Opini

Upaya Hukum Nasabah Bank Digital

Arya Putra Rizal Pratama
1229
×

Upaya Hukum Nasabah Bank Digital

Sebarkan artikel ini
Upaya Hukum Terhadap Nasabah Bank Digital Apabila Mengalami Kerugian
Ilustrasi Gambar

Literasi Hukum – Pahami hak dan pilihan Anda sebagai nasabah bank digital. Artikel ini membahas upaya hukum yang tersedia untuk melindungi Anda dari kerugian, termasuk negosiasi, mediasi, dan litigasi. Temukan informasi tentang regulasi bank digital, solusi sengketa, dan langkah-langkah untuk meminimalkan risiko.

Upaya Hukum Nasabah Perbankan

Upaya hukum merupakan suatu hak bagi setiap individu sebagai nasabah pada apabila suatu perbankan melakukan tindakanya kerugian materiil. Upaya hukum yang dikenal dalam dunia perbankan dapat dilakukan secara litigasi maupun non-litigasi. Hubungan hukum antara nasabah dengan pihak bank masih berdasarkan secara keperdataan melalui perjanjian.

Dengan diberlakukan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta adanya perjanjian antara bank dengan nasabah,  telah memberikan konsekuensi yang logis terhadap suatu pelayanan jasa perbankan. Namun, perlu diketahui bahwa tahapan penyelesaian sengketa antara nasabah dengan pihak bank tidak serta melakukan Upaya hukum secara litigasi.  

Pada perspektif perlindungan konsumen dengan merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen Dan Masyarakat Di Sektor Jasa Keuangan bahwa:

Dalam hal layanan pengaduan Konsumen oleh PUJK tidak tercapai kesepakatan, Konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan”.

Pilihan penyelesaian sengketa pada kasus kerugian nasabah perbankan sebagai bentuk cara untuk memulihkan dan meminta ganti kerugian yang telah dialami oleh nasabah atas tindakan pelaku usaha perbankan tersebut. Dalam UU Perlindungan Konsumen termaktub bahwa konsumen berhak atas, pengaduan serta mendayagunakan forum mediasi perbankan jika terjadi sengketa. Upaya hukum melalui mediasi merupakan gerbang utama dalam penyelesaian sengketa kerugian nasabah berdasarkan kesepakatan para pihak.

Non-Litigas sebagai Upaya Hukum Bagi Nasabah atas kerugian Dialami

Upaya hukum non litigasi yang dapat diajukan oleh nasabah perbankan atas kerugian materiil yang dialaminya maka dapat melakukan negosiasi atau mediasi. Tahap negosiasi dan mediasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui koridor non-litigasi.

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Upaya non litigasi terdiri dari metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Tahap negosiasi memiliki peran penting antara nasabah dengan pihak bank terhadap pengembalian uang nasabah. Kegunaan negosiasi antara para pihak terhadap pembayaran nilai kerugian bertujuan untuk memberikan rasa keadilan terhadap nasabah dan seberapa mampunya pihak bank atas pembayaran tersebut. 

Pengembalian nilai kerugian terhadap nasabah bank digital masih mengacu pada ketentuan Pasal 7 huruf f UU Nomor 8 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa:

pelaku usaha berkewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan”.

Pada unsur yang terdapat pasal 7 huruf f tersebut dimana konsumen yang sudah menggunakan layanan digital pada perbankan digital yang mengakibatkan kerugian disebakan karena operasional jasanya tidak sesuai dengan nilai yang diperdagangkan atau merugikan maka pihak bank wajib memberikan ganti rugi tersebut.  Dalam rangka usaha melindungi konsumen secara umum sudah ada UUPK untuk menjadi landasan hukum yang kuat, baik untuk pemerintah maupun masyarakat secara swadaya untuk melakukan Upaya pemberdayaan konsumen. 

Pengaturan Bank dalam Perlindungan Nasabah Bank Digital

Pengaturan bank digital belum diatur secara khusus dan hal ini justru akan mengganggu Upaya hukum bagi nasabah bank digital terutama perlindungan hukumnya.  Kemunculan berbagai Bank Digital tidak serta merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kesalahan atau errors. Baik kesalahan yang sengaja maupun tidak sengaja, salah satu kesalahan yang sengaja adalah Fraud dan atau cybercrime (sebagai kejahatan yang terjadi melalui atau pada jaringan computer di dalam internet) dalam layanan elektronik dari digitalisasi ini pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39 Tahun 2019 mendefinisikan fraud sebagai berikut:

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/20/PBI/2020 Tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia bahwa penyelenggara berkewajiban untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen.

