Literasi Hukum – Memilih pemimpin di era demokrasi penuh tantangan. Artikel ini membahas kritik terhadap demokrasi dan menawarkan panduan memilih pemimpin berdasarkan nilai-nilai Liberte, Egalite, dan Fraternite.
Kritik atas Demokrasi
Secara definitif, demokrasi sering diartikan sebagai government of the people, by the people, for the people (Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat). Demokrasi sendiri menjejakkan kaki pertama kali di masa Yunani Kuno yang mendapat kritikan tajam dari seorang filsuf terkenal di masa tersebut yakni Socrates.
Socrates menyebut bahwa demokrasi layaknya sebuah kapal. Orang yang tidak memahami navigasi bisa saja menjadi pemimpin dari semua orang yang berada di kapal, dan hal tersebut tentu sangat berbahaya. Socrates menginterpretasikan demokrasi sebagai sekelompok orang yang tidak memahami arah navigasi tapi meminta berlayar ke suatu arah, apabila sang nahkoda juga tidak memahami navigasi dengan baik maka kapal tersebut sangat besar peluangnya untuk tersesat.
Selain Socrates, Plato pun juga menawarkan sebuah alternatif kritik terhadap demokrasi. Menurutnya demokrasi sangat berpotensi untuk melahirkan para pejabat yang berorientasi pada oligarki yaitu terpilihnya sekelompok orang dikarenakan kekayaannya untuk mendapat posisi strategis di pemerintahan yang digunakan untuk melancarkan segala bentuk kepentingan mereka.
Jacques Ranciere seorang filsuf dari negara dilahirkannya demokrasi modern yaitu Perancis memiliki kemiripan pendapat dengan Plato bahwa permasalahan dari demokrasi itu sendiri adalah terletak pada rentannya pemerintahan dipegang oleh oligarki.
Liberte, Egalite, Fraternite
Berabad-abad setelah masa kejayaan dari Yunani Kuno berakhir, terjadilah sebuah peristiwa besar yang sangat berpengaruh hingga sekarang. Sebuah gerakan rakyat yang revolusioner bernama Revolusi Perancis. Gerakan tersebut menjadi latar belakang lahirnya demokrasi modern dengan segala macam bentuk asimilasinya menyesuaikan perkembangan zaman dengan semboyannya yang sangat melegenda, yaitu Liberte, Egalite, Fraternite dan telah disepakati bersama sebagai tiga nilai dasar demokrasi secara universal.
Revolusi Perancis sendiri ditandai dengan ketidak puasan rakyat terhadap kinerja pemerintahan Raja Louis XVI yang dianggap tidak kompeten dan terjadinya krisis keuangan. Peristiwa ini dimulai dengan dilaksanakannya sebuah pertemuan wakil rakyat dari berbagai golongan, yaitu golongan pendeta, bangsawan, dan rakyat biasa. Raja Louis XVI menjadi korban dari peristiwa bersejarah ini dengan dieksekusi di hadapan rakyatnya.
- Liberte
Apabila ditinjau berdasarkan bahasa, Liberte dalam bahasa Perancis sendiri memiliki arti sebagai “kebebasan” yang nantinya dalam bahasa Inggris disebut juga sebagai liberty dengan arti yang sama yaitu kebebasan. Berdasarkan sudut pandang bahasa tersebut mengindikasikan bahwa rakyat merasa sangat terbelenggu oleh kebijakan dan sistem monarki yang merenggut kebebasan masyarakat.
- Egalite
Dalam bahasa Perancis egalite memiliki arti kesamaan yang ditujukan agar setiap golongan masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi haknya tanpa dibeda-bedakan.
- Fraternite
Memiliki arti solidaritas atau yang lebih sering disebut juga sebagai persaudraan dalam bahasa Perancis. Hal ini erat kaitannya dengan keadaan alamiah manusia sebagai zoon politicon.
Panduan Memilih Pemimpin
Sebagai negara yang mengakui kedaulatan rakyat adalah yang tertinggi, maka sudah selayaknya pemilihan umum (pemilu) menjadi pesta akbar dalam proses penentuan pemimpin negara untuk lima tahun kedepan untuk mencapai cita-cita demokratis. Tiga nilai dasar demokrasi yang lahir dari Revolusi Perancis pada dasarnya dapat dijadikan acuan dlam proses penyelenggaraan pemilu.
Menentukan pilihan seorang Calon Presiden memang merupakan hak prerogratif setiap individu. Namun, terdapat tiga nilai dasar demokrasi yang dapat dijadikan sudut pandang baru untuk menentukan pilihan politik :
- Kebebasan
Demokrasi selalu memimpikan kebebasan dalam berbagai aspek, hal tersebutlah yang menginisiasi lahirnya Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut filsafat Hegel dan Hobbes hukum harus melindungi kebebasan yang dinaunginya.
- Kesamaan
HAM yang lahir dari pemikiran kebebasan menghendaki adanya kesamaan bagi setiap warga negara dalam pelaksanaan kewajiban dan pemenuhan hak, khsususnya kesamaan di depan hukum (equality before the law).
- Persaudaraan
Negara yang diwakili oleh Presiden selaku pemimpinnya haruslah menganggap setiap warga negara sebagai rumpun solidaritas yang saling memiliki hubungan timbal balik satu sama lain.
Kesimpulan
Memilih Presiden dan wakilnya sebaiknya menggunakan dalil yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Nilai-nilai dasar demokrasi tersebut dapat dijadikan guide book untuk menentukan kearah mana pilihan kita akan dijatuhkan.
Sejauh ini perjalanan politik Indonesia masih terbatas pada kampanye uang (siapa yang mau memberi uang lebih banyak maka dia akan dipilih) atau yang lebih umum dikenal dengan istilah serangan fajar. Selain itu kampanye agama juga adalah lahan yang menarik bagi para politisi. Indonesia masih mudh tergiur dengan teo-demokrasi yang ketika pemuka agama menunjukkan pilihan politiknya maka orang-orang di bawahnya akan mengikuti yang mana hal tersebut kadang tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Memilih pemimpin negara setidaknya berlandaskan pada liberte, egalite, dan khususnya fraternite. Ketika kita memilih tanpa riset dan pemikiran yang matang maka bisa saja kita pilihan itu berdampak buruk bagi WNI lain yang mana hal tersebut dapat menciderai rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air. Pilihlah pemimpin karena kita peduli dengan nasib negeri ini, karena peduli dengan “liberte”, peduli dengan “egalite”, dan peduli dengan “fraternite”.