Literasi Hukum – Artikel ini membahas mengenai peran International Court of Justice dalam hukum internasional. Pembahasan ini semakin menarik karena baru-baru ini Afrika Selatan mengajukan gugatan kepada International Court of Justice terhadap Israel terkait genosida di Jalur Gaza, Palestina. Yuk simak penjelasan lengkapnya.
Peran International Court Of Justice Dalam Hukum Internasional
Baru-baru ini Negara Afrika Selatan (Afsel) yang secara resmi telah menyampaikan gugatan kepada International Court Of Justice (ICJ) terhadap Negara Israel, terkait tindakan genosida yang dilakukan di Gaza, Palestina.
Mengutip laman CNN Indonesia, sidang telah dilaksanakan tanggal 11 – 12 Januari 2024. Melihat isu atas gugatan Afsel terhadap Israel, sekiranya perlu memahami bagaimana peran ICJ sebagai Peradilan Internasional dan akibat hukumnya atas putusan ICJ.
International Court Of Justice (ICJ)
International Court of Justice atau dapat disebut Mahkamah Internasional merupakan lembaga peradilan yang didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berdasarkan Piagam PBB pada bulan Juni 1945.
Didirikannya ICJ ialah menggantikan peradilan internasional sebelumnya, yakni Permanent International Court Of Justice. Dalam Pasal 7 ayat (1) Piagam PBB, International Court of Justice disebut sebagai organ PBB, bersanding dengan organ lainnya seperti majelis umum (general assembly), dewan keamanan (security council), dewan ekonomi dan sosial (economic and social council), dewan perwalian (trusteeship council), dan sekretariat.
Baca Juga: Hak Veto Anggota Dewan Keamanan PBB
ICJ berkedudukan di Den Haag (Belanda) dan menjadi satu-satunya organ PBB yang tidak berkedudukan di New York (Amerika Serikat).
Peradilan ICJ dipimpin oleh 15 Hakim dengan masa jabatan sembilan tahun yang dipilih oleh Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan. Menurut Pasal 34 ayat (1) Statuta ICJ hanya negara yang dapat menjadi para pihak dari pekara ICJ.
Peran ICJ Dalam Hukum Internasional
International Court of Justice mempunyai peran yang penting dalam menyelesaikan perselisihan antar negara. Peran tersebut dilakukan dengan cara:
- Memfasilitasi bagi negara yang berselisih untuk menyelesaikan masalahnya secara damai
- Mengeluarkan putusan atas perkara yang diajukan baik oleh negara anggota PBB maupun bukan anggota PBB.
- Memberikan pendapat atau nasihat bersangkutan masalah hukum yang telah diajukan kepadanya dari badan-badan resmi dan badan khusus PBB.
Dalam hal suatu perselisihan antar negara yang sebelumnya tidak diajukan oleh negara yang berselisih, maka ICJ tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkaranya, kecuali para pihak yang berselisih menyerahkan secara resmi perkaranya melalui ICJ.
Hal tersebut didasarkan atas prinsip hukum internasional, yang menyatakan bahwa tidak ada paksaan bagi suatu negara untuk menyerahkan perkaranya atau berpekara yang bukan menjadi keinginannya sendiri.
Akibat Hukum Atas Putusan ICJ
Dalam Pasal 59 Statuta ICJ, menerangkan bahwa putusan yang dikeluarkan International Court of Justice hanya mengikat para pihak yang berpekara.
Putusan ICJ wajib dipatuhi oleh pihak-pihak berperkara. Namun, apabila para pihak atau salah satu pihak tidak menjalankan hasil putusan ICJ, maka terdapat beberapa sanksi yang dapat dipaksakan ke negara bersangkutan.
Sanksi yang dapat diterapkan dapat dilihat dalam Articles on Responsibility of States For Internationally Wrongful Acts, yaitu peraturan yang menjelaskan mengenai tanggung jawab negara, Chapter II Reparation for Injury, yakni berupa restitusi (restitution), Kompensasi (compensation), Pemuasan (satisfaction), bunga (interest) dan kontribusi atas kerugian negara (contribution to the injury).
Kesimpulan
ICJ sebagai lembaga peradilan mempunyai wewenang menjatuhkan sanksi atas negara yang melanggar hukum internasional. Namun, pada hakikatnya hukum internasional ialah positive morality dimana hukum atau sanksi yang diberikan, pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan bahkan oleh ICJ itu sendiri.
Meskipun demikian, apabila negara tidak melakukan sanksi yang diberikan sebagaimana putusan ICJ, masih terdapat sanksi politik atau ekonomi yang harus ditanggung, seperti pemutusan hubungan diplomatik, embargo ekonomi hingga diberlakukan peringatan bahaya berkunjung di negaranya.