PerdataMateri Hukum

Permohonan dan Gugatan: Kenali 2 Macam Tuntutan Hak dan Perbedaannya

Egi Nugraha
1602
×

Permohonan dan Gugatan: Kenali 2 Macam Tuntutan Hak dan Perbedaannya

Sebarkan artikel ini
tuntutan hak pengertian dan jenisnya (gugatan dan permohonan)
Ilustrasi Gambar oleh Penulis.

Literasi Hukum – Dalam hukum acara perdata, membedakan jenis tuntutan hak menjadi dasar beracara paling penting agar tidak salah dalam mengajukan perkara ke pengadilan. Tuntutan hak terdiri dari 2 jenis, yaitu permohonan dan gugatan. lalu apa pengertian dan perbedaan dari keduanya?

Pengertian Tuntutan Hak

Tuntutan hak pada dasarnya adalah bentuk tindakan yang diambil dalam hukum acara perdata untuk memperoleh perlindungan hak dan mencegah adanya eigenrichting atau main hakim sendiri ketika menghadapi suatu sengketa atau permasalahan menyangkut keperdataan. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo dalam bukunya berjudul Hukum Acara Perdata Indonesia, suatu tuntutan hak yang dilayangkan ke pengadilan harus memenuhi syarat utamanya yaitu adanya kepentingan hukum yang cukup agar dapat diproses oleh pengadilan. Kepentingan hukum itu disebut juga sebagai Point d’interest, Point d’action.

Keharusan akan adanya kepentingan hukum dalam pengajuan tuntutan hak diatur secara jelas dalam yurisprudensi, yaitu pada Putusan Mahkamah Agung tanggal 7 Juli 1917 No. 294 K /Sip/1917 yang mensyaratkan adanya hubungan hukum pada pengajuan suatu tuntutan hak. Tuntutan hak sendiri terdiri dari permohonan dan gugatan.

Meski asas ‘point d’interest, point d’ action‘ dikatakan sebagai syarat utama dalam mengajukan tuntutan hak, namun dosen Ilmu Hukum Acara Perdata Dr. Asep Iwan Iriawan S.H., M.Hum menyatakan bahwa asas ini tidak sepenuhnya berlaku mutlak. Hal tersebut karena dewasa ini sesuai dengan perkembangan zaman, muncul berbagai jenis tuntutan hak yang pengajuannya dilakukan berdasarkan representasi kepentingan hukum perwakilan pihak lain, seperti pada jenis gugatan class action, gugatan citizen law suit, dan gugatan organisasi (legal standing).

Pengertian Permohonan dan Gugatan

Permohonan atau disebut juga sebagai Jurisdictio Voluntaria, adalah jenis tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa dan diajukan kepada pengadilan untuk memperoleh suatu penetapan. Contoh dari permohonan adalah seperti permohonan pengajuan perubahan identitas dalam akta dan surat berharga, permohonan penetapan ahli waris, dan sejenisnya. Sementara itu gugatan atau disebut sebagai Jurisdictio Contentiosa, adalah sejenis tuntutan hak yang mengandung sengketa di dalamnya, serta diajukan dengan maksud untuk mencari keputusan hakim terhadap suatu sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak. Dalam gugatan terdapat setidaknya 2 pihak atau lebih yang berperan sebagai penggugat (orang yang menggugat) dan tergugat (orang yang digugat).

Retnowulan Sutianto berpendapat bahwa dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang merasa bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu. Oleh karena itu dalam hal ini putusan hakim diperlukan untuk menentukan siapa yang benar dan berhak terhadap objek sengketa. Contoh gugatan adalah gugatan dalam perkara sengketa tanah atau gugatan sengketa bisnis antar perusahaan.

Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif dalam Pengajuan Tuntutan Hak

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengajukan tuntutan hak baik berupa permohonan maupun gugatan adalah perihal kompetensi. Agar suatu permohonan atau gugatan tidak salah maka dalam mengajukannya diperlukan pengetahuan terkait kompetensi pengadilan. Selayaknya pada hukum acara pidana, dalam mengajukan perkara perdata konsep kompetensi absolut dan kompetensi relatif juga wajib diterapkan.

Kompetensi absolut berbicara mengenai pengadilan apa yang berwenang menangani kasus perdata yang bersangkutan. Seperti kita ketahui, terdapat 4 pengadilan yang berada dibawah naungan Mahkamah Agung secara langsung yaitu Pengadilan Umum (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi), Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Menerapkan prinsip kompetensi absolut berarti mengajukan tuntutan hak sesuai dengan tupoksi dari masing-masing pengadilan tersebut.

Contoh penerapan kompetensi relatif adalah apabila masyarakat sipil ingin mengajukan gugatan sengketa tanah, maka gugatannya harus diajukan ke Pengadilan Umum, atau bila terdapat sengketa pemberian harta warisan yang terkait tanah wakaf maka gugatan jenis ini harus diajukan ke Pengadilan Agama. Atau dalam contoh lain pada kasus perceraian bagi umat islam, maka pengajuan gugatannya dilimpahkan pada Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Lain halnya dengan kompetensi relatif, kompetensi absolut lebih berbicara pada yurisdiksi pengadilan daerah mana yang berwenang untuk mengadili perkara perdata dan menerima tuntutan hak. Dalam gugatan perdata, wewenang relatif mengatur mengenai pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang tercantum pada pasal 118 HIR. Asas Actor Sequitur Forum Rei yang bermakna suatu gugatan harus diajukan di tempat tinggal tergugat, menjadi dasar utama dalam penerapan konsep kompetensi relatif. Contohnya adalah apabila tergugat tinggal di Jakarta Barat, maka pengadilan yang berwenang mengadili gugatan adalah Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Referensi

Mertokusumo, Sudikno. .2013. Hukum Acara Perdata Indonesia (Edisi Revisi). Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Sutianto, Retnowulan. Iskandar Oeripkartawinata. 2019. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (Edisi Revisi). Penerbit CV Mandar Maju, Bandung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.