OpiniTata Negara

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup V. Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Pandangan Ahli

Adam Ilyas
1166
×

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup V. Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Pandangan Ahli

Sebarkan artikel ini
sistem pemilu proporsional tertutup dan sistem pemilu proporsional terbuka

Literasi HukumArtikel ini membahas mengenai sistem pemilu proporsional tertutup dan sistem pemilu proporsional terbuka.

Perubahan sistem dalam konteks negara demokrasi konstitusional memiliki peran krusial dalam memastikan perlindungan dan kemajuan berkelanjutan terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Jika perubahan tersebut mendukung proses demokrasi, hal ini akan mengkonsolidasikan stabilitas sistem demokrasi secara keseluruhan.

Namun, penting bagi perubahan ini dilakukan melalui proses yang terbuka, inklusif, dan partisipatif, dengan menghormati prinsip-prinsip konstitusional dan nilai-nilai demokrasi. Dalam hal ini, perubahan yang dibutuhkan adalah transisi dari sistem pemilihan proporsional terbuka ke sistem pemilihan proporsional tertutup. Ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan fungsi dan perkembangan demokrasi konstitusional.

Pandangan Fritz Edward Siregar pada Sidang Pengujian UU Pemilu

Pada sidang pengujian UU Pemilihan Umum (UU Pemilu) Nomor 7 Tahun 2017, Fritz Edward Siregar, seorang ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menyampaikan pandangannya. Bertempat di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi pada Rabu (5/4/2023), sidang tersebut terkait dengan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022. Dalam sidang ini, Fritz menjadi salah satu dari dua ahli yang diundang oleh pihak pemohon.

Fritz, yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada periode 2017-2022, menjelaskan kompleksitas proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara. Dia menyoroti kerumitan serta potensi kesalahan dalam pemungutan suara yang memerlukan pemilih memilih calon dari daftar nama. Hal ini dapat mengakibatkan suara tidak sah. Pada Pemilu 2019, sebanyak 17.503.953 suara dianggap tidak sah atau sekitar 11,12% dari total suara. Fritz juga mengamati bahwa proses penghitungan suara memakan waktu lama karena penggunaan sistem proporsional terbuka yang memerlukan pencatatan nomor calon atau partai pada kolom yang benar.

Fritz menyoroti potensi manipulasi dalam penghitungan suara, khususnya terkait dengan pencatatan nama calon atau partai. Selain itu, ia mencatat fenomena perpindahan suara antar calon dalam satu partai pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat proses rekapitulasi suara.

Tantangan Politik Uang dan Pandangan Fritz Mengenai Sistem Pemilu

Fritz juga mengungkapkan bahwa politik uang merupakan masalah serius dalam pemilihan umum. Pada Pemilu 2019, tercatat 69 putusan pengadilan yang berkaitan dengan pelanggaran pidana terkait politik uang. Banyak literatur, baik dari dalam maupun luar negeri, menjelaskan dampak negatif politik uang terhadap proses pemilihan umum.

Fritz percaya bahwa untuk mengatasi praktik politik uang, perubahan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup merupakan langkah yang efektif. Dalam pertemuan dengan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, dan tujuh Hakim Konstitusional lainnya, Fritz mengungkapkan pandangannya.

Pendapat Agus Riewanto dan Pembenaran Perubahan Sistem Pemilu

Agus Riewanto, seorang pengajar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, memberikan pandangannya dalam persidangan daring. Menurut Agus, sistem pemilu proporsional terbuka yang menentukan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak tidak sejalan dengan konstitusi dan bisa dianggap inkonstitusional. Ia berpendapat bahwa sistem ini merosotkan peran partai politik dalam konteks negara demokrasi.

Agus mengakui bahwa sistem pemilu proporsional terbuka memiliki dampak pada politik yang lebih berfokus pada individu atau calon. Ini memicu pemilih untuk memilih calon yang populer dan memiliki kekayaan, mengabaikan partai politik yang diwakili oleh mereka. Ia menekankan bahwa nomor urut caleg tidak menjamin terpilihnya caleg tersebut dalam pemilu.

Agus mengkritik sistem pemilu proporsional terbuka karena mendorong partai politik bersaing dalam merekrut caleg yang populer dan kaya tanpa mempertimbangkan ideologi dan struktur partai. Hal ini mengakibatkan caleg yang terpilih lebih mewakili dirinya sendiri daripada partai politik yang diwakilinya.

Mendukung Perubahan Sistem Pemilu Demi Demokrasi yang Lebih Stabil

Secara keseluruhan, perubahan dari sistem pemilu proporsional terbuka ke sistem pemilu proporsional tertutup merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan prinsip-prinsip demokrasi dalam sebuah negara demokrasi konstitusional. Pendapat dari ahli hukum seperti Fritz Edward Siregar dan Agus Riewanto mendukung pembenaran perubahan ini dengan tujuan untuk mengatasi tantangan seperti politik uang, kelemahan partai politik, dan pemilihan calon yang lebih berfokus pada figur daripada partai politik itu sendiri. Sidang pengujian UU Pemilu dan pertimbangan para ahli ini mencerminkan upaya untuk menciptakan sistem pemilihan umum yang lebih efektif, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.