PidanaMateri Hukum

Kekuatan Keterangan Saksi dalam Perkara Pidana: Memahami Nilai dan 4 Jenisnya

Dini Wininta Sari
187
×

Kekuatan Keterangan Saksi dalam Perkara Pidana: Memahami Nilai dan 4 Jenisnya

Share this article
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi
Ilustrasi Gambar (Sumber: Canva AI)

Literasi HukumPelajari peran penting keterangan saksi dalam proses pembuktian perkara pidana. Artikel ini mengulas tuntas tentang nilai kekuatan pembuktian, jenis-jenis saksi, serta ketentuan hukum terkait. Temukan pula informasi tentang saksi a de charge, a charge, mahkota, dan de auditu. Pahami bagaimana keterangan saksi dapat membantu hakim dalam mencapai keadilan.

Kekuatan Alat Bukti Keterangan Saksi

Berdasarkan Pasal 185 KUHAP, keterangan saksi sebagai alat bukti adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan, bertitik berat sebagai alat bukti ditujukan pada permasalahan yang berhubungan dengan pembuktian. Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana, karena pembuktian dalam perkara pidana adalah mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. The degree of evidence keterangan saksi mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

Advertisement
Advertisement

Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu memiliki hubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga mampu membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu (Pasal 185 ayat (4) KUHAP). Ini dinamakan kesaksian berantai (kettingbewijs), yang disebutkan juga dalam Pasal 300 ayat (2) HIR.

Misalnya, seorang saksi menerangkan bahwa ia melihat terdakwa pada jam 12.00 WIB tanggal 1 April 2018 berjalan di Jalan Kenanga, Jakarta. Saksi kedua menerangkan bahwa ia melihat terdakwa masuk ke pekarangan rumah nomor 7 di jalan tersebut pada kira-kira jam 19.00 WIB. Saksi ketiga menerangkan bahwa ia melihat terdakwa menunggu dan naik taksi pada jam 20.00 WIB tanggal 1 April 2018 di tepi Jalan Kenanga, Jakarta sambil membawa sebuah televisi. Keterangan saksi yang berdiri sendiri-sendiri tersebut berantai dan menjadi bukti bahwa terdakwa telah mencuri televisi milik si B di rumah nomor 7 Jalan Kenanga Jakarta.

Keterangan Saksi Yang Bersifat Bebas

Dalam pelaksanaan persidangan pidana, kebebasan saksi dalam memberikan keterangan perlu dijamin agar keterangan yang disampaikan bebas dari keraguannya. Pemberian keterangan yang sebenar-benarnya, yaitu yang bebas dari keraguan, perlu untuk dijamin kebebasan pengutaraannya meskipun keterangan yang disampaikan akan memberatkan maupun memperingan salah satu pihak dalam persidangan.

Adanya kemungkinan untuk memperberat maupun memperingan salah satu pihak menyebabkan saksi perlu untuk dilindungi kebebasannya, hal ini tercermin dari Pasal 173 KUHAP yang menyatakan bahwa ketika kehadiran terdakwa menjadi halangan dalam pemberian keterangan saksi, maka saksi tersebut dapat memberikan keterangan dalam persidangan tanpa hadirnya terdakwa.

Arti penting saksi tidak hanya terletak pada apakah ia melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana, namun juga apakah kesaksiannya itu relevan atau tidak dengan perkara pidana yang sedang diproses.

Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi

Alat bukti keterangan saksi memiliki nilai kekuatan pembuktian yang harus dipenuhi antara lain:

  1. Harus mengucapkan sumpah atau janji. Berdasarkan Pasal 160 ayat (3) KUHAP dan Pasal 160 ayat (4) KUHAP.
  2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti adalah setiap keterangan saksi yang didengarnya sendiri, yang dilihat dan yang dialaminya sendiri.
  3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran bukan merupakan keterangan saksi berdasarkan Pasal 185 ayat (5) KUHAP.
  4. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan yang bertujuan agar saksi dapat dinilai sebagai alat bukti sesuai dengan Pasal 185 ayat (1) KUHAP dengan maksud keterangan tersebut dapat dikonfirmasi oleh hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum.
  5. Keterangan saksi saja dirasa belum cukup. Hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 183 KUHAP tentang hakim tidak boleh menjatuhkan putusan jika alat bukti sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti.
  6. Asas unnus testis nullus testis yang memiliki arti satu saksi bukan saksi. Pasal 185 ayat (2) KUHAP mengatur keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan. Asas tersebut dapat diingkari dengan Pasal 185 ayat (3) yang garis besarnya menyatakan bahwa ketentuan ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah.

