PremiumAdministrasi NegaraMateri Hukum

6 Teori Hukum Administrasi Negara

Adam Ilyas
475
×

6 Teori Hukum Administrasi Negara

Share this article
Teori Hukum Administrasi Negara
Ilustrasi Gambar

Literasi HukumArtikel ini membahas mengenai teori hukum administrasi negara. Lapangan pekerjaan administrasi negara dapat dilihat dari perkembangan teori-teori itu sebagai berikut.

1. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Ekapraja (Ekatantra)

Pada abad ke-14 dan abad ke-15, sistem pemerintahan pada umumnya negara, khususnya di Eropa adalah monarki absolut, yaitu seluruh kekuasaan negara berada dalam satu tangan, yaitu raja. Dalam negara monarki absolut ini, administrasi sebagai hukum administrasi negara yang membuat peraturan (legislatif ) dan menjalankan (eksekutif ) serta mempertahankan hukum administrasi negara dalam arti mengawasi (yudikatif ) seluruhnya tertumpu pada raja, demi kepentingannya. Sistem pemerintah hukum administrasi negara bersifat sentralisasi dan konsentrasi. Dalam sistem konsentrasi, berarti aparat negara yang lain merupakan pembantu raja sehingga tidak boleh mengambil inisiatif sendiri dalam melaksanakan fungsinya.

Oleh sebab itu, hanya ada satu macam kekuasaan, yaitu kekuasaan raja sehingga pemerintah hukum administrasi negaranya sering disebut pemerintah hukum administrasi negara Eka Praja. Dalam negara yang demikian, raja dapat berbuat dan bertindak sewenang-wenang, yang mengakibatkan kebebasan dan kemerdekaan warga negara tertekan dan sempit. Hak-hak dan kemerdekaan warga negara tidak diakui sama sekali.

Akibat dari perbuatan dan tindakan yang sewenang-wenang dari raja, lahirlah ahli pikir dan sarjana tentang negara dan hukum yang ingin mendobrak sistem pemerintah hukum administrasi negara monarki absolut dan menginginkan suatu sistem yang mengakui dan menjamin hak-hak individu dan dijamin serta dilindungi oleh hukum.

2. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Dwipraja (Dichotomy/Dwitantra)

Seorang sarjana Austria Jerman Kelsen dengan Die Reine Rechts Theorie suatu mazhab baru ilmu hukum, yaitu Mazhab Wina yang membagi seluruh kekuasaan negara menjadi dua bidang, yaitu:

  1. Legis Latio, yang meliputi “law creating function”;
  2. Legis Executio, yang meliputi:
    • legislative power;
    • judicial power.

Tugas Legis Executio itu bersifat luas, yaitu melaksanakan konstitusi beserta seluruh undang-undang yang ditetapkan oleh kekuasaan legislatif sehingga mencakup selain kekuasaan administratif seluruh judicial power. Kemudian, Kelsen membagi kekuasaan administratif tersebut menjadi dua bidang, yaitu:

  1. political function (yang disebut government);
  2. administrative function (dalam bahasa Jerman “verwaltung”, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut “bestuur”).

Pembagian dalam dua bidang ini disebut juga dwipraja ataupun dwitantra. Nawiasky dalam bukunya Alge-meine Staatslehre membagi seluruh kegiatan negara hukum administrasi negara menjadi dua bagian.

  1. Normgebung, yaitu pembentuk norma-norma hukum beserta pengundangannya yang bersifat bebas dalam memilih objeknya menurut keperluan.
  2. Normvolisichung atau fungsi eksekutif yang terikat pada normanorma atau undang-undang yang harus dilaksanakannya.

Nawiasky membagi normvolisichung dalam dua bagian, yaitu:

  1. C. Hu Verwaltung atau pemerintah hukum administrasi negara (pangreh);
  2. Rechtsplege atau peradilan.

Menurut A.M. Donner, pembedaan kekuasaan pemerintah hukum administrasi negara dapat dilihat dari segi sifat hakikat fungsi yang ada dalam suatu negara, yang dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu:

  1. kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pemerintah atau kekuasaan yang menentukan politik negara;
  2. kekuasaan yang menyelenggarakan tugas yang telah ditentukan atau merealisasikan politik negara yang telah ditentukan sebelumnya.

