OpiniPidana

Larangan Perdagangan Produk Satwa Harimau di Indonesia

Redaksi Literasi Hukum
1246
×

Larangan Perdagangan Produk Satwa Harimau di Indonesia

Sebarkan artikel ini
larangan perdagangan harimau di indonesia
Ilustrasi gambar oleh penulis

Literasi HukumArtikel ini menjelaskan mengenai regulasi hukum yang melarang perdagangan produk satwa harimau di Indonesia.

Spesies Harimau di Indonesia

Beberapa hari yang lalu publik dikagetkan karena adanya sebuah produk berupa taplak meja yang diduga terbuat dari bahan hewani yakni harimau di dalam ruangan ketua MPR RI Bapak Bambang Soesatyo. Walau begitu setelah diklarifikasi ternyata itu hanyalah replika saja alias tidak terbuat dari kulit harimau asli. Namun terlepas dari hal itu bagaimanakah ketentuan atau larangan perdagangan produk yang terbuat dari harimau ini khususnya di Indonesia?. Terlebih dahulu perlu diketahui harimau adalah salah satu karnivora dari jenis kucing besar (Panthera) yang tidak hanya tersebar di Indonesia saja. Setidaknya ada beberapa spesies Harimau yang masih hidup hingga saat ini yakni harimau Siberia/Amur, harimau Bengal/India, harimau Indochina, harimau China Selatan, harimau Sumatra, dan harimau Malaya

Dalam tulisan ini harimau Sumatra menjadi fokus bahasan dimana ini adalah harimau terkecil dari keseluruhan subspesies harimau, dengan panjang mencapai 2,5 meter dan berat 140 kilogram. Dari data yang telah dikumpulkan KLHK sejak 2018-2019 setidaknya terdapat 371 individu yang masih hidup. Dengan jumlah yang sedikit itu mereka yang hidup di alam liar masih terancam akibat adanya perburuan liar dan kerusakan habitat pun konflik dengan manusia.

Aturan Yang Melindungi Harimau

Setidaknya ada dua jenis bentuk produk hukum yang berusaha untuk memberikan perlindungan terhadap harimau yakni hukum internasional dan hukum nasional. Dalam ranah hukum internasional ini terdapat CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) sesuai dengan teori hukum internasional dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang telah menandatangani Konvensi tersebut maka Indonesia terikat dan wajib untuk tunduk padanya oleh sebab itu Indonesia menciptakan produk hukum lanjutan sebagai wujud komitmennya pada saat meratifikasi Konvensi.

Dalam ketentuan CITES pada article 2 mengatakan dengan jelas bahwa semua spesies yang terancam punah masuk ke dalam Appendix 1 itu perlu untuk diatur dengan begitu ketat sehingga tidak membahayakan kehidupan mereka lebih lanjut. Kemudian pada ayat 4 melarang semua bentuk perdagangan terhadap spesies yang masuk dalam Appendix 1, 2, dan 3 kecuali sesuai dengan ketentuan Konvensi.

Adapun maksud dari ketentuan Konvensi adalah dalam hal ini harimau termasuk kedalam Appendix 1 yang dalam article 3 dijelaskan bahwa untuk memperdagangkan spesies dalam Appendix 1 perlu memperhatikan izin dari negara dimana hewan tersebut berada. Izin Perdagangan tersebut hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan data keilmuan negara terkait itu tidak akan merugikan atau membahayakan keberlangsungan spesies, tidak bertentangan dengan Undang-undang perlindungan Fauna dan Flora nasional, spesies tidak akan menderita dan tidak ditujukan untuk eksploitasi komersial.

Di Indonesia sendiri sudah lama ada Undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap hewan dilindungi/terancam punah seperti harimau yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 

Dalam pasal 2-3, Undang-undang ini ada dengan tujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya pemenuhan kesejahteraan manusia. Selain itu perlu diketahui pula aturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa dilindungi. Dalam Pasal 21 ayat 2 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tertulis :

(2). Setiap orang dilarang untuk:
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
c. Mengeluarkan satwa yang dilindung dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain dalam atau di luar Indonesia.
d. Memperniagakan, menyimpan, atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain yang dilindungi atau barang-barang dibuat dari bagian-bagian tersebut mengeluarkannya dari suatu ttempat Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi.

Ini kemudian diikuti dengan ketentuan pidana yakni pada Pasal 40 ayat 2

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana Kurungankurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.00 (dua ratus juta rupiah).

Bahkan terdapat prosedur dan pengangkutan satwa yang dilindungi dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dimana perlu dilengkapi dengan sertifikat kesehatan satwa dari instansi yang berwenang dan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku untuk melaksanakan pengangkutan. Dengan adanya ketentuan seperti yang ada diatas maka Harimau menjadi salah satu hewan yang dilindungi di Indonesia khususnya Harimau Sumatra yang secara jelas terlampir dalam lampiran jenis hewan yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi.

Referensi

  • WWF, Tiger Facts, www.wwf.or.id/savesumatra
  • Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
  • Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  • Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
  • Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa dilindungi
  • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi.
  • https://betahita.id/news/detail/7822/raja-hutan-sumatra-dan-persoalanDilindungi populasinya.html?v=1659042182

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.