Literasi Hukum – Ambang batas parlemen adalah persentase suara minimal partai politik untuk memperoleh kursi di parlemen, dengan tujuan memperkuat kepartaian dan meningkatkan stabilitas politik. Artikel ini membahas manfaat, tantangan, serta alternatif ambang batas parlemen, termasuk usulan ambang batas 1 persen oleh Perludem. Dalam menentukan ambang batas ideal, perlu mempertimbangkan hak pilih rakyat, kekuatan sistem kepartaian, dan efektivitas pemerintahan. Artikel ini menekankan pentingnya memahami konteks politik dan sosial sebelum menerapkan ambang batas.
Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan persentase suara minimum yang harus diperoleh partai politik agar dapat memperoleh kursi di parlemen. Penerapan sistem ini bertujuan untuk memperkuat sistem kepartaian, meningkatkan stabilitas politik, dan mendorong terbentuknya pemerintahan yang efektif.
Di Indonesia, ambang batas parlemen pertama kali diterapkan pada tahun 2004. Lebih lengkapnya sejarah penerapan ambang batas parlemen yang berlaku di Indonesia dapat dilihat di bawah ini:
Pada tanggal 29 Februari 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang menyatakan bahwa:
“Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.”
Menentukan ambang batas parlemen yang ideal di Indonesia merupakan isu kompleks dengan berbagai sudut pandang. Berikut beberapa argumen terkait ambang batas parlemen:
Perludem, sebuah organisasi pemantau pemilu, mengusulkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 1 persen. Usulan ini didasarkan pada rumus Taagepera yang memperhitungkan besaran daerah pemilihan dan kursi legislatif.
Perludem meyakini bahwa ambang batas 1 persen ini cukup untuk menyaring partai politik yang tidak memiliki dukungan signifikan dari pemilih, tanpa mengurangi proporsionalitas hasil pemilu.
Perludem melakukan simulasi penerapan ambang batas 1 persen pada pemilu-pemilu sebelumnya:
Simulasi ini menunjukkan bahwa ambang batas 1 persen dapat menghasilkan parlemen yang lebih representatif dengan suara rakyat dan meminimalisir suara terbuang.
Penerapan ambang batas 1 persen diyakini akan membawa manfaat, antara lain:
Pada akhirnya, penentuan ambang batas parlemen yang ideal perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan, termasuk:
Penerapan ambang batas parlemen memiliki manfaat dan tantangannya sendiri. Penting untuk mempertimbangkan konteks politik dan sosial di setiap negara sebelum memutuskan untuk menerapkan sistem ini.
Founder Literasi Hukum Indonesia | Orang desa yang ingin berkarya.
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini