Literasi Hukum – Kekebalan diplomatik adalah jenis kekebalan hukum yang memastikan bahwa seorang diplomat dapat bertugas dengan aman dan tidak dapat dituntut atau ditangkap oleh aparat negara di tempat ia bertugas.
Kekebalan Diplomatik dan Konvensi Wina
Berdasarkan Pasal 25 Konvensi Wina Tahun 1961 tentang hubungan diplomatik memberikan pengaturan mengenai kekebalan diplomatik. Dalam pasal 25 tersebut memberikan hak-hak bagi utusan diplomat di negara penerima, yang mana hak tersebut tidak dapat diganggu gugat untuk menjamin terlaksananya tugas dan tanggung jawab diplomat tersebut. Tidak hanya diplomat yang mendapatkan kekebalan diplomatik, namun juga berlaku untuk keluarga, harta, gedung, komunikasi dan dokumentasi diplomat. Pasal 29 menyatakan pejabat diplomatik adalah inviolable yang tidak dapat ditangkap dan ditahan (Edy Suryono dan Moenir Arisoendha,1986).
Kekebalan terhadap anggota keluarga diplomat ini diterangkan pada Pasal 37 ayat 1 Konvensi Wina Tahun 1961 tentang hubungan diplomatik yang memberikan penegasan bahwa keluarga para diplomat tidak dapat diganggu gugat hak-haknya karena anggota keluarga dari seorang pejabat diplomatik merupakan bagian dari rumah tangga, hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik tersebut hanya dapat dinikmati apabila ia bukan merupakan warga negara dari negara penerima. Pada dasarnya semua negara menerima suami/istri diplomat sebagai anggota keluarga.
Contoh Kasus Kekebalan Diplomatik
Mengenai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Anne Sacoolas istri diplomat AS yang ada di Ingris yang menabrak pemuda Harry Dun hingga meninggal dunia, maka hal tersebut dapat dikatakan bahwa Anne Sacoolas telah melakukan pelanggaran hukum di negara penerima. Anne Sacoolas adalah istri dari diplomat AS sehingga termasuk pada anggota keluarga yang dijelaskan pada pasal 37 tersebut dan mendapatkan kekebalan diplomatik dari segala bentuk tindakan hukum termasuk penuntutan di negara penerima.
Kekebalan diplomatik Anne Sacoolas dipertegas berlakunya dengan Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang berhak akan kekebalan hukum dan hak-hak istimewa akan mendapatnya sejak saat ia memasuki wilayah Negara penerima dalam proses menempati posnya, atau jika ia sudah di dalam wilayahnya, sejak saat pengangkatannya itu diberitahukan kepada Kementerian Luar Negeri atau kementerian lainnya yang disetujui. Sehingga memang benar jika Anne Sacoolas tidak dapat dituntut dan diadili dengan hukum Ingris.
Penyelesaian permasalahan ini dengan jalan ekstradisi dengan Inggris memohon Amerika Serikat menyerahkan Anne Sacoolas pun belum tentu bisa dilakukan, karena penyerahan atau ekstradisi berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf e Resolusi Majelis Umum PBB No.45/116 tentang Model Treaty on Extradition Obligation to Extradite, bahwa perjanjian ektradisi bilateral hanya dapat diterapkan pada warga sipil atau orang-orang yang tidak memiliki kekebalan diplomatik sedangkan Anne Sacoolas dilindungi dengan Pasal 37 tentang kekebalan diplomatik keluarga diplomat.
Solusi agar Anne Sacoolas dapat dimintai pertanggungjawabannya adalah dengan Amerika Serikat mencabut kekebalan diplomatik dari Anne Sacoolas agar status Anne Sacoolas berubah menjadi warga negara Amerika Serikat biasa atau warga sipil sehingga dapat dilakukan penyerahan atau Ekstradisi agar bisa dituntut dan diadili di Pengadilan Ingrris. Hal ini karena yang memiliki wewenang untuk mencabut kekebalan dari agen diplomatik dan orang lain yang memiliki kekebalan dibawah konvensi adalah negara Pengirim sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 Konvensi Wina 1961 (Windy Lasut,2016).
Jika Amerika Serikat tidak ingin melakukan pencabutan status Anne Sacoolas menjadi warga sipil untuk dilakukan ekstradisi ke Ingrris, maka Amerika Serikat harus membuat pernyataan tegas bahwa Amerika Serikat sendiri yang akan mengadili dengan memberitahukan kepada Inggris melalui jalur diplomatik. Hal ini karena menurut Pasal 31 ayat 4 yaitu kekebalan pejabat diplomatik dari yurisdiksi negara penerima tidak membebaskannya dari yurisdiksi negara pengirim. Jadi Amerika Serikat tetap berhak mengadili Anne Sacoolas.
Selain itu Inggris selaku negara penerima, juga berhak untuk meminta pertanggung jawaban kepada negara pengirim berupa permohonan maaf secara resmi guna menjamin tidak dilakukannya kembali perbuatan itu (Lastri Timor Jaya & Putu Tuni Caka Bawa Landra, 2017).
Dalam hal ini pejabat diplomatik dan keluarganya memang memiliki kekebalan terhadap yurisdiksi pidana negara penerima, namun perlu diperhatikan bahwa pejabat diplomatik berkewajiban selalu menghormati hukum negara penerimanya sebagaimana tersebut dalam Konvensi Wina 1961 pada Pasal 41 ayat 1 disebutkan bahwa tanpa merugikan hak-hak istimewa dan kekebalan hukum para pejabat diplomatik dan orang-orang yang menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan hukum berkewajiban untuk menghormati hukum dan peraturan negara penerimanya. Sehingga terhadap pelanggaran hukum, harus tetap dimintakan pertanggungjawabannya.
Referensi
Lasut,Windy. 2016. Penanggalan Kekebalan Diplomatik Di Negara Penerima Menurut Konvensi Wina 1961. Jurnal Lex Crimen VolV, No.4
Lastri Timor Jaya & Putu Tuni Caka Bawa Landra. 2017. Pertanggungjawaban Negara Pengirim Terhadap Penyalahgunaan Kewenangan Oleh Pejabat Diplomatik. Jurnal Hukum Internasional FH Unud
Suryono Edy, Moenir, Arisoendha. 1986. Hukum Diplomatik, Kekebalan dan Keistimewaannya. Angkasa : Bandung
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.