Bentuk-Bentuk Alat Bukti Keterangan Saksi

Saksi a de charge

Kekuatan Keterangan Saksi dalam Perkara Pidana: Memahami Nilai dan 4 Jenisnya
Ilustrasi Gambar Saksi a de charge

Ketentuan Pasal 65 KUHAP mengatur mengenai hak terdakwa dalam hal perkara pidana, oleh karena itu terdakwa memiliki hak untuk mengajukan saksi yang dapat menguntungkan dirinya. Saksi yang dimaksud ialah saksi A de Charge yaitu keterangan saksi yang dapat diajukan oleh pihak terdakwa untuk memberikan keterangan yang dapat meringankan terdakwa serta dapat membantu terdakwa untuk membuktikan bahwa apa yang menjadi dakwaan penuntut umum. Kehadiran saksi a de charge ini terbatas pada keinginan dari tersangka untuk didengar kesaksiannya dan kehadirannya baik dalam penyidikan.

Selain itu, terdapat beberapa syarat agar saksi dapat diajukan sebagai a de charge, yakni meliputi apa yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, dialami sendiri dan mendeskripsikan dengan jelas terkait sumber dan alasan pengetahuan yangberhubungan dengan peristiwa dan keadaan yang dilihatnya, didengarnya atau dialaminya.

Saksi a charge

Kekuatan Keterangan Saksi dalam Perkara Pidana: Memahami Nilai dan 4 Jenisnya
Ilustasi Gambar Saksi a charge

Merupakan kebalikan dari saksi a de charge, karena saksi a charge ini merupakan saksi yang memberikan keterangan dengan maksud untuk menguatkan tuntutan dari pihak jaksa sehingga dapat melemahkan pihak terdakwa. Ketentuan mengenai saksi a charge telah diatur dalam ketentuan pasal 160 ayat 1 KUHAP. Keterangan saksi a charge adalah alat bukti yang pertama kali diperiksa saat pemeriksan di pengadilan, hal tersebut dikarenakan saksi a charge merupakan salah stau alat bukti utama dalam pembuktian perkara pidana.

Saksi Mahkota

Kekuatan Keterangan Saksi dalam Perkara Pidana: Memahami Nilai dan 4 Jenisnya
Ilustrasi Gambar Saksi Mahkota

Saksi mahkota merupakan saksi yang berasal dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang secara bersama-sama melakukan tindak pidana sehingga dakam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota. Mahkota tersebut ialah ditiadakannya penuntutan terhadap perkara atau diringankannya tuntutan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.

Dalam KUHAP saksi mahkota diatur dalam ketentuan Pasal 168 yang pada dasarnya menjelaskan bahwa pihak yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama maka keterangannya tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan diri menjadi saksi. Namun setelah adanya Peraturan MA RI Nomor 1986 K/Pid/1989 Taggal 21 Maret 1990 maka tidak ada larangan mengenai keterangan dari saksi mahkota, yaitu saksi tersebut ialah saksi mahkota yang bersangkutan kedudukannya sebagai terdakwa tidak masuk dalam satu berkas perkara dengan terdakwa yang diberikan kesaksian.

Peraturan tersebut juga telah mendefinisikan saksi mahkota sebagai teman terdakwa yang melakukan tindak pidana bersama-sama diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum, yang mana perkaranya di splitsing karena kurangnya alat bukti.

Jenis Jenis Saksi

Saksi Relatif enbevoegd

Merupakan saksi yang tidak mampu secara nisbi/relatif. Keterangan yang diberikan orang tersebut didengar namun tidak sebagai sebagai saksi. Hal tersebut biasanya didasarkan pada beberapa alasan, misalnya seorang anak yang dikatergorikan belum cukup umur dan anak tersebut dalam memberikan keterangan tidak di sumpah, dan orang gila atau mengalami gangguan jiwa.