Secara implisit Upaya pengaduan terhadap nasabah bank digital yang mengalami kerugian telah diatur tetapi hanya proses penyelesaian pengaduan saja. Penulis berpendapat bahwa secara umum Upaya hukum nasabah pada bank digital tidak berbeda dan sama seperti penyelesaian sengketa konsumen pada bank umum lainnya yang telah diatur.

Seharusnya penyelesaian sengketa nasabah bank digital harus dibedakan dengan kerugian konsumen pada bank umum. Pasalnya terdapat kelemahan perlindungan nasabah dari bank digital salah satunya adalah kebocoran data yang dikarenakan lemahnya keamanan atau kejahatan maya yang tidak mungkin dihindarkan.

Salah satu kasus pada bocornya database dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) menimbulkan dijualnya data nasabah dengan harga US$ 250 ribu atau Rp. 3,5 miliar. Dalam permasalahan kebocoran kasus ini adalah perlunya dibentuk produk hukum melalui Undang-Undang (UU) tentang Bank Digital dan perlu mengatur mekanisme penyelesaian sengketa atau Upaya hukum terhadap nasabah bank digital tersebut.

Perlunya pengaturan khusus mengenai Bank Digital untuk menentukan bagaimana tanggung jawab pelaku usaha jasa keuangan perbankan yang telah lalai atau secara sengaja membocorkan data nasabah hingga kehilangan dana yang dihimpun pada bank tersebut. Urgensi bank digital diatur khusus melalui UU dengan semakin tingginya peretasan data oleh hacker asing atau borderless hacker data kepada perbankan di Indonesia.

Salah satu contoh kasus lainnya adalah dugaan data BI yang bocor di sosial media. Komplotan hacker Conti ransomware telah meretas data dengan kapasitas 487 MB dari 16 personel computer (PC) pada 21 Januari 2022.

Sementara itu, upaya perlindungan nasabah pada bank digital secara represif masih ditempuh melalui cara litigasi dan non-litigasi, yang disamakan dengan penyelesaian sengketa bank konvensional di Indonesia. Tidak terdapat perbedaan dalam cara penyelesaian sengketa atau upaya hukum apabila nasabah bank digital mengalami kerugian.

Sayangnya, menurut Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Rudiantara, pada tahun 2021 data statistic perkembangan Fintech mampu berkembang dengan total nilai investasi di industri teknologi finansial (financial technology/fintech) nasional dengan capaian US$ 904 juta atau sekitar Rp. 12,98 triliun. Dari data tersebut ini dapat menjadi acuan bahwa tidaklah sama penyelesaian sengketa terhadap nasabah bank digital dilakukan melalui mekanisme litigasi maupun non-litigasi pada sengketa bank konvensional.

Kerugian materiil yang akan dialami oleh nasabah bank digital dengan bank konvensional justru mengalami perbedaan dari tingkat perlindungannya, penyelesaian sengketa, dan nilai kerugian yang harus dibayar serta pemulihan data pribadi yang telah dicuri harus dilakukan sebagai bentuk tanggungjawab hukum penyelenggara bank digital.  

Mekanisme penyelesaian sengketa terhadap data diri nasabah yang dirugikan akibat penyalahgunaan jasa bank dalam rangka perlindungan data nasabah terbagi atas beberapa tahap yang dimulai oleh pengaduan, penerimaan pengaduan, mediasi dan penyelesaian. Oleh karena itu, secara upaya hukum represif gerbang utama konsumen yang diduga mengakibatkan kerugian adalah pengaduan dan penyelenggara wajib untuk menindak lanjuti. Apabila penyelenggaran tidak memenuhi penyelesaian pengaduan yang diajukan oleh konsumen atau nasabah maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa:

  1. teguran tertulis;
  2. penghentian sementara Sebagian atau seluruh kegiatan usaha;dan/atau
  3. pencabutan izin.

Bentuk memenuhi pengaduan yang wajib dilakukan oleh penyelenggara perbankan sebagai bentuk tanggap atas hak konsumen yang mengupayakan sesuatu atas dugaan kerugian yang akan mengancam kepemilikan atas dana yang disimpan pada suatu perbankan digital tersebut yang berada di territorial Republik Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.