Hukum BisnisMateri Hukum

Mengenal Hak Tanggungan sebagai Jaminan Kebendaan atas Barang Tidak Bergerak

Dini Wininta Sari, S.H.
1505
×

Mengenal Hak Tanggungan sebagai Jaminan Kebendaan atas Barang Tidak Bergerak

Sebarkan artikel ini
Hak Tanggungan
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi HukumArtikel ini membahas tentang definisi, ciri-ciri, sifat, tata cara pendaftaran hak tanggungan khususnya secara elektronik hingga hapusnya HT

Apa Itu Jaminan Kebendaan?

Pasal 1131 KUHPerdata mengatur mengenai barang yang dapat dijadikan jaminan kebendaan, yaitu segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang telah ada maupun yang akan ada, hal ini menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur tersebut kepada kreditur apabila dikemudian hari debitur tidak dapat membayar utangnya kepada kreditur.

Terkait dengan barang bergerak dapat dijaminkan dengan gadai dan fidusia, sedangkan untuk barang tidak bergerak khususnya tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dibebankan dengan hak tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut “UU Hak Tanggungan”). Terkait dengan barang tidak bergerak bukan tanah misalnya kapal laut berbobot 20 meter kubik atau lebih, pesawat terbang dan helikopter dibebankan dengan hak hipotik.

Pengertian Hak Tanggungan

Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan  menjelaskan bahwa : “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor- kreditor lainnya.”

Dari pengertian yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur pokok hak tanggungan, yaitu : hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja, hak jaminan untuk pelunasan utang, utang yang dijamin dalam jumlahnya tertentu, obyek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah sesuai UUPA (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai), hak tanggungan memberikan hak preferen atau hak diutamakan kepada- kreditur tertentu terhadap kreditur lain.

Ciri-Ciri Hak Tanggungan

Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegang hak tanggungan yakni kreditor tertentu;
  • dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada dan dapat menjamin lebih dari satu utang;
  • selalu mengikuti obyek yang dijaminkan ditangan siapa pun obyek itu berada (droit de suite/zaaksgevolg), dengan demikian hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga;
  • memenuhi asas spesialitas dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut “APHT”) dan asas publisitas yang diaplikasikan pada saat pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan, sehingga dapat mengikat pihak ketiga serta memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan;
  • pelaksanaan eksekusi hak tanggungan yang mudah dan pasti

Subyek Hak Tanggungan

1. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang memiliki kewenangan dalam hal melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.

2. Penerima/Pemegang Hak Tanggungan

Penerima hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang atau kreditur dalam perikatan pokok, yang mana menjadi Pemegang Hak Tanggungan setelah hak tanggungan didaftarkan.

Obyek Hak Tanggungan

Pasal 4 UU Hak Tanggungan menyebutkan bahwa yang menjadi obyek hak tanggungan meliputi :

  1. Hak milik;
  2. Hak guna usaha;
  3. Hak guna bangunan;
  4. Hak pakai atas tanah negara, menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar serta dapat dibebani dengan hak tanggungan.

Selain hak-hak tersebut, hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada dan yang akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, yang merupakan milik pemegang hak atas tanah dengan pembebanan yang secara tegas dinyatakan di dalam APHT yang bersangkutan.

Sifat Hak Tanggungan

  • Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yang berarti hak tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian dari padanya.
    • Telah lunasnya sebagian utang yang dijaminkan tidak berarti membebaskan sebagian obyek hak tanggungan, melainkan hak tanggungan itu tetap membebani secara keseluruhan masing-masing obyek hak tanggungan guna sisa utang debitur kepada kreditur yang belum dilunasi;
  • Perjanjian pembebanan hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada perjanjian kredit atau suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok, hal ini dikarenakan hak tanggungan diberikan untuk menjamin pelunsaan hutang debitor kepada kreditor.

Eksekusi Hak Tanggungan

Eksekusi hak tanggungan merupakan suatu upaya bagi pemegang hak tanggungan untuk memperoleh kembali piutangnya, apabila debitur ingkar janji/wanprestasi. Namun demikian, berakibat batal demi hukum jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan memiliki obyek hak tanggungan apabila debitur wanprestasi. UU Hak Tanggungan mengatur bahwa eksekusi atas obyek hak tanggungan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yakni sebagai berikut :

  1. hak pemegang hak tanggungan pertama dalam rangka menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut (Pasal 6 UU Hak Tanggungan);
    • Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1995 K/PDT/2012 yang menyatakan bahwa : “Pihak Debitur tidak melunasi hutangnya kepada Kreditur dalam jangka waktu yang telah disepakati, maka Debitur telah wanprestasi dan Kreditur dapat menjual lelang barang milik Debitur yang telah dibebani hak tanggungan.”
  2. Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2) UU Hak Tanggungan, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum;
  3. penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan.

Proses Pembebanan Hak Tanggungan Menurut UU Hak Tanggungan

  1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan
    • Pemberian hak tanggungan didahului janji akan memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan hak terpisah dari perjanjian utang-piutang. Kemudian dilakukan pembuatan APHT yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut “PPAT”) yang berwenang.
    • Pembebanan hak tanggungan pada dasarnya harus dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan. Namun apabila pemberi hak tanggungan tersebut berhalangan hadir atau terdapat proses obyek hak tanggungan di Kantor Pertanahan yang belum selesai, pemberi hak tanggungan dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasanya (pada umumnya pihak kreditur itu sendiri yang diberi kuasa) dengan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh notaris.
    • Batas waktu penggunaan SKMHT untuk tanah yang telah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dibuatnya SKMHT serta bagi tanah yang belum terdaftar atau telah terdaftar namun belum atas nama pemberi hak tanggungan wajib dibuat APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak dibuatnya SKMHT, jika tidak diikuti dengan pembuatan APHT dalam waktu yang ditentukan maka SKMHT yang bersangkutan batal demi hukum. Setelah APHT selesai ditandatangani, selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja, PPAT wajib mengirim APHT beserta syarat pendaftaran lainnya ke Kantor Pertanahan setempat.
  2. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten tempat obyek hak tanggungan tesebut berada. Hasil atau produknya yakni berupa Sertipikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” terdiri atas salinan buku tanah hak tanggungan dan salinan APHT. Lahirnya pembebanan hak tanggungan adalah pada saat hari buku tanah hak tanggungan dibuatkan di Kantor Pertanahan.

Peralihan Hak Tanggungan

Peralihan hak tanggungan diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17 UU Hak Tanggungan dan wajib didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada Kantor Pertanahan setempat. Peralihan hak tanggungan dapat dilakukan dengan cara : pewarisan, cessie yang merupakan perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang hak tanggungan kepada pihak lainnya dengan pembuatan akta autentik atau surat di bawah tangan, subrogasi atau penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi utang debitur, sehingga hak tuntutan dari kreditur beralih kepada pihak ketiga, dan sebab-sebab lainnya seperti terjadinya penggabungan atau pengambilalihan perusahaan sehingga mengakibatkan piutang dari perusahaan semula beralih pada perusahaan baru.

Hapusnya Hak Tanggungan

Sebab-sebab hapusnya hak tanggungan berdasarkan Pasal 18 UU Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut:

  1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;
  2. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;
  3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
  4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan

Pembebasan atau penghapusan hak tanggungan pada umumnya disebut dengan roya. Dalam penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa Roya disamakan dengan pencoretan pencatatan. Macam-macam roya ada 2 (dua) yaitu : Roya keseluruhan dan Roya parsial atau roya sebagian.

Pendaftaran, Peralihan, Roya Hak Tanggungan Secara Elektronik (HT-el)

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik mengatur bahwa pelayanan hak tanggungan saat ini dapat dilakukan secara elektronik dengan kreditur dan PPAT sebagai pengguna dan dapat mengajukan permohonan Pelayanan HT-el melalui Sistem HT-el yang disediakan oleh Kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta disampaikan dalam bentuk Dokumen Elektronik.

Kemudian Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk harus memeriksa kesesuaian dan kelengkapan dokumen persyaratan dan konsep Sertipikat HT-el yang dilakukan melalui Sistem HT-el.

Dalam hal hasil pemeriksaan tersebut terdapat dokumen yang tidak lengkap atau tidak sesuai, diberitahukan kepada kreditur dan/atau PPAT untuk segera melengkapi berkas paling lama hari ke 5 (lima) hari sejak permohonan pelayanan diterima oleh Sistem HT-el, jika lewat jangka waktu tersebut tidak melengkapi berkas, maka permohonan dinyatakan batal.

Apabila dokumen persyaratan telah sesuai, Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk memberi persetujuan atas unggahan dokumen persyaratan dan konsep Sertipikat HT-el. Hasil Pelayanan HT-el berupa Dokumen Elektronik yang diterbitkan oleh Sistem HT-el, meliputi:

  1. Sertipikat HT-el, yang dilakukan pada hari ke-7 (tujuh) setelah permohonan Pelayanan HT-el terkonfirmasi Sistem HT-el;
  2. catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; dan
  3. catatan Hak Tanggungan pada Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Dalam hal piutang telah lunas, kreditur wajib segera mendaftarkan penghapusan hak tanggungan melalui permohonan pelayanan penghapusan hak tanggungan Sistem HT-el. Penghapusan hak tanggungan sebagian (roya parsial) diterbitkan Sertipikat HT-el baru dengan nomor yang sama dengan sertipikat sebelumnya dan berisikan data perubahan terakhir. Penghapusan hak tanggungan keseluruhan (roya penuh), dilakukan dengan pemberian tanda khusus pada Sertipikat HT-el sebelumnya yang menyatakan bahwa sertipikat tidak berlaku.

Referensi

  • Salim, HS. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
  • Sutarno. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta.
  • Doly, Denico. “Aspek Hukum Hak Tanggungan dalam Pelaksanaan Roya”. Jurnal Negara Hukum, Vol. 2, no. 1 (2011).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.