Literasi Hukum – Pahami Hubungan Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak dalam Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata. Pelajari syarat sah perjanjian lisan dan tertulis serta implikasinya jika terjadi wanprestasi. Artikel ini memberikan pemahaman komprehensif mengenai aspek-aspek penting dalam dunia hukum.
Oleh: Defian Putri Tiara
Sebelum menjawab apakah hubungan antara perikatan, perjanjian, dan kontrak, mari kita analisis terlebih dahulu pengertian masing-masing dari ketiganya.
Perikatan
Menurut BW atau Kitab Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum antara 2 pihak atau lebih di mana satu pihak berhak atas prestasi sedangkan pihak lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tersebut. Pasal 1233 Burgerlijk Wetboek (BW) mengatur tentang sumber perikatan, yang dapat berakar dari persetujuan dan undang-undang.
Dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang. Ini menandakan bahwa perikatan lahir karena perjanjian atau undang-undang, dengan kata lain, undang-undang dan perjanjian menjadi sumber perikatan.
Perjanjian
Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perumusan Pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian dalam konteks ini adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan atau perjanjian yang obligatoir. Perjanjian menghasilkan akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang terlibat.
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian” menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian menimbulkan perikatan di samping sumber-sumber lain.
Kontrak
Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis).
Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya, karena itu kontrak adalah sumber hukum formal, asalkan kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.
Kontrak memiliki arti yang lebih sempit dari perjanjian. Kontrak sekaligus merupakan perjanjian dalam bentuk tertulis. Semua kontrak pasti merupakan perjanjian, karena pada dasarnya perjanjian ada yang berbentuk lisan dan yang berbentuk tulisan. Dalam hubungannya dengan perikatan dan perjanjian, maka perjanjian adalah faktor yang menimbulkan adanya perikatan.
Syarat Sah Perjanjian
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan ada 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
- Adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri.
- Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan.
- Mengenai suatu hal tertentu.
- Mengenai suatu sebab (causa) yang halal.
Persyaratan yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena berhubungan dengan subjek perjanjian, sedangkan persyaratan yang ketiga dan keempat berhubungan dengan objek perjanjian dan disebut syarat objektif.
Perjanjian Lisan dan Tertulis
Perjanjian bisa dilakukan dalam bentuk tertulis maupun dengan cara lisan. Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian lisan tidak mengatur mengenai bentuk suatu perjanjian, sehingga dalam membuat perjanjian, masyarakat dibebaskan untuk menentukan bentuknya. Perjanjian lisan juga memiliki kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang membuatnya, selama telah memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Namun, tidak seperti perjanjian tertulis yang menggunakan akta, perjanjian lisan tidak menggunakan akta. Oleh karena itu, perjanjian lisan biasanya lebih berisiko ketika terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak.
Hubungan antara Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak
Secara umum, perikatan dapat timbul dari berbagai sumber, termasuk perjanjian. Oleh karena itu, perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan.
Dalam konteks hukum perdata, perjanjian merupakan sumber perikatan yang paling umum. Perjanjian dapat menimbulkan perikatan yang bersifat kontraktual, yaitu perikatan yang timbul dari kesepakatan dua orang atau lebih.
Sedangkan kontrak merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis. Kontrak merupakan bentuk khusus dari perjanjian, dan tidak semua perjanjian merupakan kontrak.
Perbedaan antara Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak
Berikut adalah tabel perbedaan antara perikatan, perjanjian, dan kontrak:
Kriteria | Perikatan | Perjanjian | Kontrak |
---|---|---|---|
Pengertian | Hubungan hukum antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. | Suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. | Perjanjian yang dibuat secara tertulis. |
Sumber | Berbagai sumber, termasuk perjanjian | Perjanjian | Perjanjian |
Bentuk | Dapat berbentuk lisan atau tertulis | Dapat berbentuk lisan atau tertulis | Tertulis |
Contoh | Hutang piutang, sewa menyewa, jual beli | Jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerja | Jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerja |
Referensi
- Syarifah, Nur dan Reghi Perdana. 2015. Hukum Perjanjian. Banten: Universitas Terbuka.
- Harefa, Billy Dicko Stepanus dan Tuhana. 2016. KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN LISAN APABILA TERJADI WANPRESTASI. Yogyakarta: Jurnal UNS Vol. IV.
- Pusat Kajian Hukum Bisnis, Universitas Airlangga, https://fh.unair.ac.id/hukum-bisnis/perikatan-generik-alternatif-fakultatif-dan-kumulatif/
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.
Itulah penjelasan mengenai Hubungan Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak dalam Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata.
Kunjungi laman Literasi Hukum Indonesia dan follow Instagram @literasihukumcom untuk upgrade pengetahuan hukum yang lebih baik!