Opini

Transisi Pendaftaran Hak Tanggungan dari Konvensional ke Elektronik Dalam Tinjauan dan Kritik

Dian Nuryanti, S.E., S.H., M.Kn.
1566
×

Transisi Pendaftaran Hak Tanggungan dari Konvensional ke Elektronik Dalam Tinjauan dan Kritik

Sebarkan artikel ini
Transisi Pendaftaran Hak Tanggungan dari Konvensional ke Elektronik Dalam Tinjauan dan Kritik
Ilustrasi Fambar oleh Redaksi / Sumber: DALLE

Literasi HukumHak Tanggungan merupakan salah satu sarana menjamin kepastian hukum dalam bentuk collateral. Artikel ini bertujuan membahas transisi pendaftaran Hak Tanggungan beserta implikasinya secara sosiologis maupun implementatif.

Transisi Pendaftaran Hak Tanggungan dari Konvensional ke Elektronik

Perubahan hukum terus terjadi menyesuaikan perkembangan teknologi dan masyarakat. Termasuk transisi pendaftaran Hak Tanggungan konvensional menjadi elektronik. Dinamika, tentunya selalu mengikuti arah perkembangan teknologi untuk mencapai efisiensi dan akuntabilitas data pertanahan.

Konsideran Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, menguraikan tujuan menerapkan bentuk pelayanan Hak Tanggungan yang terintegrasi secara elektronik untuk dapat meningkatkan pelayanan Hak Tanggungan yang memenuhi asas keterbukaan, asas ketepatan waktu, asas kecepatan, asas kemudahan dan asas keterjangkauan dalam rangka pelayanan public serta dimaksudkan untuk menyesuaikan perkembangan hukum, teknologi dan kebutuhan masyarakat. Penguatan teknologi sebagai basis data agraria melalui kemudahan akses oleh pemerintah maupun masyarakat, diharapkan meminimalisir kendala dalam implementasi kebijakan pertanahan konvensional seperti sertipikat ganda karena tidak singkronnya data fisik dengan data yuridis.

Tanah sebagai harta, kekayaan dan/atau properti yang tidak bergerak, secara fisik tidak dapat dipindah tempatkan dari satu orang ke orang lain melainkan hanya hak atas tanahnya saja yang berpindah. Tanah bersifat permanen, artinya tidak dapat semakin naik, semakin turun, maupun hancur seperti harta atau properti lainnya. Keadaan fisik tanah dapat dicatat atau direkam sampai kapanpun (Hanstaad, 1998). Unsur inilah yang sejatinya harus terus disempurnakan karena berkaitan dengan kepastian hukum terhadap tanah.

Kepastian hukum hak atas tanah atau security of tenure diperlukan bagi pemegang hak dalam perlindungan penguasaan dan pemilikannya termasuk pada saat hak atas tanah dijaminkan dalam bentuk Hak Tanggungan. Implementasinya dalam perjanjian kredit, perbankan selaku kreditur meminta jaminan dari nasabah selaku debitur. Tujuannya, terdapat kepastian bagi kreditur yang dijamin debitur untuk melunasi kredit. Debitur diharapkan tetap berkomitmen melunasi kreditnya karena terdapat jaminan. Bilamana debitur wanprestasi, kreditur mempunyai kepastian dalam menjaga manajemen risiko kredit dengan melakukan eksekusi jaminan (Poesoko, 2007: 45).

Pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik diterapkan sebagai data base untuk memudahkan pendaftarannya serta memastikan kecocokan data fisik dengan yuridis tanah (Riyadi & Atmoredjo, 2020: 16). Idealnya, transisi Hak Tanggungan secara elektronik didukung instrumen, sarana maupun kemampuan dari sumber daya pelaksananya. Namun demikian, pada praktiknya masih terdapat ragam implikasi negatif termasuk pada aspek sosiologis maupun implementatif.