Saksi Absolut anbevoegd

Merupakan saksi yang memberikan keterangan namun hakim tidak boleh mendengarkan kesaksiannya. Hal tersebut dikarenakan yang menjadi saksi masih memiliki hubungan darah dengan terdakwa. Misalnya, Ibu yang menjadi saksi atas anaknya yang menjadi terdakwa sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 186 KUHAP.

Saksi de auditu

Merupakan salah satu perluasan makna saksi yang merupakan orang yang mendengar keterangan atau terjadinya tindak pidana dari orang lain bukan melihat atau mendengar sendiri tindak pidana yang terjadi. Saksi de auditu sampai saat ini belum diatur dalam KUHAP, sehingga keterangannya tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti keterangan saksi, namun kiranya hakim dapat menjadikan keterangan saksi de auditu sebagai petunjuk dengan didukung alat bukti yang sah lainnya.

Saksi verbalisan (penyidik)

Dalam hukum acara pidana, saksi verbalisan merupakan seorang penyidik yang kemudian dapat menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibuat dibawah tekanan dan paksaan. Dengan demikian, diperlukan saksi verbalisan untuk mengetahui dan membuktikan benar atau tidaknya pernyataan terdakwa mengenai perlakuan penyidik dalam melakukan BAP.

Adanya saksi verbalisan dalam perkara pidana akan mencoba menyiratkan adanya variabel dan korelasi yang erat antara teori tentang pidana dan pemidanaan disatu pihak dengan kebijakan hakim pidana di lain pihak, yang ternyata diantara keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam kerangka sistem peradilan pidana.

Dengan kehadiran penyidik yang menjadi saksi verbalisan, maka hakim dapat menggali lebih dalam mengenai kronologi perkara yang terjadi, khususnya sebelum perkara dilimpahkan ke persidangan pengadilan. Hakim dapat menilai apakah alat bukti yang akan digunakan sebelum penyidikan sudah cukup. Sehingga, dapat diketahui secara lebih rinci mengenai suatu perkara mulai dari proses laporan sampai pengaduan adanya tindak pidana.

Maka dari itu, hakim perlu memberikan beberapa pertanyaan kepada saksi verbalisan, mengingat bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan kepolisian terdapat dua tahapan, yaituS penyelidikan dan penyidikan. Penyidikan dapat dilaksanakan jika sebelumnya telah dilakukan penyelidikan, sehingga jika dilakukan suatu pemeriksaan terhadap diri terdakwa maka fungsi penyelidikan dalam hal ini tidak dijalankan secara maksimal.

Referensi

Buku:

  1. Andi Hamzah. (2019). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
  2. Eddy O.S. Hiariej. (2012). Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.
  3. Yahya Harahap. (2010). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding dan Oninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

Artikel Jurnal:

  1. Gerald Majampoh. (2013). “Kesaksian Palsu di Depan Pengadilan dan Proses Penanganannya”. Jurnal Lex Crimen, 2(1), 1-20.
  2. Ignatius Ninorey. (2018). “Penggunaan Alat Bukti Keterangan Saksi A Charge Dalam Pembuktian Tindak Pidana Penipuan Tenaga Kerja”. Jurnal Verstek, 5, 1-15.
  3. Nita Uria Robia Saputri. (2019). “Kedudukan Hukum Saksi Verbalisan Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana (Putusan Nomor : 15/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Tar)”. Fakultas Hukum.
  4. Saktian Naris Pradita. (2019). “Kedudukan Saksi A De Charge Pada Proses Pengadilan Tindak Pidana Korupsi”. Journal of Chemical Information and Modeling, 2(9), 1-10.
  5. Setiyono. (2007). “Eksistensi Saksi Mahkota Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana”. Lex Jurnalica 5, 1(1), 1-15.

Skripsi:

  1. Silvia Wulan Apriliani. (2015). Peranan Keterangan Saksi Sebagai Alat Bukti Dalam Proses Peradilan Pidana (Studi Pada Pengadilan Negeri Ungaran). Universitas Negeri Semarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.