Opini

Implikasi Hukum Surat Edaran Nomor AHU-AH.02.37 Tahun 2024 dalam Pengangkatan, Perpindahan, dan Perpanjangan Jabatan Notaris

Ricco Survival Yubaidi, S.H., M.Kn., P.hD.
248
×

Implikasi Hukum Surat Edaran Nomor AHU-AH.02.37 Tahun 2024 dalam Pengangkatan, Perpindahan, dan Perpanjangan Jabatan Notaris

Sebarkan artikel ini
Implikasi Hukum Surat Edaran Nomor AHU-AH.02.37 Tahun 2024 dalam Pengangkatan, Perpindahan, dan Perpanjangan Jabatan Notaris

Literasi Hukum – Surat Edaran Nomor AHU-AH.02.37 Tahun 2024 dari Kementerian Hukum dan HAM yang mengatur pengangkatan, perpindahan, dan perpanjangan jabatan notaris memunculkan tantangan hukum yang signifikan. Kebijakan ini menghilangkan keterlibatan Ikatan Notaris Indonesia (INI), sebuah organisasi profesi yang diakui secara hukum untuk memastikan kualitas dan independensi notaris. Menurut Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, INI merupakan satu-satunya wadah profesi notaris yang bebas dan mandiri, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas profesi notaris dan menjaga kemandirian profesi tersebut. Selain itu, Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menegaskan bahwa organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia memiliki hak penuh dalam menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.

Pentingnya peran INI dalam proses pengangkatan, perpindahan, dan perpanjangan jabatan notaris juga ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 50 P/HUM/2018. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa wadah profesi jabatan notaris di Indonesia adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI). Sebagai satu-satunya wadah profesi jabatan notaris, INI seharusnya memiliki independensi dan kemandirian dalam membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan notaris, termasuk dalam menyelenggarakan ujian pengangkatan notaris yang berfungsi sebagai lembaga penyaringan untuk menentukan kelulusan calon notaris menjadi notaris. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 50 P/HUM/2018 tersebut juga menegaskan bahwa Ujian Pengangkatan Notaris yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

Putusan serupa ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 P/HUM/2022, yang juga menekankan bahwa persyaratan adanya pelatihan peningkatan kualitas jabatan notaris yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI telah dinyatakan bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pengabaian terhadap peran INI dalam pengangkatan dan perpanjangan jabatan notaris dapat mengancam independensi profesi dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Sebagai gambaran perbandingan lainnya, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 50 P/HUM/2018 pernah menyatakan bahwa sebuah surat edaran yang mengatur ketentuan umum tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum jika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam perkara uji materi pada kasus tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa sebuah surat edaran yang mensyaratkan publikasi di jurnal internasional untuk pengangkatan guru besar dinyatakan tidak berlaku umum dan tidak mengikat karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa surat edaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah harus sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, putusan Mahkamah Agung ini memperjelas bahwa surat edaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah harus sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Jika surat edaran tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka surat edaran tersebut dapat dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan melalui surat edaran tidak boleh mengabaikan ketentuan hukum yang lebih tinggi yang telah diatur dalam undang-undang.

Secara garis besar, permasalahan sengketa kepengurusan organisasi memang tidak dapat dinafikan dapat terjadi pada perkumpulan manapun yang ada di Indonesia, seiring dengan berbagai dinamika yang dapat terjadi. Namun, yang menjadi catatan adalah perlunya sikap bijak dari pemerintah untuk tidak turut memperkeruh keadaan yang saat ini sudah ada dengan pengambilalihan kewenangan pelaksanaan ujian kode etik notaris yang sebenarnya adalah ranah organisasi. Dalam hal ini, jika kebijakan sementara diperlukan untuk mengatasi masalah administratif atau dualisme kepengurusan, maka mekanisme yang diatur harus jelas, terbatas dalam suatu waktu, dan dilakukan dengan bijak, karena bagaimanapun peran Ikatan Notaris Indonesia tidak bisa ditiadakan dalam hal pengangkatan, perpindahan, dan perpanjangan jabatan notaris. Hal ini semata-mata guna terciptanya kualitas notaris yang diharapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkumham ini berpotensi menimbulkan beberapa kerugian konstitusional. Pertama, dengan mengesampingkan peran INI, kebijakan ini dapat merugikan kepentingan konstitusional notaris yang telah diatur dalam undang-undang. Kedua, pengabaian terhadap peran INI dapat mempengaruhi independensi dan integritas profesi notaris, yang penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga hukum. Ketiga, kebijakan ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari mengenai sahnya pengangkatan dan perpanjangan jabatan notaris yang dilakukan tanpa melibatkan INI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.