Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Opini

UMKM Tanpa Payung Hukum: Rentan dan Terpinggirkan

Nurzen Maulana S.P.
4
×

UMKM Tanpa Payung Hukum: Rentan dan Terpinggirkan

Sebarkan artikel ini
UMKM Tanpa Payung Hukum: Rentan dan Terpinggirkan
UMKM Tanpa Payung Hukum: Rentan dan Terpinggirkan

Literasi Hukum – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024, UMKM menyumbang sekitar 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia (BPS, 2024)¹. Meskipun kontribusi ini sangat signifikan, UMKM masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal perlindungan hukum. Tanpa adanya payung hukum yang jelas, UMKM rentan terhadap berbagai risiko, mulai dari persaingan yang tidak sehat hingga masalah aksesibilitas terhadap pembiayaan. Dalam tulisan ini, kita akan membahas mengapa UMKM tanpa payung hukum menjadi rentan dan terpinggirkan dalam konteks ekonomi Indonesia. 

Pentingnya Payung Hukum bagi UMKM 

Perlindungan hukum bagi UMKM sangat penting untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif. Dengan adanya regulasi yang jelas, pelaku UMKM dapat beroperasi dengan lebih aman dan percaya diri. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hanya sekitar 20% dari UMKM yang memiliki akses terhadap pembiayaan formal, sementara sisanya harus bergantung pada sumber pembiayaan informal yang sering kali tidak jelas (OJK, 2024)². Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi UMKM agar mereka bisa mendapatkan akses yang lebih baik terhadap pembiayaan. 

Dalam konteks ini, payung hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat perlindungan, tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan. Dengan adanya kepastian hukum, investor akan lebih tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor UMKM. Sebagai contoh, di negara-negara maju seperti Jerman dan Jepang, perlindungan hukum yang kuat terhadap UMKM telah mendorong pertumbuhan sektor ini secara signifikan (Fajarihza & Rini, 2025)³. 

Tantangan yang Dihadapi UMKM Tanpa Payung Hukum 

Tanpa adanya payung hukum yang jelas, UMKM menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah persaingan yang tidak sehat. Banyak pelaku usaha besar yang beroperasi tanpa memperhatikan regulasi yang ada, sehingga UMKM sering kali terpinggirkan dalam persaingan. Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 40% UMKM mengalami kerugian akibat praktik bisnis yang tidak fair dari perusahaan besar (BPS, 2024)⁴.  

Selain itu, UMKM juga rentan terhadap risiko hukum. Tanpa adanya perlindungan hukum, pelaku UMKM sering kali menjadi korban penipuan atau pelanggaran kontrak. Misalnya, kasus pemalsuan produk yang melibatkan UMKM sering kali terjadi, dan tanpa adanya dukungan hukum, mereka kesulitan untuk memperjuangkan hak-haknya (Izzuddin & Shaidra, 2024)⁵. 

Dampak Ekonomi dari Ketidakberdayaan Hukum UMKM 

Ketidakberdayaan hukum yang dialami oleh UMKM tidak hanya berdampak pada pelaku usaha itu sendiri, tetapi juga pada perekonomian nasional secara keseluruhan. Menurut data dari BPS, sektor UMKM berkontribusi sebesar 61% terhadap PDB, namun banyak dari mereka yang terpaksa menghentikan operasional akibat ketidakpastian hukum (BPS, 2024)¹. Hal ini mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dan menurunnya daya beli masyarakat. 

Lebih jauh lagi, ketidakpastian hukum juga menghambat inovasi dan pengembangan produk baru di kalangan UMKM. Tanpa adanya perlindungan yang memadai, pelaku UMKM enggan untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, yang pada gilirannya mengurangi daya saing mereka di pasar global (Puspadini, 2025)⁶.   

Upaya Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan Hukum 

Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya perlindungan hukum bagi UMKM dan telah mengambil beberapa langkah untuk memberikan payung hukum. Salah satu langkah tersebut adalah melalui penerbitan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, yang memberikan landasan hukum bagi pengembangan UMKM di Indonesia. Namun, implementasi dari undang-undang ini masih menghadapi berbagai kendala. 

