pekerja atau buruh tersebut sebelum memperoleh pekerjaan yang baru sebagai penggantinya.

Kesimpulan

Perusahaan yang mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja PKWT sebelum berakhirnya perjanjian kerja yang ditetapkan dalam PKWT, maka pengusaha tersebut harus memberikan ganti rugi atau kompensasi sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu PKWT. Kompensasi yang dimaksud diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16 PP Nomor 35 Tahun 2021 yang juga menjelaskan besaran perhitungan kompensasi bagi pekerja PKWT.

PHK secara sepihak seringkali terjadi pada perusahaan kepada karyawannya, maka apabila pekerja PKWT merasa haknya dirugikan dapat menempuh upaya hukum melalui musyawarah mufakat yang diselesaikan dalam tingkat Bipartit dan Tripartit. Jika belum mencapai suatu kesepakatan, maka dapat menempuh upaya alternatif lain seperti mediasi, arbitrase, dan pengajuan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dalam Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana pihak-pihak melaksanakan perjanjian kerja.

Perusahaan dalam melakukan PHK kepada pekerjanya harus mengutamakan pada pelaksanaan perundingan dan sosialisasi terlebih dahulu kepada serikat pekerja/serikat buruh terkait keadaan perusahaan serta mengupayakan efisiensi selain PHK pekerja, Apabila PHK harus dilakukan sebagai jalan terakhir, maka perlu persetujuan bersama antara pekerja dan pengusaha dalam penentuan persyaratan PHK berdasarkan itikad baik supaya mampu mencegah adanya PHK sepihak dan perselisihan hubungan industrial.

Referensi

  • Aprianti, Duwi. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).” Jurnal Hukum Saraswati (JHS) 3, no. 1 (2021): 70–82.
  • Asikin, Zainal, et al. Pengertian, Sifat Dan Hakikat Hukum Perburuhan Dalam Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
  • Darmawan, Gilang, and P L Tobing. “Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Yang Di PHK Saat Kontrak Sedang Berlangsung (Studi Kasus Putusan Nomor 24/PDT.SUS-PHI/2019/PN-DPS).” Jurnal Kewarganegaraan 6, no. 2 (2022): 4859–63.
  • Dewi, Ni Nyoman Trisnadi Piranti Sari. “Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Pekerja Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.” Jurnal Kertha Semaya 10, no. 2 (2022): 371–82.
  • Kartawijaya, Adjat Daradjat. Hubungan Industrial Pendekatan Komprehensif – Inter Disiplin Teori-Kebijakan-Praktik. Bandung: Alfabeta, 2018.
  • Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009.
  • Mustofa, Muhamad Dela Dwi, and Hufron. “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Apabila Di PHK Pada Masa Kontrak Berlangsung.” Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance 2, no. 1 (2022): 155–70.
  • Rizqi, Muhammad. “Analisis Terhadap Hubungan Industrial Atas Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak (Studi Putusan No. 248/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Mdn).” IBLAM Law Review 02, no. 03 (2022): 82–114.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.