Opini

Netralitas TNI dan Polri: Mengapa TNI dan Polri tidak memilih dalam Pemilu?

Rahma Aurelia
749
×

Netralitas TNI dan Polri: Mengapa TNI dan Polri tidak memilih dalam Pemilu?

Sebarkan artikel ini
Netralitas TNI dan Polri
Ilustrasi Gambar

Literasi HukumArtikel ini memberikan penjelasan singkat dan jelas tentang netralitas TNI dan Polri dengan pertanyaan mengapa TNI dan Polri tidak ikut serta memilih dalam pemilu? Yuk simak penjelasannya!

Menjaga Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional dengan Netralitas TNI dan Polri

Partisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu pilar utama dalam proses demokrasi di Indonesia. Sebagai warga negara, hak untuk memberikan suara dalam menentukan arah pemerintahan merupakan hak yang dijamin. Namun, dalam Pemilu Indonesia, terdapat pengecualian terhadap anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Kepolisian Republik Indonesia) untuk turut serta dalam proses pemilu. 

Keputusan ini bukanlah hal yang diambil secara sembarangan, melainkan tercermin dari prinsip-prinsip yang mendasari kemerdekaan dan netralitas kedua lembaga keamanan tersebut. TNI dan Polri diharapkan menjaga netralitas dan independensi dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, terlepas dari perubahan politik yang terjadi dari waktu ke waktu. Meskipun hal ini bisa jadi kontroversial, keberadaan kebijakan ini menegaskan komitmen untuk memisahkan fungsi keamanan dan pertahanan negara dari arena politik praktis.

Dasar Hukum Netralitas TNI dan Polri

Dasar hukum yang mengatur mengapa TNI dan Polri tidak memilih dalam pemilu tercantum dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang berbunyi:

“Dalam Pemilu, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.”

Kemudian Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), berbunyi:

“Prajurit dilarang terlibat dalam: 

  1. kegiatan menjadi anggota partai politik
  2. kegiatan politik praktis; 
  3. kegiatan bisnis; dan
  4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.”

Selanjutnya, terkait larangan terhadap Polri tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), yang berbunyi: 

“1. Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”

Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (1) UU Polri, Yang dimaksud dengan “bersikap netral” adalah bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Kemudian Penjelasan Pasal 28 ayat (2) UU Polri, meskipun anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Polri dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Netralitas dan Profesionalisme

Peraturan tersebut membantu memastikan netralitas TNI dan Polri dari kepentingan politik tertentu dan dapat menghindari konflik kepentingan yang mungkin timbul jika terlibat dalam proses politik aktif pemilu. Netralitas TNI dan Polri menjadi hal krusial dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara. TNI dan Polri diharapkan menjadi pilar yang netral, tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. 

Yang berarti, larangan mereka untuk terlibat dalam proses pemilihan umum menjadi langkah kritis untuk memastikan bahwa keputusan dan tindakan mereka didasarkan pada prinsip-prinsip profesionalisme dan kepentingan nasional yang lebih luas, tanpa campur tangan politik yang mungkin mempengaruhi integritas lembaga tersebut.

Profesionalisme dan integritas institusi keamanan harus dijaga dengan cermat. Keterlibatan aktif dalam proses politik praktis dapat mengganggu konsentrasi dan fokus institusi keamanan pada tugas-tugas esensialnya, seperti menjaga ketertiban masyarakat, melawan kejahatan, dan menjaga kedaulatan negara. 

Dengan tidak terlibat dalam pemilu, TNI dan Polri dapat menjaga profesionalisme mereka sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan tanah air, tanpa tekanan politik yang mungkin muncul dari partisipasi politik yang aktif.

Dengan demikian, larangan bagi TNI dan Polri untuk tidak memilih dalam pemilu bukanlah semata-mata pembatasan hak, tetapi lebih merupakan langkah yang strategis untuk memastikan netralitas, profesionalisme, dan integritas kedua lembaga keamanan tersebut. Yang tujuannya untuk mendukung stabilitas politik dan keamanan nasional, serta memastikan bahwa kepentingan negara tetap menjadi prioritas utama bagi TNI dan Polri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.