Frank J. Goodnow membagi seluruh kekuasaan pemerintah hukum administrasi negara dalam dikotomi, yaitu:

  1. policy making, yaitu penentu tugas dan haluan;
  2. task executing, yaitu pelaksana tugas dan haluan negara.

Teori yang membagi fungsi pemerintah hukum administrasi negara dalam dua fungsi seperti tersebut disebut Teori Dwipraja.

3. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Tripraja (Trias Politika)

Pada abad ke-17 John Locke dalam bukunya Two Treatises on Civil Government menguraikan pembagian kekuasaan (distribution of powerlmachten scheiding) bahwa kekuasaan negara harus dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu sebagai berikut.

  1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan.
  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk kekuasaan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan, yaitu kekuasaan pengadilan (yudikatif ).
  3. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan yang tidak termasuk kedua kekuasaan tersebut (legislatif dan eksekutif ), misalnya kekuasaan untuk mengadakan hubungan antara alat-alat negara, baik intern maupun ekstern.

Tiap-tiap kekuasaan harus diserahkan pada suatu alat perlengkapan negara yang berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain. Dengan cara pembagian kekuasaan tersebut, kekuasaan sewenang-wenang dari raja dapat dihindari sehingga kekuasaan raja menjadi terbatas.

Pada abad ke-17 muncullah ajaran atau teori Montesquieu yang merupakan penyempurnaan terhadap teori atau ajaran John Locke. Montesquieu dalam bukunya UEsprit des Lois mengemukakan teorinya bahwa untuk mengatasi kewenangan raja yang absolut, hendaknya dalam suatu negara diadakan suatu pemisahan hukum administrasi negara kekuasaan (fungsi) dalam tiga kekuasaan yang tiap kekuasaan mempunyai lapangan pekerjaan sendiri dan terpisah-pisah satu sama lain.

Ketiga kekuasaan tersebut adalah:

  1. la puissance legislative (kekuasaan legislatif ), yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan, dijalankan oleh parlemen;
  2. la puissance executive (kekuasaan eksekutif ), yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundangan, oleh raja;
  3. la puissance de juger (kekuasaan yudikatif ), yaitu kekuasaan untuk mempertahankan hukum administrasi negara akan peraturan perundangan oleh pengadilan.

Pembagian kekuasaan tersebut disebut dengan istilah Trias Politika. Sistem pemerintah hukum administrasi negara bahwa kekuasaan yang ada dalam suatu negara dipisahkan menjadi tiga macam kekuasaan seperti tersebut lebih dikenal dengan sistem tripraja.

4. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Catur Praja

Van Volenhoven dalam bukunya yang berjudul Omtrek Van Het Administraticf Recht, pada tahun 1926 menguraikan mengenai teori sisa atau aftrek teori yang membagi kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi empat, yaitu sebagai berikut.

a. Fungsi Bestuur

Dalam suatu negara modern, fungsi bestuur (memerintah) ini mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanaan undang-undang seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu, yaitu teori triaspolitika, tetapi meliputi penyelenggaraan sesuatu yang tidak termasuk mempertahankan hukum administrasi negara akan ketertiban hukum secara preventif (preventive rechtszorg), mengadili/menyelesaikan perselisihan hukum administrasi negara atau membuat peraturan. Karena di dalam negara hukum yang modern, pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik, fungsi bestuur ini semakin lama semakin luas.

b. Fungsi Politie

Fungsi politie adalah fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif (preventief rechszorg), yaitu yang memaksa penduduk suatu wilayah untuk menaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (tindakan preventif ), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.

Donner menyatakan bahwa sebenarnya fungsi polisi sudah termasuk dalam pengertian fungsi bestuur (memerintah) karena suatu pelaksanaan undang-undang tidak mempunyai arti apabila di dalamnya tidak termasuk kekuasaan untuk melaksanakan tindakan preventif. Oleh karena itu, kedua fungsi/kekuasaan bestuur dan polisi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

c. Fungsi Justitiel (Mengadili)

Fungsi atau kekuasaan peradilan adalah juga fungsi pengawasan yang represif sifatnya. Ini berarti fungsi melaksanakan yang konkret, agar perselisihan hukum administrasi negara tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya. Adapun peradilan tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

