Literasi Hukum – Bagaimana kepastian hukum sita jaminan (conservatoir beslag) dalam perkara wanprestasi di Indonesia? Temukan panduan lengkap tentang hak Anda dan cara melindungi aset Anda.
Pertanyaan:
Bagaimana kepastian hukum terhadap Sita Jaminan (conservatoir beslag) terhadap aset Tergugat dalam perkara Perbuatan melawan hukum atau Wanprestasi pada penerapan hukum di Indonesia?
Penjelasan :
Sebelum mengetahui penting tidaknya meletakan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap aset Tergugat dalam perkara perdata, kita harus terlebih dahulu menghetahui apa arti Wanprestasi yaitu : Ketentuan wanprestasi dapat Anda temukan dalam Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut: Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. Melalui isi pasal tersebut, setidaknya ada 3 unsur wanprestasi, antara lain:
- Ada perjanjian;
- Ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
- Telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.
Sehingga, hal yang menyebabkan timbulnya wanprestasi adalah karena adanya cidera janji dalam perjanjian yang menyebabkan salah satu pihak ingkar akan janjinya atau melanggar janji. Maka, pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Sedangkan Perbuatan Melawan Hukum Ketentuan terkait perbuatan melawan hukum tercantum dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Untuk lebih mempermudah pemahaman, kita ambil ilustrasi contoh si A dan B, si A melakukan perjanjian peminjaman uang terhadap si B sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dimana si B akan mengembalikan selama 6 Bulan terhitung sejak perjanjian di tandatangani dan penyerahan uang dan B, kemudian berjalannya waktu sampai 6 bulan kedepan, si A tak kunjung mengembalikan, dimana B telah melakukan penagihan dengan menemui langsung dsb, namun tak kunjung mendapat kejelasan, hingga suatu saat B meminta waktu kembali 3 bulan dengan mencoba meyakinkan A dengan memberikan fotocopy SHM milik B, hingga 3 bulan berlalu pembayaran tak kunjung terlaksana, pada akhirnya B melakukan upaya hukum dengan mendaftarkan/menggugat ke pengadilan negeri untuk memperjuangkan haknya.
Maka dalam gugatan A adalah dimana B telah melakukan wanprestasi sebagaimana penjelasan diatas bagi pihak yang telah ingkar janji merupakan perbuatan wanprestasi, maka dalam gugatan A terhadap B tentu menguraikan bagaimana awal mula hubungan hukum antar A dan B dimana Posita dan Petitum dalam gugatan tersebut memiliki keterkaitan yang kuat, pada gugatan A dapat memohonkan meletakan sita jaminan terhadap aset milik B agar memperoleh kepastian hukum terhadap hak-hak si A maka terhadap aset B haruslah diletakan sita jaminan, Apa pengertian dari sita jaminan adalah :
- Sita jaminan adalah upaya paksa yang merupakan wujud formil dari penerapan Pasal 1131 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi: Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu’
- Sita jaminan dapat diajukan dalam sengketa hutang piutang atau tuntutan ganti rugi
Untuk mengabulkan permohonan sita jaminan, Hakim pasti wajib memperhatikan :
- Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) HIR/Pasal 261 ayat (2) RBg.).
- Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan Pasal 199 HIR atau pasal 261 jo pasal 213 dan Pasal 214.
- Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar / bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar / belum bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.
- Barang yang disita ini, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita revindicatoir, harus tetap dipegang / dikuasai oleh tersita. Barang yang disita tidak dapat dititipkan kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk di simpan di gedung Pengadilan Negeri.
- Apabila telah dilakukan sita jarninan dan kemudian tercapai perdamaian antara kedua belah pihak yang berperkara, maka sita jaminan harus diangkat.