Implikasi Sosiologis terhadap Masyarakat

Unsur masyarakat menjadi komponen penting dalam penerapan hukum. Klasifikasi sistem hukum Friedman menuntut unsur substansi, struktur maupun kultur berjalan baik untuk mencapai efektifitas hukum (Friedman, 1975). Permasalahan substansi, struktur maupun kultur dapat menjadi masalah hukum yang mempengaruhi efektifitas hukum serta mengurangi kepastian hukum. Perkembangan teknologi digital mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat, termasuk pendaftaran Hak Tanggungan yang kini dilakukan secara elektronik. Perkembangan teknologi digital menuntut terciptanya penyelenggaraan kebijakan yang cepat, akurat dan responsif dengan didukung oleh perkembangan teknologi.

Gagasan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi informatika dan optimalisasi sarana digital telah mengarah kepada terwujudnya egovernment. E-government pada satu sisi, diharapkan mampu memanfaatkan perkembangan teknologi informatika dan digital dalam menciptakan kebijakan prima yang profesional, akuntabel, efektif dan efisien, selaras dengan semangat reformasi birokrasi. Selama ini, banyak kritik ditujukan kepada pelaksanaan kebijakan yang berbelit-belit khususnya dalam bidang pelayanan publik. Implikasi dalam bentuk kendala pada transisi pendaftaran Hak Tanggungan elektronik, adalah antusiasme masyarakat.

Masalah atusiasme menjadi pekerjaan rumah Kantor Pertanahan terutama yang mempunyai yuridiksi di wilayah Kabupaten/Kota. Mengingat komposisi dan kondisi sosiologis dari masyarakatnya belum cepat menerima perubahan serta memerlukan proses sosialisasi dari implementasi maupun transisi kebijakan pertanahan. Problem tersebut harus segera diatasi karena tanah menjadi unsur penting pada kehidupan maupun aktifitas keseharian manusia. Selain itu, perkembangan teknologi harus cepat direspon pemerintah dengan menyediakan sarana-sarana partisipasi, pendampingan maupun sosialisasi terpadu bagi masyarakat.

Implikasi Implementatif Bagi Stakeholder Pertanahan

Transisi pendaftaran Hak Tanggungan dari konvensional ke elektronik, juga turut berimplikasi dalam ranah praktiknya. Mekanisme pendaftaran Hak Tanggungan mutlak mengalami perubahan dari secara konvensional menjadi terdigitalisasi atau berbasis media elektronik. Mekanisme jelas menjadi koridor kewenangan stakeholder pertanahan, yaitu Badan Pertanahan Nasional (delegasinya ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota) serta Notaris PPAT. Digitalisasi melalui transisi pendaftaran hak Tanggungan secara elektronik diharapkan menjadi memudahkan mekanismenya dengan penyempurnaan sarana yang lebih baik apabila dikomparasikan dengan pendaftaran Hak Tanggungan secara konvensional.

Hal ini juga berfungsi menjadi upaya korektif, karena pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota, dapat mengetahui data base mencakup keadaan tanah maupun status tanah yang terhadapnya didaftarkan hak Tanggungan. Selain itu, data base tersebut yang sudah dituliskan dalam form digital oleh pemohon langsung dapat terintegrasi dan meminimalisir kesalahan maupun kelalaian dalam proses pendaftaran Hak Tanggungan. Tujuan yang hendak dicapai melalui digitalisasi dalam transisi pendaftaran Hak Tanggungan konvensional menjadi elektronik adalah penyelenggaraan pelayanan publik dapat sebanyak-banyaknya mengutamakan transparasi dan saling kontrol atau mengawasi (Istianto, 2011: 143).

