PemiluMateri Hukum

Hindari Pelanggaran Pemilu! Kenali 12 Tindakan Terlarang dalam Pemilu 2024

Dini Wininta Sari, S.H.
807
×

Hindari Pelanggaran Pemilu! Kenali 12 Tindakan Terlarang dalam Pemilu 2024

Sebarkan artikel ini
Pelanggaran Pemilu
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumDemokrasi Indonesia diuji dalam Pemilu 2024 karena banyak terjadi Pelanggaran Pemilu. Kenali ragam pelanggaran pemilu dan sanksi pidananya, mulai dari memberikan keterangan tidak benar, kampanye ilegal, hingga suap dan korupsi politik. Pastikan Anda memilih dengan cerdas dan laporkan pelanggaran pemilu untuk mewujudkan pemilu yang bersih dan adil!

Pelanggaran Pemilu di Indonesia

Fase krusial demokrasi Indonesia terjadi dalam 5 (lima) tahun sekali berlangsung pada tahun 2023 hingga 2024 yang ditandai dengan pemilihan anggota legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) dan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) serentak pada tanggal 14 Februari 2024 ini. Berbagai permasalahan seperti penyuapan, permainan anggaran, korupsi, jual beli jabatan, dan sebagainya turut menyertai penyelenggaraan pemilu. Lebih lanjut diuraikan mengenai tindak pidana dalam Pemilu sebagai langkah preventif dan represif kedepannya.

1. Pelanggaran Pemilu: Keterangan Tidak Benar dalam Pengisian Data Diri Daftar Pemilih

Pasal 488 UU Pemilu menjelaskan bahwa setiap orang harus mengisi data atau memberikan keterangan yang jujur, tepat, dan benar dalam pendataan daftar pemilih.

“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

2. Pelanggaran Pemilu: Kepala Desa untuk Melakukan Tindakan Menguntungkan atau Merugikan Peserta Pemilu dalam Masa Kampanye

Pasal 490 UU Pemilu

“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

3. Pelanggaran Pemilu: Melakukan Tindakan Mengacaukan, Menghalangi atau Mengganggu Jalannya Kampanye Pemilu

Pasal 491 UU Pemilu

“Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

4. Pelanggaran Pemilu: Melakukan Kampanye Pemilu di Luar Jadwal yang Telah Ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum

Pasal 492 UU Pemilu menjelaskan bahwa kampanye Pemilu dilaksanakan baik berupa iklan media massa elektronik, media massa cetak, internet, dan rapat umum dan berakhir sampai dimulainya masa tenang, yaitu mulai tanggal 11, 12, dan 13 Februari 2024 dilarang melakukan kampanye Pemilu.

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

5. Pelanggaran Pemilu: Pelaksana Kampanye Pemilu untuk Melakukan Pelanggaran Larangan Kampanye

Pasal 493 UU Pemilu

Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Hal ini berlaku juga bagi setiap pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan beberapa pihak dalam kegiatan kampanye, seperti hakim agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, kepala desa dan perangkatnya, pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, dan sebagainya.

6. Pelanggaran Pemilu: Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Laporan Dana Kampanye Pemilu

Pasal 496 UU Pemilu

“Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”

Pasal 497 UU Pemilu

“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

7. Pelanggaran Pemilu: Majikan atau Atasan yang Tidak Membolehkan Pekerjanya untuk Memilih

Pasal 498 UU Pemilu menyatakan bahwa seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja atau karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak dapat ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

8. Pelanggaran Pemilu: Menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilihnya

Pasal 510 UU Pemilu menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

9. Pelanggaran Pemilu: Orang yang Melakukan Ancaman, Kekerasan Atau Kekuasaannya Dalam Rangka Menghalangi Seseorang untuk Terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu

Pasal 511 UU Pemilu

“Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

10. Pelanggaran Pemilu: Menetapkan Jumlah Surat Suara yang Dicetak Melebihi Jumlah yang Ditentukan

Pasal 514 UU Pemilu mengatur dalam hal Ketua KPU dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).”

11. Pelanggaran Pemilu: Menjanjikan atau Memberikan Uang Kepada Pemilih

Pasal 515 UU Pemilu mengatur terkait setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih pada saat pemungutan suara supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Sedangkan menjanjikan atau memberikan uang pada saat kampanye pemilu diatur dalam Pasal 523 ayat (1) UU Pemilu menjelaskan bahwa, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Kedua pasal tersebut diatas dapat dikategorikan dalam tindakan penyuapan, pembelian suara untuk mempertahankan kekuasaan partai politik dan jabatan yang termasuk dalam korupsi politik. Dalam perspektif institusional adalah tindakan yang menyimpang dari tugas-tugas peran publik yang formal untuk mendapatkan uang atau kekayaan pribadi dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi.

Bentuk-bentuk korupsi politik yakni termasuk pembelian suara, pork barreling, penyuapan, penyogokan, konflik kepentingan, nepotisme atau patronage dalam rangka membantu kerabat dan orang yang satu kelompok atau satu gagasan ditunjuk pada pekerjaan tertentu, penjualan pengaruh, pendanaan kampanye, menjajakan pengaruh (trading in influence) pejabat publik kepada orang yang membuat keputusan untuk menjamin pelaksanaan pertukaran korupsi dari orang yang memberi suap.

12. Pelanggaran Pemilu: Memberikan Suaranya Lebih Dari Satu Kali

Pasal 516 UU Pemilu menjelaskan mengenai setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp. 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Penanganan Tindak Pidana Pemilu

Pasal 476 sampai dengan Pasal 484 UU Pemilu mengatur penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana dalam Pemilu dilakukan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam UU Pemilu.

Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana Pemilu berdasarkan pada laporan dugaan tindak pidana pemilu dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan yang telah dinyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu kepada Polri paling lama 1 x 24 jam.

Dalam hal putusan pengadilan negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima. Putusan pengadilan tinggi tersebut merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

Referensi

  • Adelina, Fransiska. “Bentuk-Bentuk Korupsi Politik”. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 16, no. 1 (2019)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.