Data dari Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% UMKM yang telah terdaftar secara resmi, padahal pendaftaran ini penting untuk mendapatkan perlindungan hukum (Ditjen AHU, n.d.)⁷. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran pelaku UMKM tentang pentingnya legalitas usaha. 

Peran Masyarakat dan Komunitas dalam Mendukung UMKM 

Selain peran pemerintah, masyarakat dan komunitas juga memiliki tanggung jawab dalam mendukung UMKM. Masyarakat dapat berperan aktif dengan membeli produk lokal dan mendukung usaha kecil di sekitar mereka. Selain itu, komunitas juga dapat membantu memberikan edukasi tentang pentingnya legalitas usaha dan perlindungan hukum bagi pelaku UMKM. 

Beberapa inisiatif komunitas telah terbukti efektif dalam memberikan dukungan kepada UMKM. Misalnya, program pendampingan usaha yang diadakan oleh berbagai lembaga non-pemerintah telah berhasil meningkatkan kesadaran pelaku UMKM tentang pentingnya perlindungan hukum dan akses terhadap pembiayaan (Novamalinda, 2023)⁸.  

Kesimpulan 

UMKM adalah pilar penting dalam perekonomian Indonesia, namun mereka masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal perlindungan hukum. Tanpa adanya payung hukum yang jelas, UMKM menjadi rentan dan terpinggirkan, yang berdampak negatif tidak hanya pada mereka tetapi juga pada perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas untuk memberikan dukungan yang lebih baik bagi UMKM. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa UMKM dapat berkontribusi secara maksimal terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. 

Referensi 

  1. Badan Pusat Statistik Indonesia. (1 Maret 2024). Posisi Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Bank Umum. Diakses pada 24 Februari 2025, dari [BPS](https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTk2MiMy/posisi-kredit-usaha-mikro–kecil–dan-menengah–umkm-sup1-sup-pada-bank-umum.html)
  2. Otoritas Jasa Keuangan. (2024). Jalan baru OJK: agar akses pembiayaan UMKM lebih mudah. Diakses pada 24 Februari 2025, dari [OJK](https://indonesia.go.id//kategori/editorial/8630/jalan-baru-ojk-agar-akses-pembiayaan-umkm-lebih-mudah?lang=1?lang=1)
  3. Fajarihza, R. F., & Rini, A. S. (2025, February 11). Kredit UMKM Tumbuh Cekak pada 2024, OJK Buka-bukaan Alasannya. Bisnis.com. Diakses dari [Bisnis](https://finansial.bisnis.com/read/20250211/90/1838746/kredit-umkm-tumbuh-cekak-pada-2024-ojk-buka-bukaan-alasannya)
  4. Badan Pusat Statistik Indonesia. (18 September 2024). Jumlah Perusahaan Industri Skala Mikro dan Kecil Menurut Provinsi. Diakses pada 24 Februari 2025, dari [BPS](https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDQwIzI=/jumlah-perusahaan-industri-skala-mikro-dan-kecil-menurut-provinsi.html)
  5. Izzuddin, H., & Shaidra, A. (2024, November 27). Penghapusan piutang macet UMKM: Bank masih Verifikasi Data, OJK Siap hapus Catatan SLIK. Tempo. Diakses dari [Tempo](https://www.tempo.co/ekonomi/penghapusan-piutang-macet-umkm-bank-masih-verifikasi-data-ojk-siap-hapus-catatan-slik-1173736)
  6. Puspadini, M. (2025, February 11). Kredit UMKM Bank Terpuruk, Ini Penjelasan OJK. CNBC Indonesia. Diakses dari [CNBC](https://www.cnbcindonesia.com/market/20250211140720-17-609752/kredit-umkm-bank-terpuruk-ini-penjelasan-ojk)
  7. Ditjen AHU. (n.d.). Legalitas Usaha adalah Investasi Masa Depan UMKM. Diakses dari [Ditjen AHU](https://portal.ahu.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/5158-ditjen-ahu-legalitas-usaha-adalah-investasi-masa-depan-umkm)
  8. Novamalinda. (2023, November 7). Penyuluhan Hukum Bisnis bagi Para Pelaku Usaha UMKM. Diakses dari [UGM](https://law.ugm.ac.id/penyuluhan-hukum-bisnis-bagi-para-pelaku-usaha-umkm/)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.