Hukum BisnisMateri Hukum

Pelanggaran Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Dini Wininta Sari, S.H.
1329
×

Pelanggaran Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Sebarkan artikel ini
Pelanggaran Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi / Sumber: DALLE

Literasi HukumArtikel ini membahas implikasi hukum dari keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham dalam konteks Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Melalui analisis terhadap proses restrukturisasi perusahaan dan akuisisi, serta peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam penegakan aturan, penulis menyajikan pandangan mendalam tentang konsekuensi dari kegagalan dalam memenuhi kewajiban notifikasi yang ditetapkan, termasuk sanksi berupa denda yang signifikan. Pembahasan ini penting bagi pelaku usaha untuk memahami tanggung jawab hukum dalam transaksi korporasi guna menghindari pelanggaran yang bisa berakibat pada denda mahal dan kerugian reputasi.

Restrukturisasi Perusahaan Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi

Strategi hukum sebagai upaya peningkatan market power melalui kolaborasi dengan pelaku usaha lain yang seringkali diterapkan ialah restrukturisasi perusahaan. Restrukturisasi perusahaan berarti penyusunan ulang melalui manajemen dan pengelolaan keuangan guna memperkuat perusahaan dengan beberapa mekanisme seperti Merger, Konsolidasi, Pengambilalihan Perusahaan serta Pemisahan Perusahaan.

Tujuan perusahaan dalam melakukan restrukturisasi umumnya ialah untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi operasional perusahaan, memperluas pasar bisnis agar mampu bersaing di pasar dunia, mendorong kinerja perusahaan supaya mampu meningkatkan tambahan modal. Salah satu strategi aksi korporasi berupa pengambilalihan saham mampu memperluas kegiatan usaha serta memberikan dampak signifikan pada pasar dan pelaku usaha lainnya. Namun pada praktiknya, banyak pengambilalihan saham yang diterapkan oleh perusahaan dengan niat untuk meningkatkan kekuatan pasar pada satu perusahaan atau sekelompok perusahaan lainnya yang independen, sehingga mengarah pada penyalahgunaan eksistensi posisi dominan dalam penguasaan pasar seperti yang diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999).

Pelanggaran Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi / Sumber: DALLE

Pengambilalihan Saham (Akuisisi)

Pengambilalihan diartikan sebagai perdagangan saham suatu perusahaan, yang dapat dilakukan secara langsung atas saham yang ada oleh pemegang saham atau dengan pengeluaran saham baru melalui penerbitan/saham yang belum diterbitkan. Pengambilalihan terbagi menjadi dua jenis antara lain: Pengambilalihan Langsung (direct takeover), yang dilakukan melalui tahapan negosiasi dan kesepakatan, pengumuman rencana pengambilalihan, pengajuan keberatan, pembuatan akta pengambilalihan langsung dihadapan notaris, dan pengumuman hasil pengambilalihan. Sedangkan pengambilalihan tidak langsung mencakup: keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, penyusunan rencana akuisisi, pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan, pembuatan akta pengambilalihan serta pengumuman hasil pengambilalihan.

Akuisisi adalah sebuah strategi yang dihadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Ada berbagai faktor yang menjadi alasan pelaku usaha melakukan akuisisi, baik ekonomi maupun non-ekonomi. Secara spesifik, akuisisi dipilih oleh pelaku usaha untuk mendapatkan kemudahan perizinan perusahaan, hal ini karena diperolehnya izin resmi dari perusahaan yang diakuisisi untuk melakukan kegiatan usaha. Berdasarkan kondisi tersebut, perizinan menjadi pertimbangan berharga sebab perusahaan pengakuisisi tidak menjadi kesulitan dalam menangani masalah perizinan.

Kewajiban Pemberitahuan Akuisisi oleh Pelaku Usaha kepada KPPU

Bagi pelaku usaha wajib melakukan pemberitahuan mengenai akuisisi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP Nomor 57 Tahun 2010), yaitu pelaku usaha memberitahukan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan mengisi formulir yang ditentukan oleh KPPU.

Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa: “penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada KPPU, selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut. Ketentuan tersebut dikuatkan pula dengan Pasal 5 ayat (1) PP Nomor 57 tahun 2010 mengatur tentang: “waktu pemberitahuan dimana dilakukannya pengambilalihan perusahaan lain yang mengakibatkan nilai aset dan/atau nilai penjualan melebihi jumlah tertentu harus diberitahukan secara tertulis kepada KPPU paling lambat tanggal 30 hari kerja terhitung sejak tanggal sahnya sah.”

Batasan Nilai Aset untuk Melakukan Pemberitahuan Akuisisi

Batasan nilai untuk melakukan notifikasi akuisisi berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 57 Tahun 2010 yakni dengan “batasan nilai aset sebesar Rp. 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah).” Pasal 5 ayat (4) PP Nomor 57 Tahun 2010 menegaskan bahwa “nilai aset dan/atau nilai penjualan tidak hanya meliputi nilai aset dan/atau nilai penjualan dari perusahaan yang melakukan pengambilalihan, namun juga nilai aset dan/atau nilai penjualan dari perusahaan yang terkait secara langsung dengan perusahaan yang bersangkutan secara vertikal, yaitu induk perusahaan sampai dengan Badan Usaha Induk Tertinggi dan anak perusahaan sampai dengan anak perusahaan yang paling bawah.”

Kemudian berdasar pada Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019 mengatur pada pokoknya bahwa “nilai aset dan/atau nilai penjualan hasil akuisisi saham dihitung berdasarkan penjumlahan nilai penjualan dan/atau aset tahun terakhir yang telah diaudit dari masing-masing pihak yang melakukan akuisisi saham ditambah dengan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari seluruh Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Pelaku Usaha yang melakukan akuisisi saham.”

Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha

KPPU berdasarkan Pasal 36 UU Nomor 5 Tahun 1999 pada pokoknya adalah badan independen yang bertugas mengawasi persaingan usaha, menilai pelanggaran hukum, dan menjatuhkan sanksi. KPPU sebagai lembaga pengawas berwenang untuk menyelidiki, mengadili, dan memutus perkara persaingan usaha. KPPU dalam menjalankan fungsinya berupa fungsi pengaturan, administratif, dan semi yudisial secara bersamaan, sehingga KPPU disebut juga lembaga kuasi independen.

Tugas KPPU dalam melaksanakan fungsi pengawasan adalah menilai kegiatan usaha, perjanjian, dan ada tidaknya penyalahgunaan atau pelanggaran yang mengindikasikan terjadinya praktik monopoli serta persaingan usaha tidak sehat. Putusan KPPU mempunyai kedudukan yang kuat walaupun KPPU tidak termasuk lembaga peradilan dalam cabang kekuasaan kehakiman serta mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak ada keberatan terhadap putusan tersebut sebagaimana dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999.

Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang tersebut, kemudian telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Cipta Kerja.

Pelanggaran Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi / Sumber: DALLE

Akibat Hukum atas Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham

Waktu pelaksanaan kewajiban pemberitahuan akuisisi, yaitu kewajiban untuk diberitahukan setelah akuisisi efektif secara legal. Apabila perusahaan tidak melakukan pra-pemberitahuan atau konsultasi, maka perusahaan melakukan akuisisi selanjutnya memberitahukan kepada KPPU. Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf e UU Nomor 5 Tahun 1999, terkait pendapat yang mengandung penolakan akuisisi dengan alasan itu, KPPU dapat memberi sanksi berupa penetapan perolehan. Jika pembatalan itu dilakukan, telah jelas bahwa pelaku usaha akan mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini menyebabkan maraknya kasus-kasus keterlambatan pemberitahuan.

Akibat hukum dalam aspek hukum perdata timbul sebab apabila hukum, hak dan kewajiban terganggu, hakikatnya hukum ialah melindungi masyarakat baik dalam hukum publik maupun privat. Menurut Vollmar dan Sudikno Mertokusumo, akibat hukum adalah norma atau aturan yang memberikan pembatasan perlindungan kepentingan perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap lainnya dalam hubungan kekeluargaan dan pelaksanaanya diserahkan kepada masing-masing pihak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP Nomor 57 Tahun 2010, “pelaku usaha yang menyampaikan pemberitahuan secara tertulis melebihi tiga puluh hari sejak tanggal telah berlaku secara efektif hukum maka dikenakan sanksi berupa denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).”