Namun demikian, masih terdapat kendala seperti instrumen yuridis sebagai acuan transisi pendaftaran Hak Tanggungan konvensional menjadi elektronik. Kendala instrumen menjadi salah satu problem yang hampir eksis pada setiap implementasi kebijakan pemerintah. Kebijakan dalam bentuk peraturan dapat gagal sebagai instrumen apabila tidak realistis, tidak konsisten dan tumpang tindak dengan kebijakan ataupun peraturan lainnya. Diperlukan aturan yang bersifat teknis maupun prosedural dari pemangku kebijakan pada tingkat pusat (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional) sebagai acuan pelaksanaannya di tingkat daerah yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan di wilayah Kabupaten/Kota. Kebutuhan tersebut menjamin konsistensi maupun standarisasi dari pelaksanaan kebijakan dan mutu dari suatu kebijakan dari pusat ke daerah termasuk dalam mengantisipasi maupun menanggulangi permasalahan teknis yang berpotensi menimbulkan permasalahan hukum sebagaimana dimaksud.

Salah satu permasalahan instrumen selain ketiadaan aturan teknis prosedural yang patut menjadi perhatian adalah ketiadaan opsi input NIK/identitas pada kolom penjamin, juga opsi input NPWP badan usaha CV yang terblokir karena belum laporan pajak SPT. Hal ini terkait dengan perlindungan hukum terhadap kreditur apabila telah meninggal dunia dimana Hak Tanggungan Elektronik belum didaftarkan seharusnya tidak gugur dengan meninggalnya penjamin dan NPWP CV yang terblokir untuk melindungi kreditur apabila debitur wanprestasi, obyek jaminan tetap dapat dilelang.

Namun demikian, sistem tidak memberikan opsi input selain dari NIK sehingga menjadikan data NIK tersebut otomatis tidak dapat digunakan apabila pemiliknya telah meninggal dunia. Juga tidak memberikan opsi input NPWP jika NPWP CV terblokir. Selanjutnya, sistem error, kecenderungan menunggu maintenance dari pusat, tidak adanya petunjuk teknis, berkausalitas menimbulkan masalah hukum seperti Sertipikat Hak Tanggungan Elektronik yang cacat prosedural maupun diragukan keabsahannya. Masalah hukum tersebut dan problem yang menjadi faktor penyebabnya diklasifikasikan berdasarkan parameter efektifitas hukum pada teori sistem hukum yang mencakup substansi, struktur maupun kultur hukum. Hal ini juga dapat direlevansikan dengan teori bekerjanya hukum meliputi aturan, lembaga penerap dan sasaran implementasinya.

Sebagai respon dari permasalahan instrumen, harus diberikan Solusi disediakan kolom alternatif untuk mengisi NIK dan NPWP karena APHT tidak gugur dengan meninggalnya penjamin dan tidak gugur karena NPWP terblokir sehingga APHT tetap dapat didaftarkan. Pilihannya terdapat alternatif yang diupload dari kolom tersebut, yaitu dapat diisi dengan NIK dan NPWP.  

Peningkatan sarana yang diklasifikasikan meliputi sarana pendaftaran, sarana informasi, sarana monitoring dan sarana pendukung lainnya juga harus mengakomodir alternatif pilihan pada kolom identitas. Alternatif tersebut berupa disediakannya kolom identitas opsional yang dapat diisi untuk mengantisipasi apabila meninggal dunia dan NPWP terblokir. Sistem HT-el seharusnya mengikuti aspek normatif dari Pasal 1813 sampai dengan Pasal 1815 KUH Perdata. Ragam permasahan yang menyebabkan belum sempurnanya instrumen pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik perlu untuk segera dikaji mengingat potensinya untuk menjadi problematika yang berkelanjutan.

Antusiasme dari pengguna layanan Hak Tanggungan elektronik, salah satunya yaitu PPAT yang sangat antusias dengan adanya sarana Sistem Hak Tanggungan Elektronik. Namun demikian, sistem tersebut belum diiringi dengan antusiasme masyarakat selaku pemohon dalam pendaftaran hak tanggungan secara elektronik sehingga seharusnya diupayakan sosialisasi dan pendampingan sebagai bentuk dorongan untuk mendapatkan respon dari masyarakat luas. Sasaran kebijakan terkait selain Masyarakat sebagai pemohon juga mencakup Notaris dari fungsi notarialnya dalam rangkaian pendaftaran Hak Tanggungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.