  1. contentenze jurisdictie, yaitu dalam hal ini hakim semata-mata hukum administrasi negara menjalankan fungsi/kekuasaan kehakiman (rechterlijke functie) saja;
  2. voluntaire juridictie, yaitu di sini hakim tidak semata-mata hukum administrasi negara menjalankan fungsi/kekuasaan kehakiman, tetapi juga melakukan tugas pengaturan, tugas pemerintah hukum administrasi negara, dan tugas kepolisian. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan fungsi peradilan dalam pemerintah hukum administrasi negara adalah voluntaire juridictie.

d. Fungsi Pengaturan (Regeiaar)

Fungsi pengaturan adalah suatu tugas perundangan untuk mendapatkan/memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti materiel. Dengan demikian, hasil dari fungsi pengaturan ini bukanlah undang-undang dalam arti formal (yaitu yang dibuat oleh presiden dengan persetujuan DPR), tetapi undang-undang dalam arti materiel, yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk wilayah dari suatu negara.

5. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Panca Praja

Pada tahun 1951 teori Panca Praja dikembangkan oleh J.R. Stellinga dalam bukunya yang berjudul Grondtreken Van Het Nederlands Administratie gerecht. J.R. Stellinga ini menambah satu fungsi lagi pada pemerintah hukum administrasi negara sehingga fungsi pemerintah hukum administrasi negara tersebut bukan lagi empat fungsi, melainkan terdiri atas lima fungsi, yaitu:

  1. fungsi wetgeving (perundang-undangan);
  2. fungsi bestuur (pemerintah hukum administrasi negara);
  3. fungsi politie (kepolisian);
  4. fungsi rechtspraak (peradilan);
  5. fungsi burgers (kewarganegaraan).

Teori Panca Praja juga dikemukakan oleh Lemaire, yang pada hakikatnya merupakan penyempurnaan terhadap teori Catur Praja dari Van Vollenhoven tersebut. Menurut teori Panca Praja dari Lemaire, fungsi pemerintah hukum administrasi negara terdiri atas lima fungsi, yaitu sebagai berikut.

  1. Fungsi bestuurszorg adalah kekuasaan/fungsi yang meliputi penyelenggaraan kesejahteraan umum (yang memiliki ciri-ciri tertentu), yaitu memberikan kepercayaan pada administrasi negara keleluasaan untuk bertindak, yang disebut Frcise Ermessen, yaitu menyelenggarakan dengan cepat dan jelas yang memberikan kegunaan (oeltreffend) kepentingan untuk kesejahteraan umum.
  2. Fungsi bestuur hukum administrasi negara merupakan fungsi untuk melaksanakan peraturan perundangan saja, sebagaimana dikemukakan oleh ajaran/paham atau teori Trias Politika/Tri Praja.
  3. W.F. Willoughby dalam bukunya The Goverrment of Modern States menyatakan bahwa kekuasaan yang ada dalam suatu negara terdiri atas legislatif, eksekutif, yudikatif, dan administratif. Akan tetapi, karena adanya electorate (semua warga negara memiliki hak untuk memilih) dalam suatu negara terdapat lima fungsi/ kekuasaan.
  4. Fungsi politie (kekuasaan polisi).
  5. Fungsi justitiel (kekuasaan mengadili).
  6. Fungsi Regeiaar (kekuasaan mengatur).

6. Teori Hukum Administrasi Negara: Teori Sad Praja

Teori Sad Praja yang disampaikan oleh Wirjono Prodjodikoro didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Dalam teori ini kekuasaan pemerintah hukum administrasi negara tidak lagi terdiri atas lima, melainkan enam kekuasaan, yaitu:

  1. fungsi/kekuasaan pemerintah;
  2. fungsi/kekuasaan perundangan;
  3. fungsi/kekuasaan pengadilan;
  4. fungsi/kekuasaan keuangan;
  5. fungsi/kekuasaan hubungan luar negeri;
  6. fungsi/kekuasaan pertahankan hukum administrasi negara dan keamanan umum.

Jika dikaitkan dengan ruang lingkup tugas pemerintah hukum administrasi negara, secara filosofis Konstitusional jelas dinyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau welfare state (negara kesejahteraan) sebab negara wajib menjamin kesejahteraan sosial (masyarakat). Pernyataan ini memiliki lima landasan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinea IV, antara lain memuat empat macam tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi kesejahteraan umum ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial itu.

Sila kelima dari Pancasila yang juga tercantum di dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan prinsip “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Begitu juga ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan pemerintah untuk menjamin setinggi-tinggi kemakmuran rakyat serta memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar sehingga bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta yang menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas membangun kesejahteraan sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.