OpiniPidana

Dissenting Opinion dalam Putusan Hakim Perkara Pidana

Dini Wininta Sari, S.H.
1274
×

Dissenting Opinion dalam Putusan Hakim Perkara Pidana

Sebarkan artikel ini
Dissenting Opinion dalam Putusan Hakim
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Artikel ini menjelaskan tentang dissenting opinion atau pendapat yang berbeda dari hakim dalam suatu putusan dan bagaimana putusan diambil jika terjadi perbedaan pendapat di antara hakim.

Putusan Hakim

Dalam menjatuhkan suatu putusan, hakim harus menyusun pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu yang didasarkan pada fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan serta keyakinan hakim terhadap suatu perkara. Dengan demikian, hakim mempunyai kedudukan utama dalam menjatuhkan putusan pengadilan. Putusan pengadilan harus memuat pertimbangan-pertimbangan atau alasan-alasan terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan, karena pertimbangan itulah dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP dijelaskan terkait pengertian putusan yang berbunyi: “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Untuk mengambil keputusan, Majelis Hakim mengadakan musyawarah terakhir (Rapat Permusyawaratan Hakim) setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan ditutup. Pengambilan putusan hakim wajib didasarkan atas surat dakwaan serta hal-hal yang terbukti pada sidang pengadilan.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah menegaskan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti serta memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Putusan hakim merupakan suatu pernyataan dari hakim selaku pelaksana kekuasaan kehakiman yang diberi wewenang yang hanya sah serta memiliki kekuatan hukum apabila diucapkan di muka sidang yang terbuka untuk umum.

Keyakinan Hakim Didasarkan Alat-Alat Bukti yang Sah

Berdasarkan pada prinsip beyond reasonable doubt yang berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP bahwa hakim harus mempunyai keyakinan yang sah atau keyakinan yang didapatkan atas alat-alat bukti yang sah dalam persidangan disesuaikan dengan fakta hukum. Hakim dilarang memutus suatu perkara dengan berpedoman atas fakta dan keadaan objektif yang terjadi pada sebuah peristiwa pidana belaka, namun harus benar-benar menerapkan keyakinannya terhadap seluruh fakta dan keadaan objektif yang menyatakan terdakwa benar terbukti bersalah. Dalam membuat putusan hakim, keyakinan yang berasal dari hakim itu sendiri sangat diperlukan dengan catatan tetap mempertimbangkan alat bukti yang diajukan di persidangan.

Dissenting Opinion atau Pendapat yang Berbeda dalam Putusan Hakim

Dalam suatu putusan hakim, adakalanya mereka memiliki pendapat yang berbeda atau biasa disebut dengan dissenting opinion. Dissenting opinion merupakan pendapat berbeda dari satu ataupun lebih hakim yang memutus perkara atau pendapat hakim yang berbeda dalam suatu putusan, dimulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, hingga amar putusan.

Dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai dissenting opinion, yang menjelaskan bahwa “Dalam hal sidang permusyawaratan majelis hakim tidak dapat dicapai mufakat bulat, maka pendapat hakim yang berbeda itu wajib dicantumkan dalam putusan.” 

Dissenting opinion merupakan perwujudan nyata kebebasan personal hakim dengan tujuan menemukan kebenaran materiil, termasuk kebebasan terhadap sesama anggota majelis hakim. Dengan demikian, hakim dapat bertanggung jawab secara personal baik secara moral maupun sesuai dengan hati nuraninya terhadap setiap perkara yang diperiksa, diputus, dan mengharuskan untuk memberikan pendapat.

Baca Juga: Memahami Pertanggungjawaban Pidana

Apabila dalam musyawarah sebelum penjatuhan putusan diketemukan suatu perbedaan pendapat antara seorang hakim dengan hakim yang lain, dengan demikian putusan hakim akan diambil dengan cara pengambilan suara terbanyak atau jika belum mencapai kesepakatan maka diambil dari pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Bagi hakim yang kalah suara dalam hal menentukan putusan, wajib menerima pendapat sebagian besar majelis hakim serta diperbolehkan menulis pendapatnya yang berbeda dengan putusan tersebut di suatu buku khusus yang sifatnya rahasia dan dikelola oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Referensi

  • Hangga Prajatama, “Kedudukan Dissenting Opinion sebagai Upaya Kebebasan Hakim Untuk Mencari Keadilan di Indonesia,” Jurnal Verstek 2, no. 1 (2014).
  • Ni Luh Kadek Rai Surya Dewi dan I Dewa Made Suartha, “Nilai-Nilai Positif dan Akibat Hukum Dissenting Opinion dalam Peradilan Pidana di Indonesia,” E-Journal Ilmu Hukum Kertha Wicara 5, no. 3 (2016).
  • Nurhafifah dan Rahmiati, “Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terkait Hal Yang Memberatkan Dan Meringankan Putusan,” Kanun Jurnal Ilmu Hukum XVII, no. 66 (2015).

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.