Literasi Hukum – Artikel ini mengulas pentingnya perlindungan anak sebagai bagian dari hak asasi manusia, mengingat maraknya kasus kekerasan terhadap anak. Dibahas pula peran keluarga, undang-undang yang relevan, dan kasus terkini di Malang. Temukan kenapa perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan sangat krusial dan bagaimana kita semua bisa berkontribusi dalam mencegah kekerasan pada anak.
Hak Anak
Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan merupakan element fundamental Hak Asasi Manusia, yang artinya setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dam berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif.
Merebaknya berbagai kasus kekerasan terhadap anak tentunya memprihatinkan kita semua. Keluarga sebagai pelindung utama untuk anak ternyata belum sepenuhnya mampu menjalankan peran dengan baik. Kasus perceraian, disharmonisasi keluarga serta kesibukan orang tua menjadi salah satu pemicu terabaikannya hak hak anak dalam keluarga, sedangkan seharusnya keluarga merupakan tempat paling utama untuk memelihara kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak yang belum dewasa.
Pasal 1(2) UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapa perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kekerasan terhadap Anak
Saat ini (28/3/2024) Polresta malang Menetapkan Sdri IPS (27th), pengasuh anak sebagai tersangka dalam kasus tindakan kekerasan pada anak yang di asuhnya, dimana penganiayaan tersebut dilakukan tersangka ketika orang tua korban sedang tidak berada di rumah.
Tentunya Perlindungan Hukum bagi anak sebagai korban sangatlah di butuhkan. Maksud dari Perlindungan Hukum bagi anak, yakni;
- Kerahasiaan Identitas Korban,
- Penangkapan Pelaku dengan bukti permulaan,
- Pemberian bantuan lain seperti Pelayanan Kesehatan dan Upaya Rehabilitasi,
Bahwa atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku/ tersangka dapat di terapkan pasal 80 (2) UU 35 Tahun 2014 “ dalam hal anak (mengalami luka berat), maka pelaku pidana dapat dikenakan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Di harapkan dalam putusan, hakim memutuskan dengan hukuman maximal terhadap pelaku, dikarenakan korbannya adalah seorang balita, perbuatan tersebut dilakukan secara sadar dan berulang serta pelaku sempat tidak mengakui dan/ menutupi perbuatannya terhadap orang tua korban.
Sikap Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur
Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur sebenarnya menyayangkan identitas korban terekspose di media online, hal ini tentunya dapat menambah tekanan psikis terhadap korban, bagi kami memviral-kan suatu berita tidak di larang, tetapi kerahasiaan identitas Korban harus di jaga dengan baik.
Bagi Kami ungkapan “No viral No Justice” adalah tidak tepat di ucapkan dalam proses penegakan hukum, selama bukti cukup dan disertai saksi, tidak alasan seseorang yang mengalami kerugian/ musibah tidak mendapatkan keadilan di muka hukum. Hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati (Dormiunt aliqoando leges, nunquqm moriuntur)
Mari kita semua lebih perduli dan bersatu terhadap perlindungan anak, untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan pada calon-calon pemimpin bangsa.