Opini

Stop Jual Suara! Larangan Keras Money Politic dalam UU Pemilu

Rusmita Sari
836
×

Stop Jual Suara! Larangan Keras Money Politic dalam UU Pemilu

Sebarkan artikel ini
money politic
Ilustrasi Gambar dari Penulis

Literasi Hukum – Serangan fajar dan politik uang masih menghantui demokrasi Indonesia. Artikel ini mengupas faktor-faktor yang menyebabkan praktik money politic terus berlangsung, termasuk aspek politis, dimensi hukum, faktor budaya, dan ekonomi. Diulas pula aturan tentang larangan politik uang dalam UU Pemilu beserta sanksinya. Mari bersama-sama tolak politik uang demi pemilu yang bersih dan berintegritas!

Saatnya Menuju Tahun Pemilu yang Didambakan Masyarakat

Usai sudah 5 tahun penetapan demokrasi, kini saatnya menunggu tiba waktunya hak suara masyarakat menjadi sepenuhnya kedaulatan yang menentukan nasib negara.

Serangan Fajar dan Politik Uang: Ancaman bagi Demokrasi

Tidak bisa dipungkiri, serangan fajar dan politik uang pra pemilu merupakan akar dari korupsi yang perlu diwanti-wanti agar tidak merusakkan demokrasi dan konstitusi.

Dikutip dari Pusat Edukasi Anti-Korupsi, pada tahun 2019, terdapat 25 kasus politik uang yang dilakukan saat masa tenang dan ditangkap tangan oleh Bawaslu. Kasus tersebut geger di 13 provinsi. Adapun jenis politik uang tersebut berupa pembagian sembako, deterjen, dan uang tunai yang diberikan oleh partai politik/kandidat kepada pemilih.

Faktor-Faktor yang Mendorong Politik Uang

Sangat disayangkan, tahun ini kembali viral money politic sebagai bentuk ajakan untuk pencoblosan terhadap paslon yang ditentukan. Oleh karena itu, penting untuk memahami apa yang menjadi faktor money politic masih berjalan dalam lingkup masyarakat.

  1. Aspek politis. Praktik politik uang berkembang karena para calon legislator hanya berfokus pada kemenangan tanpa memiliki program yang jelas, sementara partai politik hanya terlibat dalam proses pencalonan.
  2. Dimensi hukum. Lemahnya regulasi terkait politik uang menyebabkan hanya pihak yang memberikan uang politik yang dikenai sanksi, meskipun penerima juga harus bertanggung jawab.
  3. Faktor budaya. Ada kebiasaan yang sudah tertanam dalam budaya Indonesia, di mana menolak pemberian dianggap tidak pantas sementara menerima pemberian dianggap sebagai hal yang wajar. Kebiasaan budaya ini dimanfaatkan oleh politisi untuk memperlancar praktik politik uang.

Ketiga hal diatas, ternyata ada faktor yang tidak bisa lepas mengapa money politic masih berjalan dalam lingkup masyarakat? Jawabannya, keadaan ekonomi masyarakat yang masih rendah bisa menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang menerima politik uang karena dianggap sebagai keberuntungan. Namun, perlu diingat kembali bahwa uang yang diberikan dalam praktik politik uang, seperti serangan fajar, bisa saja dari hasil korupsi.

Aturan Mengenai Larangan Money Politic

Berdasarkan UU Pemilu, money politic telah diatur sebagai berikut:

  1. Pasal 278 ayat (2), memuat ketentuan pada masa tenang bahwa pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu paslon dilarang menjanjikan atau memberi imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, memilih paslon yang ditentukan, memilih parpol yang ditentukan, memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota dan atau DPD tertentu.
  2. Pasal 280 ayat (1) huruf j, ketentuan terhadap larangan menjanjikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu
  3. Pasal 284, ketentuan penegasan apabila pelaksana dan tim kampanye pemilu terbukti memberikan secara langsung atau tidak langsung imbalan kepada peserta kampanye pemilu akan dikenakan sanksi
  4. Pasal 286 ayat (1), ketentuan larangan terhadap pasangan calon, calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota dan atau DPD untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih dengan memberikan imbalan atau materi lainnya.
  5. Pasal 523, ketentuan sanksi sebagai berikut:
    • Bagi pelanggar Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak 48 juta rupiah
    • Bagi pelanggar Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah
    • Bagi setiap orang yang sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberi imbalan dalam bentuk apapun kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih paslon tertentu akan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
  • “Mengapa Politik Uang Tak Bisa Dihilangkan Di Masa Pemilu?” Pusat Edukasi Anti Korupsi (2024). https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20240213-mengapa-politik-uang-tak-bisa-dihilangkan-di-masa-pemilu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.