Literasi Hukum – Rabu, 15 Maret 2023, Mahkamah Konstitusi akan menggelar rapat pleno hakim untuk memilih ketua dan wakil ketua. Pemilihan akan dilakukan dalam dua tahap yang akan dimulai pada pukul 11.00 WIB.
Mahkamah Konstitusi akan melakukan pemilihan ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Meskipun seluruh hakim konstitusi mempunyai hak yang sama untuk menjadi ketua, dua hakim konstitusi diyakini akan bersaing ketat dalam pemilihan tersebut, yakni Anwar Usman yang saat ini menjabat sebagai ketua dan Arief Hidayat yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai ketua Pemilihan ketua dan wakil ketua akan dilakukan dalam rapat pleno hakim pada hari Rabu, tanggal 15 Maret 2023 pukul 11.00 WIB.
Dua Tahap dalam Proses Pemilihan Ketua dan Wakil Mahkamah Konstitusi
Menurut siaran pers yang dikeluarkan oleh MK pada hari Selasa, 14 Maret, pemilihan akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama akan dilakukan melalui musyawarah mufakat antara sembilan hakim. Apabila tidak terjadi kesepakatan, maka pemilihan akan dilakukan melalui pemungutan suara terbuka di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta.
Setelah terpilih, ketua dan wakil ketua akan mengucapkan sumpah dalam sidang pleno khusus MK yang akan diselenggarakan pada hari Senin, 20 Maret. MK juga mengundang Presiden/Wakil Presiden, pimpinan lembaga negara, menteri, dan para pejabat lainnya untuk menghadiri acara tersebut.
Menurut informasi, Anwar dan Arief memiliki jumlah pemilih yang hampir sama, keduanya sama-sama kuat. Proses lobi di antara hakim konstitusi terjadi hingga hari pemilihan. Enny Nurbaningsih, juru bicara MK, membantah adanya proses lobi-lobi tersebut ketika dikonfirmasi. Dia mengatakan bahwa tidak ada hakim yang menghubunginya untuk meminta dukungan karena mereka menyadari pentingnya menjaga independensi MKMK. Enny juga menjelaskan bahwa saat ini dia sedang fokus pada tugasnya di MKMK, dan ketika bertemu dengan Anwar dan Arief, mereka hanya berkoordinasi mengenai perkara dan pengganti panel karena ia sedang sidang di MKMK.
Tugas dan Tantangan Berat Ketua Terpilih
Kedua kandidat tersebut mendapat sorotan dari masyarakat sipil dengan catatan yang berbeda-beda. Anwar, sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo, membuat sebagian orang khawatir akan mempengaruhi independensinya sebagai hakim dan ketua Mahkamah Konstitusi. Di sisi lain, Arief Hidayat pernah dikenai sanksi etik ringan oleh Dewan Etik.
Menurut Charles Simabura, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan selain berharap kedua kandidat tersebut dapat membuka lembaran baru jika terpilih sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi. “Jika dipercayakan untuk memimpin Mahkamah Konstitusi, mereka harus mengembalikan martabat personal dengan menunjukkan independensinya dan memperbaiki citra institusi. Meskipun Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga kolektif kolegial, mereka mewakili citra lembaga tersebut,” ujarnya.
Anwar dan Arief diharapkan dapat memberikan warisan yang baik dengan memperbaiki citra Mahkamah Konstitusi dan menegaskan posisinya sebagai “pengawal konstitusi”. “Ubah citra, menjadi seseorang yang kembali ke jati diri, menjadi seorang negarawan,” tambah Charles.
Kedua kandidat tersebut memiliki waktu hingga tahun 2026 untuk menjabat sebagai hakim konstitusi. Anwar akan menyelesaikan masa jabatannya selama 15 tahun pada tahun tersebut, sementara Arief Hidayat akan memasuki usia pensiun 70 tahun.
Charles menyarankan agar para hakim konstitusi mempertimbangkan berbagai tantangan yang akan dihadapi MK di masa depan dalam memilih pimpinan MK. Tantangan tersebut antara lain terkait pemilu serentak, regulasi kontroversial seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Cipta Kerja, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ibu kota negara, dan regulasi terkait sumber daya alam yang akan menjadi perdebatan.
Menurut Charles, hal terbesar yang harus dijaga pada tahun ini dan tahun depan adalah demokrasi, termasuk ruang untuk mempertanyakan perubahan pada UUD 1945, perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, serta penundaan pemilu. Oleh karena itu, pimpinan MK yang baru harus menjadi negarawan yang mampu berdiri di atas kepentingan kelompok.
Pimpinan MK ke depan juga diharapkan dapat berpihak pada publik, meskipun tekanan terhadap institusi dan diri hakim semakin nyata. Ada rencana revisi UU MK yang memperkenalkan evaluasi lima tahunan terhadap hakim MK oleh lembaga pengusul, namun pimpinan MK diharapkan tetap menjunjung tinggi independensi dan integritas hakim.
Sumber:
Kompas.id