Literasi Hukum – Mengetahui kedudukan hak waris dalam hukum waris, termasuk ketika menghadapi kasus langka seperti orang yang memiliki kelamin ganda. Artikel ini menjelaskan perspektif Islam terkait dengan khuntsa, jenis kelamin ganda, serta pembagian hak waris dan hak ahli waris dalam konteks tersebut. Pelajari pandangan agama, tanda-tanda penentuan jenis kelamin, dan pendapat para ulama terkait hal ini. Temukan solusi hukum dan penyelesaian yang relevan untuk situasi ini. Baca lebih lanjut di artikel ini untuk memahami kedudukan hak waris orang berkelamin ganda.
Kedudukan Hak Waris
Kedudukan hak waris antara pewaris dan ahli waris dalam hukum waris menjadi suatu Kewajiban yang harus dilakukan pasca pewaris telah meninggal. Berdasarkan Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa pewaris adalah orang yang meninggal atau dinyatakan meninggal oleh Pengadilan Agama serta memiliki ahli waris dan harta yang ditinggalkan. Sedangkan ahli waris adalah orang ditinggal oleh pewaris karena meninggal dan memiliki hubungan baik sedarah atau perkawinan, beragama Islam serta tidak tidak terhalang oleh hukum (tidak terhalang untuk menjadi ahli waris).
Diskursus demikian menentukan bagaimana implementasi hukum waris dapat dicapai. Namun, terdapat sebuah permasalah yang menjadi sebuah polemik di masyarakat dan bisa dikatakan ini adalah suatu kasus atau problem yang jarang ditemui yaitu orang yang memiliki kelainan (berkelamin ganda).
Pada dasarnya pembagian hak waris untuk laki-laki maupun perempuan sudah diatur baik dalam nash Al-Qur’an maupun Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, menilik kasus tersebut tentunya sebagai ahli hukum harus memberikan serta menganalisis untuk menyelesaikan jika terdapat kasus orang yang memiliki kelamin ganda, karena orang yang memiliki kelamin ganda tidak dapat ditentukan apakah ia seorang laki-laki atau apakah ia seorang perempuan.
Orang berkelamin ganda dalam prespektif Islam
Dalam Islam orang yang berkelamin ganda disebut sebagai khunsta, yaitu orang yang memiliki 2 alat kelamin baik seperti milik laki-laki, perempuan atau bahkan tidak memiliki keduanya. Menurut jenisnya khuntsa dibagi menjadi 2 macam:
1. Khuntsa ghairu musykil
Khuntsa ghairu musykil adalah orang yang berkelamin ganda baik terlihat seperti laki-laki maupun perempuan, akan tetapi mudah menentukan jenisnya. Maksudnya ialah dapat dilihat dari tanda-tanda dalam menentukannya. Contohnya fisik, keluar air seninya, tingkah laku, dan lain-lain.
Jika ditinjau misalnya dalam keluar air seni lebih condong salah satu kelaminnya, maka bisa dipastikan jenisnya.
2. Khuntsa musykil
Khuntsa musykil adalah orang yang berkelamin ganda tetapi sangat sukar untuk menentukan apakah ia benar-benar seorang laki-laki atau perempuan. Misalnya ketika ia membuang air seninya keluar di kedua kelaminnya secara bersamaan ataupun aktif secara bergantian, maka hal ini sukar untuk menentukannya.
Maka dari itu, dalam menentukan jenis kelamin bagi orang yang berkelamin ganda terdapat 2 cara:
1. Meninjau alat kelamin mana yang digunakan ketika buang air kecil.
Cara ini adalah langkah pertama dilakukan untuk meninjau jenis kelaminnya. Ketika orang tersebut buang air kecil melalui kelamin laki-laki, maka ia dipastikan berjenis kelamin laki-laki. Begitupun sebaliknya, jika ia buang air kecil melalui kelamin perempuan, maka ia adalah berjenis kelamin perempuan.
2. Melihat tanda kedewasaan.
Melihat tanda kedewasaan adalah langkah jika cara pertama tidak dapat dilakukan. Maka bisa dilihat ketika ia sudah dewasa dengan tanda ataupun ciri-ciri yang dimilikinya. Jika ia memiliki tanda laki-laki seperti tumbuh jakun, suara membesar, tumbuh kumis dan janggut, keluar sperma, dan lain-lain. Sedangkan tanda yang dimiliki oleh perempuan seperti haid, memiliki payudara, dan lain-lain. Maka jenis gender yang dimiliki bisa ditentukan tatkala ia telah memiliki tanda-tanda diatas baik tanda-tanda atau ciri-ciri laki-laki maupun perempuan.
Bagaimana kedudukannya hak waris nya sebagai ahli waris?
Untuk khuntsa ghairu musykil bisa ditentukan hak waris nya karena jelas tanda-tandanya. Sedangkan untuk khuntsa musykil ditangguhkan sampai ia jelas jenisnya, maksudnya sampai ia dewasa. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat mengenai pembagian waris oleh orang yang berkelamin ganda, diantaranya ialah:
1. Menurut Imam Hanafi.
Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki- laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
2. Menurut Imam Maliki
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).
3. Menurut Imam Syafi’i
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling mmenghibahkan di antara ahli waris.
4. Menurut Imam Hambali
Imam Hambali menyetujui 2 pernyataan dari imam Maliki dan imam Syafi’i. Untuk khuntsa ghairu musykil mengikuti pernyataan imam Syafi’i, sedangkan khuntsa musykil mengikuti imam Maliki.
Terdapat sebuah kasus dalam hal ini yang terjadi oleh Siti Maemunah alias Muhammad Prawirodijoyo dan Sri Wahyuni alias Muhammad Yusril Wahyudi yang mengajukan permohonan pergantian jenis kelamin kepada Pengadilan Negeri. Karena saat ia kecil orangtuanya tidak mengetahui bahwa anaknya adalah seorang laki-laki. Akan tetapi hal ini terlihat saat anaknya tumbuh dewasa ia bukan seorang perempuan melainkan laki-laki. Karena faktor inilah yang menyebabkan Siti Maemunah alias Muhammad Prawirodijoyo dan Sri Wahyuni alias Muhammad Yusril Wahyudi untuk mengajukan permohonan pergantian jenis kelamin ke Pengadilan Negeri. Maka dari itu, ketika ia telah diputus menjadi salah satu gender yaitu laki-laki, ketika itu pula berlakulah syariat laki-laki baginya dalam segala hal, seperti aurat, shalat, perkawinan, kewarisan, pergaulan dan sebagainya.
Kesimpulannya ialah ketika seseorang memiliki kelamin ganda, maka ia harus jelas kedudukan gendernya atau jenisnya terlebih dahulu sebelum memutuskannya. Jika ia memang termasuk khuntsa ghairu musykil, maka kedudukannya harus jelas untuk menerima hak waris. Sedangkan jika ia khuntsa musykil, maka kedudukannya sebagai ahli waris ditangguhkan sampai jelas tanda-tanda kedewasaannya. Ketika sudah jelas, maka ia pun dapat dikategorikan salah satu gender sehingga dapat menggunakan hak waris nya.
Referensi
- Tim Penyusun Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam dengan Pengertian dalam Pembahasannya, Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2011.
- I.P. Zeta Fadiah, Kedudukan Ahli Waris Yang Berkelamin Ganda Dalam Hukum Islam, Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, Vol. 8 No.1 (2019), 66-80.
- F. Asmaul, Z. Muhammad, Y. Fitriani, Analisis Kedudukan Ahli Waris Yang Melakukan Operasi Penyesuaian Kelamin Ganda Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata, Jurnal Muqaranah, Vol. 4, No. 2 (2020), 47-69.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.