Denda Maksimal Bagi Akuisisi yang Menimbulkan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tujuan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 ialah untuk memberikan insentif pada para pelaku usaha supaya mematuhi kewajibannya dalam menyampaikan notifikasi kepada KPPU dalam batas jangka waktu yang telah ditetapkan. Penjatuhan hukuman denda yang signifikan diharapkan berdampak positif pada pelaku usaha agar terus berlanjut mematuhi peraturan dan disiplin dalam menjalankan kewajiban pelaku usaha berdasarkan regulasi yang berlaku. Dengan berlakunya Pasal 6 PP Nomor 57 Tahun 2010 terkait dengan batasan jumlah denda administratif, mampu menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha agar memahami tingkatan denda dalam kasus pelanggaran kewajibannya.

Pendekatan rule of reason yang menitikberatkan pada pembuktian dampak kegiatan usaha setelah akuisisi mengindikasikan bahwa tindakan pelaku usaha tidak semestinya semua ilegal. Apabila terdapat praktek monopoli mengenai penyalahgunaan posisi dominan, menimbulkan pusat kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi terhadap suatu produk dan atau jasa tertentu.

KPPU dapat memberikan tindakan sanksi berupa denda maksimal sebagaimana “penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham”, apabila akuisisi antar perusahaan satu dengan perusahaan lainnya terbukti melakukan aksi korporasi yang berpotensi terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Akibat hukumnya KPPU dapat menerapkan pembatalan atas akuisisi yang mampu menimbulkan efek jera dan pemulihan kerugian oleh para pelaku usaha.

Kesimpulan

Keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum, sebab memenuhi unsur kesalahan dengan bentuk kelalaian dengan alasan pengurusan dokumen keperluan notifikasi akuisisi yang membutuhkan waktu lama. Alhasil berakibat pada terjadinya pelanggaran atas regulasi dalam hukum persaingan usaha. Akibat hukum dari adanya keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham yang melanggar ketentuan Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999, maka dikenakan sanksi administratif berupa denda yang harus disetorkan ke kas negara. Seharusnya, para pelaku usaha sebelum melakukan akuisisi saham diwajibkan melaksanakan konsultasi kepada KPPU terlebih dulu.

Referensi

  • Disemadi, Hari Sutra, and Agung Sujati Winata. “Legal Review of the Late Notification of Acquisition of Commission for Supervision of Business Competition (Study of KPPU Case Decision No: 07/KPPU-M/2018).” Yurisdiksi: Jurnal Wacana Hukum Dan Sains 15, no. 2 (2020): 123–34.
  • Fuady, F. Hukum Tentang Merger. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.
  • Latif, Inas Sofia, Ilham Aji Pangestu, and Muhammad Rizqi Fadhlillah. “Critical Study of Business Competition Supervisory Commission’s Authority in Handling Business Competition Violations.” Justisi 9, no. 3 (2023): 279–302.
  • Sudirman, Lu. “Implementation Of Pre-Notification In The Company’s Merger & Acquisition: Preventive Action On Notification Delays.” Jurnal Pacta Sunt Servanda 4, no. 1 (2023): 110–19.
  • Tutik, Titik Triwulan. Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006.
  • Yustisia, Cita, R. Serfianto D. Purnomo, and Iswi Hariyani. Restrukturisasi Perusahaan : Dalam Perspektif Hukum Bisnis Pada Berbagai Jenis Badan Usaha. Jakarta: Andi Offset, 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Legal due diligence dalam bisnis
Hukum Bisnis

Literasi Hukum – Legal due diligence (LDD) merupakan salah satu aspek penting dalam dunia bisnis. Perusahaan perlu memahami hal-hal terkait manajemen risiko untuk membantu menentukan keputusan yang lebih tepat, efektif,…