Pidana

Serba-Serbi Hukum Pidana Bagian Ke-5: Sifat Melawan Hukum

Heksa Archie Putra Nugraha
1512
×

Serba-Serbi Hukum Pidana Bagian Ke-5: Sifat Melawan Hukum

Sebarkan artikel ini
sifat melawan hukum
Ilustrasi Gambar

Unsur “Melawan Hukum” dalam KUHP

Literasi Hukum – Rumusan suatu delik pasti memuat ihwal apa yang dilarang, baik delik formil dengan perbuatan yang dilarang maupun delik materiil dengan akibat yang dilarang. Namun demikian, segala jenis delik pasti memuat sifat melawan hukum di dalamnya. Unsur “melawan hukum” dapat dinyatakan secara eksplisit ataupun tidak, bergantung pada anasir tiap-tiap pasal.

Contoh delik yang secara positif memuat unsur “melawan hukum” dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut sebagai “KUHP”), antara lain:

Pasal 372 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.”

Pasal 362 KUHP

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.”

Terhadap pasal-pasal yang mencantumkan secara jelas unsur “melawan hukum”, hal tersebut dapat dimaknai jika dilakukan secara menurut hukum maka diperbolehkan. Ambil contoh Pasal 362 KUHP yang bilamana perbuatan mengambil barang milik orang lain atas seizin yang berhak, maka tidak dapat dijerat dengan pasal a quo.

Selain itu, penyematan unsur “melawan hukum” memberi beban pembuktian lebih kepada Penuntut Umum. Ketika unsur tersebut tidak terbukti, maka demi hukum terdakwa harus dibebaskan. Apabila hakim ragu-ragu mengenai pembuktian unsur tersebut, menurut asas in dubio pro reo, maka terdakwa juga harus dibebaskan. Meskipun demikian, jika hakim ragu mengenai pembuktian unsur “melawan hukum”, hakim juga bisa saja bertumpu pada asas in dubio pro lege fori.

Di lain sisi, terdapat pula pasal yang tidak menyatakan secara jelas unsur “melawan hukum.” Hal tersebut disebabkan perbuatan yang tercantum sudah sedemikian jahatnya di dalam asumsi masyarakat sehingga tidak perlu dicantumkan secara jelas di dalam rumusan delik.

Konsep Melawan Hukum

Pada dasarnya, konsep sifat melawan hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materiil. Sifat melawan hukum formil berarti suatu perbuatan mencocoki rumusan norma larangan yang dimuat dalam undang-undang. Di lain sisi, sifat melawan hukum materiil lebih luas sebab juga meliputi bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan kepatutan yang ada di masyarakat.

Terhadap sifat melawan hukum materiil masih terbagi lagi menjadi dua, yaitu dalam fungsi positif dan dalam fungsi negatif. Sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif berarti mempositifkan atau menyatakan suatu tindakan dianggap sebagai delik karena hukum materiil walaupun tidak diatur sebagai tindak pidana dalam undang-undang. Mengenai sifat hukum materiil yang demikian berbenturan dengan asas legalitas pada Pasal 1 ayat (1) KUHP.

Namun demikian, masih terbuka ruang bagi sifat melawan hukum materiil dalam fungsi negatif, yaitu menegasikan atau menghapuskan sifat melawan hukum dalam sebuah delik. Hal ini diizinkan selama negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, dan terdakwa tidak mendapatkan keuntungan. Menurut Komariah Sapardjaja, penerapan sifat melawan hukum materiil di atas harus memperhatikan:

  1. Perbuatan terdakwa yang memberi manfaat bagi kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang,
  2. Perbuatan terdakwa melindungi hukum yang lebih tinggi, yaitu kebermanfaatan untuk kepentingan luas dan khalayak umum, dan
  3. Perbuatan terdakwa mengandung nilai yang lebih besar bagi kepentingan masyarakat ketimbang bagi dirinya. Adapun yang dimaksud di sini adalah terdakwa tidak mendapat kepentingan apa pun dari tindakan yang dilakukan demi masyarakat.

Selain pembagian di atas, konsep melawan hukum juga dapat ditinjau menjadi dua, yakni melawan hukum objektif yang kurang lebih sama dengan sifat melawan hukum formil dan melawan hukum subjektif yang berkaitan dengan niat atau mens rea. Untuk menilai apakah ada niat dari pelaku, maka dikenal konsep kesalahan yang berlandaskan asas geen straf zonder schuld. Kesalahan sendiri terbagi atas kesengajaan dan kealpaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.