Dalam hukum acara perdata ada 2 (dua) tindakan hukum atau permasalahan hukum yang erat kaitannya dengan pembuktian. Untuk memperkuat atau memperjelas fakta atau obyek perkara, untuk memastikan secara pasti dan definitif lokasi, ukuran dan batas dan kualitas obyek terperkara (yang dimohonkan diletakan sita jaminan), sudah pasti pengadilan menerapkan Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBG, Pasal 211 Rv, dengan wajib melaksanakan pemerikasaan setempeat ( plaatsopneming) meskipun secara formil Pemeriksaan setempat tersebut tidak termasuk sebagai bagian dari Alat Bukti, dan hasil pemeriksaan tersebut akan dijadikan oleh majelis hakim yang memeriksa sebagai keterangan bagi Hakim yang akan memutus.
Jadi, apabila majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan secara penuh, dengan pihak B dinyatakan secara legal melakukan pelanggaran kontrak dan persetujuan terhadap penyitaan aset disetujui, maka aset tersebut tidak bisa dialihkan oleh siapa pun hingga pihak B memenuhi kewajiban kepada pihak A. Hal ini bisa terjadi jika pihak B secara sukarela membayar penuh hak-hak pihak A berdasarkan putusan, termasuk mengirimkan perintah resmi ke pengadilan yang mengurus kasus ini. Setelah kewajiban terpenuhi, penyitaan aset bisa dicabut, memungkinkan pihak B untuk menjual atau mentransfer kepemilikannya. Namun, jika pihak B menolak untuk mematuhi putusan, pihak yang menang bisa meminta pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap aset, dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dijalankan oleh panitera.
Prosedur Eksekusi Sita Jaminan
Adapun Prosedur eksekusi sebagai berikut :
- Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait.
- Ketua pengadilan negeri menerbitkan penetapan untuk aanmaning yang berisi perintah kepada jurusita supaya memanggil termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning.
- Jurusita/jurusita pengganti memanggil termohon eksekusi.
- Ketua pengadilan negeri melaksanakan aanmaning dengan sidang insidentil yang dihadiri oleh ketua, panitera dan termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut:
- Mestinya pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir.
- Ketua pengadilan negeri menyampaikan peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan termohon eksekusi melaksanakan isi putusan.
- Panitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditanda tangani oleh ketua dan panitera.
- Jika dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, pemohon eksekusi melapor bahwa termohon eksekusi belum melaksanakan isi putusan, ketua pengadilan negeri menerbitkan penetapan perintah eksekusi.
Atau dengan melakukan lelang (KPKNL) dapat dilakukan paling cepat delapan hari dari tanggal sita eksekusi atau paling cepat 8 (delapan) hari dari peringatan jika barang yang hendak dilelang telah diletakkan sita jaminan (conservatoir belag) sebelumnya. Berbeda cerita jika pihak yang dikalahkan tidak bersedia melaksanakan sesuai putusan, dan masih bersikeras untuk melakukan upaya hukum. Maka secara ketentuan pihak yang dikalahkan dapat melakukan upaya hukum Perlawanan terhadap putusan/Penetapan sita jaminan tersebut, akan tetapi aset yang telah diletakan sita jaminan oleh pengadilan secara hukum masih dalam pengawasan pengadilan agar tidak bisa dilakukan pengalihan oleh siapapun,
Seperti kita ketahui dalam prakteknya ketika ada pihak A dan B kerap kita lihat putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan dalam perkara Perbuatan melwan hukum/wanprestasi yang dimana ada hak yang belum terselesaikan hanya “Menang diatas Kertas” akan tetapi tidak memiliki kekuatan hukum untuk melakukan eksekusi/jaminan terhadap pembayaran, Untuk itu pentingnya kejelian seorang Advokat/Pengacara untuk melihat situasi sepertinya.
Demikian penjelasan ini kami sampaikan. Semoga dapat membantu dan teruslah berbagi ilmu.
Dasar Hukum :
- XIII Buku keDUa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);
- Pasal 1243 KUH Perdata;
- 1365 KUH Perdata;
- Buku II Pedoman pelaksanaan administasi pengadilan dalam 4 lingkungan pengadilan Edisi 2007 MA RI 2009